Loading...
Logo TinLit
Read Story - HABLUR
MENU
About Us  

Kondisi awal sangat menentukan keadaan. Namun, hasilnya belum tentu dapat diprediksi dan tidak selalu sama.

***

"Ruby, ayo!" Tangan wanita seputih es menanti genggamannya. Senyumnya hangat dan memesona, rambutnya kecoklatan dengan iris mata abu-abu khas Slavia. Ruby membalas senyum itu dan menggandengnya. Mereka berdua mengembangkan bibirnya tanpa suara. Sangat berbahagia.

Di luar, sudah menunggu seorang lelaki berbadan tegap, berkulit sawo matang. Menanti mereka dengan kamera, menangkap setiap pergerakan ke dalam alat itu. Cara tertawa, cara berjalan dua orang itu amatlah sama. Lelaki itu tersungging bahagia. Ikut serta dalam langkah dua manusia tadi, beriringan.

Mereka bertiga bersukacita, membelah jalanan di Siberia, menelusuri hutan berisi pohon jarum-jarum yang memucat, berhenti sejenak untuk bermain dengan onggokan salju, juga mencoba kendarai kereta yang ditarik oleh serangkaian anjing ras berbulu tebal yang bersahabat, ramah dan gemar berlari. Pernah juga jatuh dan terguling-guling di salju, termakan es yang sudah dipijak.

Mereka tertawa tiada henti. Seolah-olah kebahagiaan itu abadi. Lekat erat dalam ketiganya. Ketika suhu makin menurun, pelukan tidak lekang dari Gamal dan Mentari. Mereka dua bergantian memeluk Ruby, gadis kecil berkuncir itu tak lelah-lelahnya menaburkan senyum kepada siapa saja yang dijumpainya.

Mentari menggosok-gosok tangan Ruby dengan tangannya agar ia hangat. Tak habis-habisnya berbicara dan tertawa agar dingin tidak terasa. Sesekali mereka berpelukan kembali, menatap jalan yang dilalui Gamal. 

Siberia dan dingin adalah stereotip yang sudah tertanam sejak lama. Namun, sangat menghangatkan bagi mereka. Tempat itu indah, tidak peduli dibilang berbahaya bagi sebagian orang. Kata orang, beruang coklat bisa sewaktu-waktu turun dari hutan di sana, tapi sudah dicari-cari Gamal malah tidak bertemu. Lalu pria itu bilang, mungkin beruangnya sudah hilang, lebih memilih bermain di hutan bersama Masha.

Bulir-bulir parutan es putih jatuh di atas pohon-pohon di luar, ke kap mobil Gamal dan ke tanah. Gamal tetap menyetel reggae sebagai teman di perjalanan. Sesekali, lelaki itu melepas kemudi untuk mengangkat tangan ke udara. Membuat kedua perempuan yang ada menertawainya. Gamal juga tertawa. Tawa mereka membumbung di mobil. Di udara. Di benak Ruby. Dekat. Terasa sangat erat. Tawa yang menghangatkan. Ruby sampai memicing saking lucunya.

Perlahan tawa itu meredup, Ruby membuka mata dan berusaha menoleh, tetapi yang ia lihat hanyalah gelap. Ruby meraba sebelahnya, mencari Mentari. Kosong. 

Mobil masih berjalan dengan kecepatan tinggi membelah jalanan Siberia, tetapi Gamal juga tidak ada di balik setir. Ruby terkesiap. Ia sendiri di dalam mobil ini, berusaha meraih kemudi dengan kedua tangannya. Mobil melaju tanpa kendali, menabrak semua yang ada dan berujung terbang ke jurang.

"Pa! Ma!" Ruby terduduk, berkeringat dingin. Ia meremas kaus di bagian dada. Mimpi tadi terasa sangat nyata. Ruby melirik ke sekeliling. Rupanya ia tertidur meringkuk di kursi taman. Dingin di sekitarnya terasa menembus tulang, sama seperti salju di dalam mimpinya tadi. Ia bangkit dan beringsut ke tempat Gamal, mengabaikan dingin dan badan yang kaku karena tidur di tempat yang keras.

Hidup ini memang seperti main jungkat-jungkit. Kadang melambung, kadang posisi seimbang, kadang terperosok. Begitulah, tak terduga. Sepertinya, baru saja Ruby merasa melambung, berwarna-warni, semua terasa indah dan bibirnya tak henti menyunggingkan senyum.

Dalam sekejap, jungkat-jungkit kehidupan melemparnya jatuh dari ketinggian. Saat terhempas dan menggelepar, ia berharap mati. Sayang, tetap hidup. Tidak ada yang lebih sakit dari hidup dalam keadaan sekarat. 

Jika biasanya ia menghindari hal-hal yang tidak ingin dipertentangan. Kali ini, tidak bisa. Sejauh Ruby berlari, sepanjang itu pula masalah mengikutinya. Sebisa apa Ruby melawan, tetap saja ia tersingkirkan. Meski air matanya habis, tetap kesedihan itu ada dan nyata. Tak terelakan, tidak bisa dicegahnya. Ia melangkah gontai pada koridor rumah sakit yang senyap, malam masihlah tua. Hanya ada perawat yang berjaga di meja.

Dua hari ini, kerjanya memandangi papanya dari balik kaca, menangis, memandangi lagi, menangis. Begitu saja sampai tertidur dan terbangun kembali dengan keadaan yang sama; Gamal sedang koma.

Dua peluru yang terperangkap mengenai pinggang dan jantung Gamal. Untuk proyektil yang bersarang di pinggang sudah dikeluarkan dengan operasi selama tiga jam. Namun, tim dokter menolak untuk langsung mengangkat peluru yang berada di jantung. Tindakan itu terlalu riskan sehingga tim perlu riset lebih lanjut.

Ruby memandangi ruang mencekam dengan berbagai alat bantu kehidupan. Berbagai kemungkinan hilir-mudik di pikiran Ruby, selaras dengan rumah sakit yang sibuk menjelang pagi, penuh orang lalu lalang dengan muka panik. Tidak hanya di luar, di dalam jiwa Ruby juga terlalu memusingkan.

Siapa lelaki berbaju serba hitam itu? Mukanya tertutup seperti disembunyikan. Ada hubungan apa dengan Gamal? Apa salah papanya? Gamal hanyalah pekerja dalam sebuah organisasi nirlaba internasional yang berfokus kepada konservasi flora dan fauna. Belakangan ini sering berada di perbatasan Laut China Selatan. 

Lantas, di mana kesalahannya? Jika Gamal salah, mengapa tidak diingatkan terlebih dahulu? Alih-alih menembak, sebenarnya masalah bisa dirundingkan, 'kan?

Manusia kerap menetapkan hukum sendiri, mengotak-ngotakkan klasifikasi, menyamaratakan persepsi, lalu, memaksa orang lain untuk ikut pendapatnya. Seolah paling benar sedunia. Tiba saat ternyata salah, mudah saja, pura-pura amnesia.

Ruby mengucek matanya yang berkantung dan sembap, berulang kali memijat pelipis, bersandar pada kursi tunggu di rumah sakit. Kapan Papa akan bangun? Segala doa sudah diteriakannya kuat-kuat di dalam hati, berharap malaikat membawa doanya segera menghadap ke Pencipta Semesta. Namun, lelaki kebanggaannya masih  dalam keadaan tidak berdaya di sana.

Papa... Ruby masih ingin bercerita banyak, berjalan-jalan lagi, saling mengejek lagi. Gamal adalah penopangnya. Saat ia kehilangan Mentari, sosok Gamal yang berusaha menjadi ayah dan ibu sekaligus untuknya. 

Tuhan, tolong selamatkan Papa! Masih banyak yang akan Ruby buat agar Gamal menjadi bangga. Ruby sedang berusaha untuk membuat papanya senang. Ruby tidak ingin membuatnya sedih atau kecewa. Tapi, terlebih dahulu, Ruby minta Gamal untuk bangun.

Bangun, Pa... Ruby janji akan buat Papa bangga! Bangun, Pa...

***

Untung menyikut Rimba, teman sebangkunya itu tampak lebih pendiam. "Bengong melulu lo. Kambing Nyak gue kebanyakan bengong besoknya langsung dipotong," selorohnya. 

Rimba melirik sebentar, lalu mengembalikan pandangan ke buku, pura-pura membaca dengan menopangkan muka pakai tangan kiri. Sebenarnya tidak membaca, pikirannya mengawang entah ke mana-mana dan Rimba tidak tahu mengapa, rasanya ia kekurangan amunisi untuk berbicara.

"Mbek," bisik Untung. Ia tahu panggilan itu cukup sensitif bagi Rimba sehingga hanya bisa digunakan ketika di kantin saja. Rimba tidak menggubris panggilan Untung.

"Oi, Mbek." Colek Untung lagi, berusaha mengganggu Rimba. "Pikirin apa?"

Dituduh begitu, Rimba hanya melengos. Untung kadang suka kumat rasa sok tahunya, toh nyatanya ia tidak memikirkan apa-apa, cuma terasa lemas saja belakangan ini. Seperti apa, ya? Bukan sakit sih, hanya saja kurang vitamin. Ya, begitu. Mungkin Rimba kurang vitamin, makanya ia lemas.

Bangku di depannya kosong, sudah dua hari, tanpa kabar. Ruby tidak masuk sehabis dia beri bunga, sudah Rimba coba telepon dan kirimi pesan tapi tidak dibalas. Dan puncaknya, hari ini, ponsel cewek itu tidak aktif.

Seingat Rimba, saat dikasih bunga itu, Ruby senang kok. Ia mendapati rona merah jambu yang menggelikan di muka pucat itu. Kenapa sehabis itu lalu hilang tanpa kabar? Memangnya Rimba cowok apaan yang sehabis dikasih harapan, lalu dibuang? 

Ini hati, bukan bungkus Chiki!

Ada sesuatu yang tergores di hatinya. Harusnya Ruby merasa beruntung, dia cewek pertama yang pernah Rimba buat cukup spesial. Seandainya Ruby ingin menjauh, setidaknya jangan sesadis itulah. Mereka masih bisa berteman, 'kan?

Rimba mengangkat buku. Pikirannya berkecamuk, membuat kepalanya terasa berat. Ia merebahkan kepala ditutupi buku yang berdiri tegak.

"Mbek," bisik Untung masih saja mengganggunya. "Bu Hartini liatin lo mulu, tuh."

Rimba menggumam kembali. Saat ini, ia ingin sendiri, berpikir kemungkinan yang ada dari hilangnya Ruby. Masa hanya untuk menghindarinya, anak rajin itu sampai tidak masuk sekolah, sih? Ya, nggak gitu juga caranya. 

Coba cara lain yang lebih smooth dong, Liv!

"Mbek." Untung masih saja resek. 

Rimba kali ini menoleh, kirim pandangan tajam yang menyuarakan kalau dia sangat tidak ingin diganggu. Seandainya tidak ada Bu Hartini, tentu Untung sudah ditendangnya keluar kelas. Ia tidak lagi dalam mode bercanda dan sedang tidak mood diajak bergurau. Jadi, jika masih diganggu, ia sudah akan mencabik-cabik mangsanya dengan sadis.

"Cuma mau bilang, buku lo dari tadi kebalik!"

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Deepest
1068      639     0     
Romance
Jika Ririn adalah orang yang santai di kelasnya, maka Ravin adalah sebaliknya. Ririn hanya mengikuti eskul jurnalistik sedangkan Ravin adalah kapten futsal. Ravin dan Ririn bertemu disaat yang tak terduga. Dimana pertemuan pertama itu Ravin mengetahui sesuatu yang membuat hatinya meringis.
Paragraf Patah Hati
5825      1894     2     
Romance
Paragraf Patah Hati adalah kisah klasik tentang cinta remaja di masa Sekolah Menengah Atas. Kamu tahu, fase terbaik dari masa SMA? Ya, mencintai seseorang tanpa banyak pertanyaan apa dan mengapa.
Langit-Langit Patah
25      23     1     
Romance
Linka tidak pernah bisa melupakan hujan yang mengguyur dirinya lima tahun lalu. Hujan itu merenggut Ren, laki-laki ramah yang rupanya memendam depresinya seorang diri. "Kalau saja dunia ini kiamat, lalu semua orang mati, dan hanya kamu yang tersisa, apa yang akan kamu lakukan?" "Bunuh diri!" Ren tersenyum ketika gerimis menebar aroma patrikor sore. Laki-laki itu mengacak rambut Linka, ...
Nightmare
437      301     2     
Short Story
Malam itu adalah malam yang kuinginkan. Kami mengadakan pesta kecil-kecilan dan bernyanyi bersama di taman belakang rumahku. Namun semua berrubah menjadi mimpi buruk. Kebenaran telah terungkap, aku terluka, tetesan darah berceceran di atas lantai. Aku tidak bisa berlari. Andai waktu bisa diputar, aku tidak ingin mengadakan pesta malam itu.
Metanoia
46      39     0     
Fantasy
Aidan Aryasatya, seorang mahasiswa psikologi yang penuh keraguan dan merasa terjebak dalam hidupnya, secara tak sengaja terlempar ke dalam dimensi paralel yang mempertemukannya dengan berbagai versi dari dirinya sendiri—dari seorang seniman hingga seorang yang menyerah pada hidup. Bersama Elara, seorang gadis yang sudah lebih lama terjebak di dunia ini, Aidan menjelajahi kemungkinan-kemungkinan...
The Bet
17122      2675     0     
Romance
Di cerita ini kalian akan bertemu dengan Aldrian Aram Calton, laki-laki yang biasa dipanggil Aram. Seperti cerita klise pada umumnya, Aram adalah laki-laki yang diidamkan satu sekolah. Tampan? Tidak perlu ditanya. Lalu kalau biasanya laki-laki yang tampan tidak pintar, berbeda dengan Aram, dia pintar. Kaya? Klise, Aram terlahir di keluarga yang kaya, bahkan tempatnya bersekolah saat ini adalah mi...
Tok! Tok! Magazine!
94      82     1     
Fantasy
"Let the magic flow into your veins." ••• Marie tidak pernah menyangka ia akan bisa menjadi siswa sekolah sihir di usianya yang ke-8. Bermodal rasa senang dan penasaran, Marie mulai menjalani harinya sebagai siswa di dua dimensi berbeda. Seiring bertambah usia, Marie mulai menguasai banyak pengetahuan khususnya tentang ramuan sihir. Ia juga mampu melakukan telepati dengan benda mat...
Izinkan Aku Menggapai Mimpiku
116      93     1     
Mystery
Bagaikan malam yang sunyi dan gelap, namun itu membuat tenang seakan tidak ada ketakutan dalam jiwa. Mengapa? Hanya satu jawaban, karena kita tahu esok pagi akan kembali dan matahari akan kembali menerangi bumi. Tapi ini bukan tentang malam dan pagi.
Mentari dan Purnama
510      339     1     
Short Story
Mentari adalah gadis yang dikenal ceria di kalangan teman-temannya. Tanpa semua orang ketahui, ia menyimpan rahasia yang teramat besar. Mentari berteman dengan seorang hantu Belanda yang berkeliaran di sekolah! Rahasia Mentari terancam ketika seorang murid baru blasteran Belanda bernama Purnama datang ke sekolah. Apakah kedatangan Purnama ada hubungannya dengen rahasia Mentari?
ADITYA DAN RA
18851      3122     4     
Fan Fiction
jika semua orang dapat hidup setara, mungkin dinamika yang mengatasnamakan perselisihan tidak akan mungkin pernah terjadi. Dira, Adit, Marvin, Dita Mulailah lihat sahabatmu. Apakah kalian sama? Apakah tingkat kecerdasan kalian sama? Apakah dunia kalian sama? Apakah kebutuhan kalian sama? Apakah waktu lenggang kalian sama? Atau krisis ekonomi kalian sama? Tentu tidak...