Loading...
Logo TinLit
Read Story - Antara Tol dan Nasi Bebek
MENU
About Us  

Jakarta tak pernah benar-benar tidur. Tapi bagi Nayla, malam-malam tetap terasa sepi, walau lampu-lampu kota tak pernah padam.

Sudah dua tahun ia tinggal sendiri di kontrakan kecil di Tebet, sejak menerima tawaran kerja sebagai desainer interior. Kekasihnya, Arga, masih di Semarang. Mereka bertahan lewat panggilan video dan pesan suara, meski jarak perlahan membuat obrolan makin singkat.

Satu-satunya hal yang membuat hari-harinya tak terasa membosankan adalah Rio sahabat sejak kuliah. Rio juga pindah ke Jakarta setahun lalu, bekerja sebagai fotografer lepas. Mereka sering bertemu, bukan karena harus, tapi karena ingin.

“Cepetan, naik!” Rio membuka helmnya, senyumnya lebar. “Gue dapet tempat makan nasi bebek enak, pinggir jalan tapi mantap betul.”

Nayla tertawa kecil, mengangkat tas kerjanya. “Kita baru makan nasi bebek kemarin.”

“Ini beda. Yang ini sambalnya kayak ditampar pakai cinta.”

Malam itu mereka duduk di bangku plastik, menyantap nasi bebek yang pedasnya membakar lidah. Angin malam Jakarta membawa bau knalpot, tapi obrolan mereka tetap mengalir tentang klien rewel, mimpi masa kecil, dan hal-hal remeh yang bikin bahagia.

Kadang, Rio muncul dengan ide-ide aneh.

“Gue dikenalin cewek sama temen gue. Mau nemenin nggak?” katanya suatu sore.

Nayla mengerutkan dahi. “Lo serius?”

Rio tertawa. “Nggak tau. Gue pengen lihat aja… ya, siapa tahu klik. Tapi gue deg-degan, temenin dong.”

Pertemuan itu jadi canggung. Cewek itu cantik, pintar, dan jelas tertarik pada Rio. Tapi Nayla merasa aneh. Ada perasaan asing saat melihat Rio tertawa terlalu lama, atau menyebut nama orang lain di tengah obrolan mereka. Dan Rio? Ia terus melirik Nayla sepanjang malam, seolah ingin menangkap ekspresi tertentu.

“Aneh ya tadi?” tanya Rio setelah mengantar Nayla pulang.

Nayla hanya mengangguk. “Kayak bukan lo.”

Rio tak membalas. Ia hanya menatap jalanan kosong di depannya.

Keseruan lain pernah juga terjadi di malam-malam tak terduga. Pernah suatu malam hujan, mereka tersesat di jalan tol.

“Ini kenapa masuk tol sih, Yo?! Motor kita kan nggak boleh ke sini!”

“GPS-nya nyuruh ke sini! Salah siapa nggak merhatiin rambu!”

Mereka tertawa panik, jantung berpacu kencang saat mencari jalan keluar, sambil berharap polisi tak muncul. Setelah keluar tol dengan selamat, mereka berhenti di minimarket, duduk di trotoar sambil makan roti dan susu kotak.

“Gila, ini akan jadi cerita yang kita inget sampai tua nanti,” kata Nayla sambil tertawa lelah.

Rio memandangnya. “Kalau kita masih temenan sampai tua.”

“Maksudnya?” Nayla memutar kepala, bingung.

Rio cepat-cepat mengalihkan pandangannya. “Nggak, nggak. Bercanda.”

Malam itu seperti banyak malam lainnya hangat, aneh, dan terlalu nyaman untuk sekadar disebut ‘pertemanan’.

Tapi semua kenyamanan itu runtuh pada malam yang berbeda. Tak ada tawa, tak ada nasi bebek, tak ada canda sarkasme.

Hanya mereka berdua, duduk di ruang tamu kontrakan Nayla, lampu kuning temaram, dan suara rintik hujan dari luar jendela.

“Na…” suara Rio nyaris seperti bisikan.

Nayla menoleh. “Ya?”

“Gue suka sama lo.”

Hening. Waktu seperti terhenti. Mata Rio menatap lantai, tak berani melihatnya.

“Gue udah nyimpen ini lama banget. Gue pikir bisa terus jadi temen. Tapi ternyata gue bohong ke diri sendiri. Maaf.”

Nayla menelan ludah. Dunia seakan runtuh. Dadanya sesak. Bukan karena marah tapi karena luka ini terasa di dua sisi.

“Yo… aku…” suaranya gemetar, “Aku sayang sama Arga. Aku… aku nggak bisa.”

Rio hanya mengangguk. Wajahnya tetap tenang, tapi matanya tak bisa menyembunyikan kecewa yang dalam.

“Aku tahu kok,” katanya lirih. “Tapi gue harus bilang. Kalau nggak, gue nggak akan bisa berhenti berharap.”

Air mata mengalir di pipi Nayla. Bukan karena cinta yang sama. Tapi karena kehilangan yang mulai terasa nyata. Sahabat yang selalu ada. Seseorang yang tak hanya menemani, tapi juga melengkapi kesehariannya.

Sejak malam itu, Rio menjauh. Tak ada lagi jemputan setelah lembur. Tak ada lagi nasi bebek pinggir jalan. Tak ada lagi obrolan absurd dan jalan-jalan tanpa tujuan.

Hari-hari Nayla kembali sunyi. Jakarta tetap bising, tapi di dalam hati, ada ruang yang mendadak kosong.

Beberapa bulan kemudian, sebuah pesan masuk.

"Na, maaf ya. Aku pindah kerja ke Bandung. Butuh waktu buat sembuh. Tapi makasih… buat semuanya. Gue doain kamu bahagia."

Nayla menatap layar lama sekali, lalu mengetik perlahan.

"Terima kasih udah jujur, Yo. Terima kasih udah jadi rumahku di Jakarta. Aku juga doain kamu bahagia. Sampai ketemu lagi, mungkin suatu hari nanti."

Malam itu, Jakarta tetap terang. Tapi dalam diri Nayla, ada satu bintang yang padam diam-diam, tanpa suara.

Dan jika suatu hari Rio membaca ini, entah di halte kota yang asing atau di balik lensa kameranya yang baru, Nayla ingin ia tahu:

Cerita ini bukan sekadar fiksi. Ini adalah caraku mengingatmu, Yo. Teman yang mengajarkanku bahwa rasa kadang harus berdiam, agar cinta lain bisa tumbuh dengan tenang.

Terima kasih sudah jadi rumah, walau sebentar. Terima kasih pernah jadi semesta kecilku di tengah riuhnya Jakarta.

Karena bersamamu, aku belajar bahwa hubungan yang paling tulus tak selalu berakhir dengan pelukan. Kadang justru harus dilepas agar tak saling terluka lebih dalam.

Terkadang, saat lewat warung nasi bebek yang dulu sering mereka datangi, Nayla masih menoleh sebentar. Mencari sosok yang tak mungkin ada di sana. Kadang saat melihat hujan turun malam-malam, ia menahan dorongan untuk mengetik: “Kamu masih suka hujan, Yo?” Tapi tak pernah ia kirimkan.

Waktu berjalan. Arga akhirnya pindah ke Jakarta, dan hubungan mereka tumbuh pelan-pelan, melewati luka yang belum sembuh benar. Tapi Nayla tahu, ruang di hatinya yang dulu ditempati Rio akan tetap ada. Tidak diisi ulang, tidak dihapus hanya dibiarkan menjadi bagian dari siapa dirinya sekarang.

Dan setiap kali ia duduk di motor Arga, atau makan malam bersama teman-teman baru, Nayla diam-diam membisikkan dalam hati:

“Rio, semoga kamu bahagia. Dengan siapa pun kamu akhirnya menetap, semoga dia tahu bahwa kamu pernah menjadi cahaya untuk seseorang di kota ini.”

Cerita ini mungkin akan dilupakan dunia. Tapi tidak oleh dua orang yang pernah hidup di dalamnya. Karena kisah persahabatan, perasaan diam-diam, dan nasi bebek pinggir jalan akan selalu punya tempat khusus di antara kenangan yang tak diucapkan.

— Untuk Rio, sahabat yang pernah jadi hangat di malam-malam Jakarta.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Teori dan Filosofi
955      574     4     
Short Story
Kak Ian adalah pria misterius yang kutemui di meja wawancara calon penerima beasiswa. Suaranya dingin, dan matanya sehitam obsidian, tanpa ekspresi atau emosi. Tapi hal tak terduga terjadi di antara dia, aku, dan Kak Wijaya, sang ahli biologi...
Bittersweet My Betty La Fea
4592      1464     0     
Romance
Erin merupakan anak kelas Bahasa di suatu SMA negeri. Ia sering dirundung teman laki-lakinya karena penampilannya yang cupu mirip tokoh kutu buku, Betty La Fea. Terinspirasi dari buku perlawanan pada penjajah, membuat Erin mulai berani untuk melawan. Padahal, tanpa disadari Erin sendiri juga sering kali merundung orang-orang di sekitarnya karena tak bisa menahan emosi. Di satu sisi, Erin j...
WE CAN DO IT
594      413     3     
Short Story
Mada, Renjun, dan Jeno adalah sahabat baik sejak kelas X. Kini mereka telah duduk di kelas XII. Selepas lulus SMA, mereka ingin menempuh pendidikan S1 di Universitas Negeri Surabaya melalui jalur SNMPTN 2017. Namun mereka telah memiliki opsi jurusan berbeda. Perjuangan mereka pun membuahkan hasil dan tidak sia-sia.
Konstelasi
896      469     1     
Fantasy
Aku takut hanya pada dua hal. Kehidupan dan Kematian.
Monoton
558      388     0     
Short Story
Percayakah kalian bila kukatakan ada seseorang yang menjalani kehidupannya serara monoton? Ya, Setiap hari yang ia lakukan adalah hal yang sama, dan tak pernah berubah. Mungkin kalian tak paham, tapi sungguh, itulah yang dilakukan gadis itu, Alisha Nazaha Mahveen.
V'Stars'
1473      675     2     
Inspirational
Sahabat adalah orang yang berdiri di samping kita. Orang yang akan selalu ada ketika dunia membenci kita. Yang menjadi tempat sandaran kita ketika kita susah. Yang rela mempertaruhkan cintanya demi kita. Dan kita akan selalu bersama sampai akhir hayat. Meraih kesuksesan bersama. Dan, bersama-sama meraih surga yang kita rindukan. Ini kisah tentang kami berlima, Tentang aku dan para sahabatku. ...
Love Invitation
571      402     4     
Short Story
Santi and Reza met the first time at the course. By the time, Reza fall in love with Santi, but Santi never know it. Suddenly, she was invited by Reza on his birthday party. What will Reza do there? And what will happen to Santi?
Like Butterfly Effect, The Lost Trail
5710      1530     1     
Inspirational
Jika kamu adalah orang yang melakukan usaha keras demi mendapatkan sesuatu, apa perasaanmu ketika melihat orang yang bisa mendapatkan sesuatu itu dengan mudah? Hassan yang memulai kehidupan mandirinya berusaha untuk menemukan jati dirinya sebagai orang pintar. Di hari pertamanya, ia menemukan gadis dengan pencarian tak masuk akal. Awalnya dia anggap itu sesuatu lelucon sampai akhirnya Hassan m...
Can You Love Me? Please!!
3938      1196     4     
Romance
KIsah seorang Gadis bernama Mysha yang berusaha menaklukkan hati guru prifatnya yang super tampan ditambah masih muda. Namun dengan sifat dingin, cuek dan lagi tak pernah meperdulikan Mysha yang selalu melakukan hal-hal konyol demi mendapatkan cintanya. Membuat Mysha harus berusaha lebih keras.
BIYA
3261      1135     3     
Romance
Gian adalah anak pindahan dari kota. Sesungguhnya ia tak siap meninggalkan kehidupan perkotaannya. Ia tak siap menetap di desa dan menjadi cowok desa. Ia juga tak siap bertemu bidadari yang mampu membuatnya tergagap kehilangan kata, yang tak pernah ia sangka sebelumnya. Namun kalimat tak ada manusia yang sempurna adalah benar adanya. Bidadari Gian ternyata begitu dingin dan tertutup. Tak mengij...