Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kamu Tidak Harus Kuat Setiap Hari
MENU
About Us  

Pagi itu aku bangun tanpa alarm, tanpa beban, dan—anehnya—tanpa drama dalam pikiran. Biasanya, begitu membuka mata, aku langsung disambut to-do list yang menjerit-jerit minta diperhatikan, rasa bersalah karena belum produktif, dan bayang-bayang ekspektasi orang-orang yang bahkan mungkin sedang tidur nyenyak.

Tapi pagi itu beda.

Aku hanya ingin sarapan roti panggang gosong dan minum teh manis hangat sambil menatap kucing tetangga tidur dengan posisi yoga yang tak manusiawi. Dan untuk pertama kalinya, aku sadar... aku bahagia.

Bahagia yang sederhana.

Bahagia yang nggak butuh pencapaian viral.

Bahagia yang nggak menuntut piala atau pengakuan.

Bahagia karena... ya, aku hidup, dan itu cukup.

Kita tumbuh dengan banyak suara yang bilang bahwa kita harus jadi luar biasa. Harus ranking satu. Harus punya karier cemerlang. Harus sukses di usia muda, punya rumah di umur 25, jalan-jalan ke Eropa, dan upload story aesthetic sambil nulis caption: “work hard, play harder.”

Dan aku pernah masuk perangkap itu. Mengejar standar “hebat” versi dunia. Nggak tidur demi target, nyaris burnout demi deadline, dan menahan tangis karena nggak mau kelihatan lemah. Semua demi validasi yang... jujur aja, kadang nggak datang juga.

Sampai akhirnya aku sadar:

Aku capek. Dan lebih dari itu, aku juga lupa rasanya jadi diri sendiri.

Waktu itu, aku lagi duduk di halte, nunggu angkot, dan entah kenapa mikir: “Kapan terakhir kali aku bahagia karena hal-hal kecil?” Lalu ingatanku melayang ke masa kecil—saat aku ketawa hanya karena bisa beli es lilin rasa melon seharga lima ratus perak. Atau saat nilai ulanganku jelek, tapi guru bilang, “Yang penting kamu jujur.” Rasanya... ringan.

Kenapa sekarang bahagia terasa berat, ya?

Kenapa harus ada embel-embel “hebat” dulu baru boleh senyum?

Jawabannya mungkin karena kita lupa:

Kita bisa bahagia bahkan saat kita belum berhasil. Kita bisa merasa cukup bahkan ketika pencapaian belum banyak. Aku mulai membiarkan diriku beristirahat. Bukan menyerah, tapi rehat sejenak dari kejar-kejaran dengan ekspektasi. Aku mulai menikmati pekerjaan yang biasa-biasa saja, tapi memberiku waktu pulang lebih awal. Aku mulai menghargai hari yang tenang, walau tanpa pencapaian besar. Aku mulai melihat diriku... sebagai manusia, bukan mesin produktivitas. Lucunya, di saat aku mulai santai dan tidak terlalu memaksakan diri, aku malah merasa lebih hidup. Lebih hadir. Lebih merasakan. Hal-hal kecil yang dulu terlewat, kini jadi sumber bahagia: suara hujan, pelukan hangat dari sahabat, atau sekadar bisa tidur siang tanpa rasa bersalah.

Dan aku belajar satu hal penting:

Kita nggak harus hebat untuk bahagia.

Kadang, cukup jadi manusia yang hadir penuh, itu sudah luar biasa.

Ada satu momen yang benar-benar mengubah cara pandangku. Hari itu aku ikut reuni kecil bareng teman-teman lama. Kami duduk di warung pecel lele, tanpa gengsi, tanpa topeng. Satu per satu cerita, dan ternyata... banyak dari mereka juga merasa sama.

Lelah.

Tertekan.

Merasa tertinggal.

Padahal di luar, mereka kelihatan “hebat”.

Dari situ aku sadar, mungkin kita semua sedang pura-pura.

Pura-pura kuat.

Pura-pura sukses.

Pura-pura bahagia.

Dan siapa yang diuntungkan?

Nggak ada.

Sejak malam itu, aku mulai mengizinkan diriku untuk bahagia di tengah ketidaksempurnaan. Nggak apa-apa kalau hari ini nggak produktif. Nggak apa-apa kalau pencapaianku belum “wow”. Nggak apa-apa kalau satu-satunya hal yang aku lakukan hari ini cuma... bertahan. Aku juga mulai lebih terbuka ke orang-orang terdekat. Bilang kalau aku capek. Bilang kalau aku butuh pelukan. Bilang kalau aku pengen libur, bukan untuk traveling, tapi cuma untuk tidur tanpa alarm.

Dan ternyata, mereka nggak menertawakanku.

Mereka malah berkata, “Akhirnya kamu jujur juga.”

Dan rasanya... hangat sekali. Bahagia itu bukan soal besar atau kecilnya pencapaian, tapi soal cara kita menikmati hidup, dengan versi kita sendiri.

Kamu suka masak dan itu bikin kamu senang? Lanjutkan.

Kamu hobi menggambar walau belum dijual di pameran mana-mana? Itu tetap hebat.

Kamu bisa senyum hari ini setelah semalam menangis? Itu pencapaian juga.

Hidup ini bukan perlombaan antar manusia.

Ini tentang menemukan ritme kita sendiri, dan berdamai dengan kenyataan bahwa kita tidak perlu hebat setiap waktu. Dan kalau ada yang bilang kamu belum jadi apa-apa, senyumin aja. Karena kadang, yang mereka anggap “biasa aja”, justru yang membuat hidupmu terasa paling nyata. Hari ini, aku duduk di balkon kecil rumah kontrakanku. Nggak mewah, tapi cukup. Angin sore berhembus, membawa wangi gorengan dari ujung gang. Kucingku tidur di kaki, playlist mengalun pelan.

Aku menghirup napas dalam-dalam dan berpikir: Ternyata... ini juga bentuk kebahagiaan. Tenang, sederhana, dan tanpa tekanan untuk jadi apa-apa.

Dan aku bisikkan pada diri sendiri:

“Kamu nggak harus hebat untuk bahagia. Kamu hanya perlu jadi kamu, yang jujur, yang hadir, yang belajar mencintai hidup apa adanya.”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Aku Ibu Bipolar
47      40     1     
True Story
Indah Larasati, 30 tahun. Seorang penulis, ibu, istri, dan penyintas gangguan bipolar. Di balik namanya yang indah, tersimpan pergulatan batin yang penuh luka dan air mata. Hari-harinya dipenuhi amarah yang meledak tiba-tiba, lalu berubah menjadi tangis dan penyesalan yang mengguncang. Depresi menjadi teman akrab, sementara fase mania menjerumuskannya dalam euforia semu yang melelahkan. Namun...
Sweet Punishment
170      105     9     
Mystery
Aku tak menyangka wanita yang ku cintai ternyata seorang wanita yang menganggap ku hanya pria yang di dapatkannya dari taruhan kecil bersama dengan kelima teman wanitanya. Setelah selesai mempermainkan ku, dia minta putus padaku terlebih dahulu. Aku sebenarnya juga sudah muak dengannya, apalagi Selama berpacaran dengan ku ternyata dia masih berhubungan dengan mantannya yaitu Jackson Wilder seo...
Rania: Melebur Trauma, Menyambut Bahagia
166      137     0     
Inspirational
Rania tumbuh dalam bayang-bayang seorang ayah yang otoriter, yang membatasi langkahnya hingga ia tak pernah benar-benar mengenal apa itu cinta. Trauma masa kecil membuatnya menjadi pribadi yang cemas, takut mengambil keputusan, dan merasa tidak layak untuk dicintai. Baginya, pernikahan hanyalah sebuah mimpi yang terlalu mewah untuk diraih. Hingga suatu hari, takdir mempertemukannya dengan Raihan...
XIII-A
726      540     4     
Inspirational
Mereka bukan anak-anak nakal. Mereka hanya pernah disakiti terlalu dalam dan tidak pernah diberi ruang untuk sembuh. Athariel Pradana, pernah menjadi siswa jeniushingga satu kesalahan yang bukan miliknya membuat semua runtuh. Terbuang dan bertemu dengan mereka yang sama-sama dianggap gagal. Ini adalah kisah tentang sebuah kelas yang dibuang, dan bagaimana mereka menolak menjadi sampah sejar...
The Best Gift
39      37     1     
Inspirational
Tidak ada cinta, tidak ada keluarga yang selalu ada, tidak ada pekerjaan yang pasti, dan juga teman dekat. Nada Naira, gadis 20 tahun yang merasa tidak pernah beruntung dalam hal apapun. Hidupnya hanya dipenuhi dengan tokoh-tokoh fiksi dalam  novel-novel dan drama  kesukaannya. Tak seperti manusia yang lain, hidup Ara sangat monoton seakan tak punya mimpi dan ambisi. Hingga pertemuan dengan ...
Jadi Diri Sendiri Itu Capek, Tapi Lucu
1861      759     5     
Humor
Jadi Diri Sendiri Itu Capek, Tapi Lucu Buku ini adalah pelukan hangat sekaligus lelucon internal untuk semua orang yang pernah duduk di pojok kamar, nanya ke diri sendiri: Aku ini siapa, sih? atau lebih parah: Kenapa aku begini banget ya? Lewat 47 bab pendek yang renyah tapi penuh makna, buku ini mengajak kamu untuk tertawa di tengah overthinking, menghela napas saat hidup rasanya terlalu pad...
Mata Manusia
669      373     7     
Inspirational
Mengapa setiap manusia terlihat berbeda? Mengapa pasti ada sebagian kecil manusia yang terlihat unik dan aneh? Mengapa kita selalu menilai seseorang secara cepat? Karena kita melihat melalui mata manusia.  
Tanpo Arang
38      32     1     
Fantasy
Roni mengira liburannya di desa Tanpo Arang bakal penuh dengan suara jangkrik, sinyal HP yang lemot, dan makanan santan yang bikin perut “melayang”. Tapi ternyata, yang lebih lemot justru dia sendiri — terutama dalam memahami apa yang sebenarnya terjadi di sekitar villa keluarga yang sudah mereka tinggali sejak kecil. Di desa yang terkenal dengan cahaya misterius dari sebuah tebing sunyi, ...
Kapan Pulang, Dean?
535      398     0     
Short Story
Tanpa sadar, kamu menyakiti orang yang menunggumu. Pulanglah...
Ameteur
82      75     1     
Inspirational
Untuk yang pernah merasa kalah. Untuk yang sering salah langkah. Untuk yang belum tahu arah, tapi tetap memilih berjalan. Amateur adalah kumpulan cerita pendek tentang fase hidup yang ganjil. Saat kita belum sepenuhnya tahu siapa diri kita, tapi tetap harus menjalani hari demi hari. Tentang jatuh cinta yang canggung, persahabatan yang retak perlahan, impian yang berubah bentuk, dan kegagalan...