Ini adalah cerita yang dipinta aurora diterbitkan sang fajar ditenggelamkan sang makar sebuah kisah terkasih dalam dunia penuh cerita, dan ini adalah kisah yang dibawa merpati untuk sebuah kisah persahabatan yang terakhir. Tempat permulaan kehidupan yang masih terjebak dalam ironi sanubari sang pembisik dan menunggu dibesarkan oleh sang rembulan tetapi tetap memilih tinggal dengan sang bayu, menantikan setiap hembusan melodi aliran perjalanan kehidupan yang aneh memaduh padankan sebuah kisah yang masih dalam angan sang pencipta, ini adalah sepintas cerita dalam khayalan yang merdu dalam sebuah dunia lain.
Aku tak tahu dan tak mau tahu mulanya bagaimana persahabatan dapat merubah waktu menjadi harapan baru, aku dibesarkan dalam kegelapan yang kemudian lelah berhentipun dalam kesunyian. Aku bahkan tak ingat kenapa aku bisa kembali berpegang kepada sebuah harapan yang telah menyeretku dalam kehidupan yang telah aku hambur-hamburkan saja, yang ku ingat kehidupan hanyalah roda permainan sang kekal yang ku benci dalam setiap detiknya yang ku ingat aku terbunuh dalam perjalananku mencari sang khayalan terkasih yang telah direnggut oleh sang kekal, iya ibuku menderita dan berujung nestapa kematian tepat didepan mataku. Itu bukanlah penyakit yang mematikan ataupun sulit disembuhkan hanya saja aku tak mempunyai uang dan ketika itulah uang sangat berkuasa dan berdiri tertawa dihadapanku, aku hanya bisa menangis berkeluh kesah memohon meminta dikasihani untuk pengobatan ibuku disaat itulah ia pergi meninggalkanku sendirian kala itu. Di saat yang bersamaan aku benci marah “hatiku mati jiwaku hilang” dan akhirnya mati rasa, dalam pelarian kuhancurkan setiap nama-Nya hingga mungkin dia murka dan kumati dalam dosa yang kutebus dengan nyawaku, mungkin semua dosaku takkan pernah kutebus, dan beginilah awal ceritaku yang ku sampaikan kepada kalian wahai sobat.
***
Dikamar kos dekat air terjun jalan impian nomer 12 disanalah aku tinggal. Aku senang pernah di lahirkan tetapi ku tak tahu kenapa ingin di lahirkan, aku di besarkan oleh dua malaikat dan satu iblis yang kabarnya sudah cerai dan pergi dari kos-kosan ini. Akhirnya aku cuma tinggal dengan kedua malaikat itu, oh ya kamar kos ku ini lumayan sempit yakni berkisar 2x lipat dari dosa-dosaku yang ku sewa dengan harga cukup mahal yaitu dengan amal perbuatan dan naluri kasih sayangku dikehidupan sebelumnya. Disinilah surga ku, banyak teman sepermainan yang belum dilahirkan tetapi menunggu di lahirkan. Setiap satu jam sekali yaitu setara dengan 42 tahun di dunia sana, di sini di adakan pengumuman siapa yang akan berlibur ke sana, yaitu “Dunia Fana”. Aku tak mau kesana tetapi teman-teman ku terus saja mendoakan ku agar dapat di lahirkan kembali oh ya perkenalkan inilah teman-temanku, yang pertama yang gagah bagai tombak menjulang di malam hari dan mengaku paling tampan tapi ingat.... "hanya aku yang paling tampan dan gagah disini hehee". Yang pertama namanya artokohelaska yang sering ku panggil He dia sering mengajak ku bermain-main ditaman impian, yang kedua namanya kurtoanrusprajaska yang sering ku sapa dengan panggilan Ru dan yang terakhir namanya cukup simpel yaitu antropologirpansyahaska, yaaaa butuh seharian untuk menghafal nanmanya hahaaaa kami sering memanggilnya Irpan.
Aku dan teman-temanku berjalan di dekat muara sungai kurto yang airnya sangat manis, di sanalah pertama kali kami bertemu dengan artokohelaska “He udah lama kita ngak jalan-jalan ke sini ya...??” dengan raut muka seram dan buram dia menjawab Canana, jawaban itu kalau di sini bermaksud ketus.
“Iya sih udah lama.. kalo dipikir-pikir sebelum bertemu kamu waktu itu sedang galau yah hahaaaaa,” dengan raut muka yang mengejekku.
Kami terus saja saling mengejek, selang beberapa lama kemudian datang lah Ru dan juga Irpan yang sedang berjalan-jalan dekat sini juga, aku tertawa melihat mereka dikala Ru yang mudah pemarah sering diajak bercanda mengenai kematian oleh He yang periang itu, kalo Irpan sih cuma mengikuti alur saja tapi menurutku dialah yang paling bijak diantara kami semua dalam menyikapi masa depan.
Tak lama hari demi hari kami jalani bersama-sama, sampailah pada saat dimana kami harus berpisah dengan He dan juga Ru karena mereka telah di umumkan bahwa mereka mendapat tiket jalan-jalan ke Dunia Fana itu. He yang di lahirkan menjadi anak yang pembangkang dan ia harus menandatangani kontrak selama 76 tahun hidup, dan mati pada saat sudah bertobat kepada-Nya.
Sedangkan Ru hidup sebagai seorang anak petani yang rajin dan juga pekerja keras tetapi harus di takdirkan mati setelah berumur 25 tahun pada saat sedang bekerja membantu ayahnya diladang.
Sekarang tinggal lah aku dan juga irpan yang tersisa dalam persahabatan ini, “Irpan gimana nasip kita nanti yaaa, aku takut mati nih”. Dengan raut muka yang mencoba menggertakku dia menjawab, “Tauk ah gelap... kalo mati kan enak kita bisa kumpul bareng lagi disini”, “hmmmm ia... pemikiran yang bagus tu” sahutku.
Seminggu kami telah menanti ini, ternyata penantian irpan tidak sia-sia dia akhirnya berhasil mendapat sebuah tiket untuk berjalan-jalan disana. Ia ditakdirkan hidup selama 18 tahun saja dan meninggal pada saat memasak mie kesukaan nya, yaaa mie dengan dua rasa yakni mie goreng dan mie rebus hahahaa, memang malang sekali nasipnya.
Sebelum aku dan irpan berpisah kami sempat berbincang-bincang, “sekarang aku benar-benar sendirian, aku yang selalu dan selalu menunggu waktu ternyata memang benar kata teman-teman yang lain aku takkan pernah di lahirkan karena di kehidupan sebelumnya aku telah mendustakan dan menyekutukan-Nya.” Kataku sembari menatap cerminan bayangan dalam air kurto ini.
“Memang benar itu nasipmu, takdir tidak akan berubah tapi nasip bisa saja diubah asalkan kita mau berusaha dan bersungguh-sungguh merubahnya kawan.” Jawab irpan sambil memandang bayangan yang sama.
Aku berpisah dengan semua teman-temanku yang tampan dan juga perkasa itu di sini dan pergi ke dunia fana itu akhirnya aku benar-benar sendiri lagi, penantian ini akan sia-sia itu yang selalu terlintas dalam benakku. Aku yang sedang buram itu mencoba meyakini isi hati ini dengan mencoba menarik napas dalam walaupun pikiran melayang-layang “Ah nasip... emang benar apa aku tak layak di lahirkan.?” semuanya tampak sulit buatku bila tidak ada teman-temanku di sini.
****
Aku minta setangkai bunga segar tapi ia beri secangkir air bersih, aku minta lagi setangkai saja bunga tapi ia beri kaktus yang tajam menusuk hati, kemudian aku meminta lagi sebuah bunga wangi segar nan cantik ia lalu memberiku ulat berbulu. Aku sedih protes dan kecewa kala itu, betapa tidak adilnya ini. Makhluk lain meminta apa yang ia ingin maka ia mendapatkannya.
Tapi kemudian setelahnya air itu mengalir ke tenggorokkanku dan menghilangkan dahagaku kaktus berduri itu akhirnya berbunga sangat indah menawan dan mempesona lalu ulat itu akhirnya tumbuh menjadi kupu-kupu yang indah.
Akhirnya aku berfikir barulah aku sadar disaat berhadapan langsung dengan kenyataan yang nyata aku alami tulah jalan-Nya selalu indah pada waktunya, ingatlah tuhan tidak memberi apa yang kita inginkan tetapi tuhan akan memberi apa yang kita butuhkan.
Pada akhirnya di saat harapan itu hampir sirna, sepercik cahaya datang dari ujung jalan yang redup menarik dan membawaku ke dalam sebuah cahaya akhirnya setelah sekian lama aku menunggu aku mendapat tiket itu, yaaaa tiket jalan-jalan kedunia fana. Ternyata kalian semua benar teman bahwa aku bisa kembali dipercayai oleh-Nya nampaknya ini perjalanan terakhir kalinya untukku.
Jalan tuhan akan indah pada waktunya. Kawan akhirnya aku datang ke dunia yang kalian impikan, aku tunggu renkarnasi selanjutnya dari sepucuk surat yang datang pagi ini.
Mampir yuk ke cerita ku, makasih
https://tinlit.com/story_info/2957