Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Call(er)
MENU
About Us  

Mereka menemukan sebuah ruang dimensi baru yang disebut “Ruang Pemisah,” tempat waktu dan identitas bisa diatur ulang.

Freya menatap ke depan dengan mata yang masih sulit untuk sepenuhnya percaya pada apa yang sedang mereka hadapi. Sebuah ruang yang bahkan tidak pernah ada dalam imajinasinya, namun kini nyata di depan mereka,  Ruang Pemisah.

Ruang itu terbentang luas, bukan seperti ruangan biasa, melainkan sebuah dimensi yang tampak seperti tirai tipis antara kenyataan dan mimpi. Kabut berwarna biru pucat berputar lembut, melayang seperti asap yang berasal dari napas yang terlupakan. Dindingnya bukanlah sesuatu yang bisa disentuh, tapi seperti cahaya padat yang berdenyut, menyerupai detak jantung yang lembut namun pasti.

“Jadi, sebenarnya Ruang Pemisah itu apa?” tanya Raka, suaranya nyaris berbisik, seperti takut mengganggu ketenangan yang ditunjukkan oleh ruangan yang terlihat ganjil itu.

Vergana berdiri tegap di samping mereka. Wajahnya yang biasanya tenang kini dipenuhi dengan beban dan keseriusan. “Ruang ini adalah tempat di mana waktu dan identitas bisa diatur ulang. Sebuah titik di mana kenangan seseorang bisa dipisahkan dari keberadaannya. Tempat ini penting untuk memulihkan keseimbangan dunia yang mulai terganggu setelah penutupan dimensi pecahan.”

Freya mengerutkan alis, napasnya bergetar sedikit. “Apa maksudmu dengan ‘mengatur ulang identitas’? Apakah kita harus kehilangan diri sendiri?”

“Lebih dari itu,” Vergana menjelaskan. “Salah satu dari kalian harus memasuki Ruang Pemisah, dan menukar semua kenangannya—semua hal yang membuat kalian ada—agar keseimbangan dunia bisa kembali. Jika tidak, kerusakan yang mulai terjadi akan terus meluas.”

Raka menatap Vergana dengan wajah penuh ketidakpercayaan. “Jadi hanya satu dari kami yang bisa melakukan itu? Kenapa hanya satu?”

Vergana memandang mereka satu per satu, suaranya terdengar berat, seakan-akan ada beban berat yang tengah mengimpit tubuhnya. “Karena hanya satu jiwa yang bisa mengisi ruang itu tanpa mengacaukan sistem keseimbangan. Memaksakan lebih dari satu akan menghancurkan semuanya.”

Suasana menjadi hening. Udara di sekitar mereka seolah berubah menjadi tegang, menekan seperti beban yang lama-kelamaan terasa semakin berat.

Freya mengangguk pelan, meski hatinya penuh kecemasan. Dia bisa merasakan beban pilihan yang harus diambil di depan mereka, pilihan yang bukan hanya soal diri sendiri, tapi seluruh dunia.

“Tapi kenapa aku merasa... seolah-olah ini adalah jalan yang harus diambil?” bisik Freya. Suaranya nyaris tak terdengar.

Di sudut lain, Raka berdiri dengan tangan terkepal di samping tubuhnya. Matanya gelap, menatap ke depan tanpa ekspresi, namun ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya — sebuah keteguhan yang membuat udara di sekitarnya berubah.

Freya membalikkan badan, menatap Raka dan bertanya pelan, “Raka, menurutmu bagaimana?”

Raka mengalihkan pandangannya, kemudian berkata dengan suara yang dingin namun mantap, “Aku siap. Aku akan menjadi penukar itu.”

“Tidak,” Freya segera menolak, suaranya bergetar. “Jangan bicara seperti itu. Kita akan cari cara lain bersama-sama. Aku... aku tidak bisa membiarkanmu melakukan ini sendirian.”

Raka menggeleng, langkahnya mendekat. “Freya, dengarkan aku. Aku sudah memikirkan ini sejak lama. Jika aku yang melakukannya, kalian yang lain masih bisa bertahan, masih bisa memperbaiki dunia. Aku ingin kalian ada. Aku tidak ingin ada yang hilang.”

Mata Freya berkaca-kaca, hatinya hancur mendengar tekad Raka yang begitu kuat. “Tapi itu berarti kau... kau akan hilang. Seperti tidak pernah ada.”

Raka mengangguk pelan, menundukkan kepala. “Aku tahu risikonya. Tapi aku tidak punya pilihan lain.”

Yara, Neo, dan juga Zayn mulai mengelilingi mereka. Semua yang hadir, menunjukkan ekspresi yang memancarkan rasa takut, sedih, juga bingung.

Vergana maju, menyentuh bahu Raka, “Kita tidak akan membiarkanmu pergi sendirian. Apa pun yang terjadi, kita akan hadapi bersama.”

Namun Raka tersenyum kecil, penuh pengertian, berusaha menghibur dirinya yang kalut. “Aku tahu. Tapi hanya satu orang yang bisa masuk ke sana. Aku siap melakukannya. Bukan hanya untuk kalian, tapi juga untuk kita semua.”

Freya menghela napas panjang, berusaha menenangkan dirinya. Dia bisa merasakan air mata yang tak terbendung mulai membanjiri. Namun, ia tahu, mereka tidak punya banyak waktu.

“Tolong, jelaskan bagaimana prosesnya,” pinta Freya, suaranya kini lebih tenang, setelah susah payah menguasai kembali dirinya.

Vergana maju, mengambil sejenis kristal berbentuk jam pasir yang berkilauan dalam cahaya biru redup.

“Kristal ini adalah kunci untuk masuk ke dalam Ruang Pemisah. Saat seseorang masuk, kenangan-kenangan mereka akan dipindahkan dan identitas mereka di dunia ini dihapus. Namun prosesnya tidak instan. Mereka harus melewati tahapan di mana mereka merelakan semua kenangan itu, termasuk kenangan tentang keluarga, teman-teman, bahkan tentang diri mereka sendiri.”

Freya menatap kristal itu dengan mata yang penuh pertanyaan dan rasa takut. “Apa yang terjadi kalau proses itu gagal?”

Vergana menunduk. “Jika gagal, maka ruang dan waktu akan semakin kacau, dan identitasmu bisa hilang di antara dimensi. Tidak hanya kau, tapi juga orang-orang yang kau sayangi.”

Mendengar itu, teman-teman mereka saling berpandangan, ketakutan semakin menguasai mereka.

****

Malam itu, saat mereka beristirahat di dekat pintu masuk Ruang Pemisah, Freya duduk termenung, merasakan beban yang luar biasa sesak di dadanya. Dia memandang Raka, yang duduk sendiri di tepi jurang dimensi itu, tampak begitu tenang tapi juga rapuh.

Freya mendekat, duduk di sampingnya. Tangan mereka hampir bersentuhan. “Raka, aku takut kehilanganmu.”

Raka tersenyum tipis, menggenggam jemari Freya erat. “Aku tidak akan benar-benar hilang. Karena aku membawa kalian semua dalam hatiku.”

Saat mereka berbicara, di balik layar Ruang Pemisah, sebuah suara halus terdengar, “Segala keputusan membawa konsekuensi. Tapi takdirmu belum berakhir.”

Freya dan Raka saling menatap, menyadari bahwa perjalanan mereka belum benar-benar selesai.

Malam berganti, dan saat semua tertidur, Raka berdiri sendiri di ambang pintu cahaya Ruang Pemisah. Dalam genggamannya, kristal jam pasir memancarkan kilatan merah samar.

Dia menarik napas dalam, memejamkan mata, dan berkata pelan, “Sudah waktunya.”

Dengan satu langkah tegas, Raka melangkah ke dalam cahaya, menghilang di antara kabut dan detak jantung Ruang Pemisah.

Di belakangnya, Freya menutup mata, berbisik dalam hati, “Jangan pernah menyerah, Raka. Kami akan menunggumu.”

Namun di sudut gelap Ruang Pemisah, sesuatu bergerak perlahan. Kilatan merah dari kristal itu pecah menjadi serpihan kecil yang terbang ke arah bayangan samar. Sosok yang bukan manusia, tapi sesuatu yang jauh lebih gelap muncul.


Tiba-tiba, dalam diam, sebuah sosok lain muncul di tengah kabut biru, bukan Raka yang mereka kenal, tapi sosok dengan mata bercahaya merah dan senyum dingin yang tak dikenal. Ruang Pemisah tidak hanya menghilangkan kenangan, tapi juga membuka jalan bagi bayangan yang selama ini tersembunyi dalam jiwa Raka. Pertarungan yang sebenarnya baru saja akan dimulai.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (3)
  • baskarasoebrata

    Menarik sekali

    Comment on chapter World Building dan Penokohan
  • warna senja

    Sepertinya Freya sedang mengalami quarter life crisise

    Comment on chapter Prolog
  • azrilgg

    Wah, seru, nih

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Help Me Help You
2014      1167     56     
Inspirational
Dua rival akademik di sebuah sekolah menengah atas bergengsi, Aditya dan Vania, berebut beasiswa kampus ternama yang sama. Pasalnya, sekolah hanya dapat memberikan surat rekomendasi kepada satu siswa unggul saja. Kepala Sekolah pun memberikan proyek mustahil bagi Aditya dan Vania: barangsiapa dapat memastikan Bari lulus ujian nasional, dialah yang akan direkomendasikan. Siapa sangka proyek mus...
Cinta Tau Kemana Ia Harus Pulang
8898      1644     7     
Fan Fiction
sejauh manapun cinta itu berlari, selalu percayalah bahwa cinta selalu tahu kemana ia harus pulang. cinta adalah rumah, kamu adalah cinta bagiku. maka kamu adalah rumah tempatku berpulang.
Spektrum Amalia
804      540     1     
Fantasy
Amalia hidup dalam dunia yang sunyi bukan karena ia tak ingin bicara, tapi karena setiap emosi orang lain muncul begitu nyata di matanya : sebagai warna, bentuk, dan kadang suara yang menghantui. Sebagai mahasiswi seni yang hidup dari beasiswa dan kenangan kelabu, Amalia mencoba bertahan. Sampai suatu hari, ia terlibat dalam proyek rahasia kampus yang mengubah cara pandangnya terhadap diri sendi...
Unbelievable Sandra Moment
598      432     2     
Short Story
Sandra adalah remaja kalangan atas yang sedang mengalami sesuatu yang tidak terduga apakah Sandra akan baik-baik saja?
Cinta Butuh Jera
1677      1055     1     
Romance
Jika kau mencintai seseorang, pastikan tidak ada orang lain yang mencintainya selain dirimu. Karena bisa saja itu membuat malapetaka bagi hidupmu. Hal tersebut yang dialami oleh Anissa dan Galih. Undangan sudah tersebar, WO sudah di booking, namun seketika berubah menjadi situasi tak terkendali. Anissa terpaksa menghapus cita-citanya menjadi pengantin dan menghilang dari kehidupan Galih. Sementa...
Jadi Diri Sendiri Itu Capek, Tapi Lucu
2434      915     5     
Humor
Jadi Diri Sendiri Itu Capek, Tapi Lucu Buku ini adalah pelukan hangat sekaligus lelucon internal untuk semua orang yang pernah duduk di pojok kamar, nanya ke diri sendiri: Aku ini siapa, sih? atau lebih parah: Kenapa aku begini banget ya? Lewat 47 bab pendek yang renyah tapi penuh makna, buku ini mengajak kamu untuk tertawa di tengah overthinking, menghela napas saat hidup rasanya terlalu pad...
Trying Other People's World
155      132     0     
Romance
Lara punya dendam kesumat sama kakak kelas yang melarangnya gabung OSIS. Ia iri dan ingin merasakan serunya pakai ID card, dapat dispensasi, dan sibuk di luar kelas. Demi membalas semuanya, ia mencoba berbagai hidup milik orang lain—pura-pura ikut ekskul jurnalistik, latihan teater, bahkan sampai gabung jam tambahan olimpiade MIPA. Kebiasan mencoba hidup-hidup orang lain mempertemukannya Ric...
Fairytale Love
582      412     4     
Short Story
Peri? Kata orang cuma ada didongeng. Tapi bagi Daffa peri ada di dunia nyata. Selain itu, peri ini juga mempunyai hati yang sangat baik.
Warisan Tak Ternilai
599      242     0     
Humor
Seorang wanita masih perawan, berusia seperempat abad yang selalu merasa aneh dengan tangan dan kakinya karena kerap kali memecahkan piring dan gelas di rumah. Saat dia merenung, tiba-tiba teringat bahwa di dalam lingkungan kerja anggota tubuhnya bisa berbuat bijak. Apakah ini sebuah kutukan?
Cinta Tiga Masa
148      102     0     
Romance
Aku mencurahkan segalanya untuk dirimu. Mengejarmu sampai aku tidak peduli tentang diriku. Akan tetapi, perjuangan sepuluh tahunku tetap kalah dengan yang baru. Sepuluh tahunku telah habis untukmu. Bahkan tidak ada sisa-sisa rasa kebankitan yang kupunya. Aku telah melewati tiga masa untuk menunggumu. Terima kasih atas waktunya.