Loading...
Logo TinLit
Read Story - Manusia Air Mata
MENU
About Us  

Keluar ke balkon kamar jam satu dini hari. Pergi ke kampus setiap hari senin dan kamis. Berangkat mengajar les setiap sabtu dan minggu dari pagi sampai jam sepuluh malam. Arjun sudah hafal benar seluruh kegiatan Mawar setelah mengamatinya sebulan terakhir.

Mereka tak pernah berinteraksi lagi sejak Mawar mengembalikan selimutnya bulan lalu. Pada pukul tiga dini hari saat tempat ibadah mulai menggaungkan ajakan ibadah malam, Mawar terbangun dengan kehangatan. Selimut yang melilit tubuhnya sangat asing. Tak mungkin juga ibunya bermurah hati memberinya selimut. 

Ia sudah mengira Arjun yang diam-diam menyelimutinya, karena lelaki itu masih mengamatinya di balkon kamar saat ia keluar gerbang dengan menggendong selimut.

“Terima kasih.”

Hanya kata itu yang keluar dari bibir Mawar. Ia membisu meski sadar Arjun masih ingin mengatakan sesuatu. Bersikap acuh dengan kembali duduk di teras sampai ibunya membuka pintu.

“Lompat bola mata lo kalau nggak kedip, Kak.”

Arjun tersentak ketika Airin tiba-tiba berdiri di sebelahnya sambil me nyemil keripik kentang. Mata Airin juga terfokus ke arah kamar Mawar yang tertutup rapat.

“Lo naksir dia ya, Kak? Perasaan merhatiin kamarnya mulu. Udah kayak mata-mata,” celetuk Airin kemudian. Yang sontak mendapatkan sentilan di kening.

“Bicara sembarangan.”

“Sakit cok!”

Umpatan Airin menambah jitakan di keningnya. Arjun melotot kaget karena adiknya sudah belajar kata makian saat mereka baru sebulan di Surabaya.

“Nggak usah belajar misuh! Lagian kedengeran fales! Nggak cocok buat aksen Jaksel lo itu!” cecarnya.

Airin berdecak. “Ya udah sih. Terserah.”

“Gue laporin ke Papa Mama,” ancam Arjun.

Airin balik melotot. Ia menendang kaki kakaknya dengan kesal.

“Laporin aja kalau berani! Gue juga bakal laporin kalau lo suka diem-diem ngerokok! Kalau lo naksir sama cewek yang dilarang Mama!”

Menghadapi Airin memang menyeramkan. Jauh lebih seram daripada ayahnya. Sejak kapan dia tahu tentang kebiasaan merokoknya? Dan kenapa selalu kukuh  mengatakan kalau ia menyukai Mawar?

“Gue nemu rokok lo di laci waktu mau pinjem charger,” terang Airin, menjawab kebingungan di benak Arjun.

“Jangan bilang ke Papa Mama,” pinta Arjun.

Alih-alih menjawab permintaan kakaknya, Airin meraih ponsel. Sibuk menelusuri sebuah laman, mengetik, lalu menyimpan kembali ponselnya ke saku. Arjun ingin bertanya, tapi urung saat ponsel di sakunya bergetar. Satu pesan masuk dari Airin.

“Itu sepatu yang gue mau. Beliin buat bayaran tutup mulut,” celetuk Airin.

Kedua tangan Arjun sudah naik ke atas kepala Airin, tetapi ia hanya mencengkram udara dengan gemas.

“Dasar adek nyebelin!” 

“Lo juga kakak nyebelin kok. Jadi kita senasib.”

Airin keluar dari kamar setelah melempar bungkus keripik kentang yang sudah kosong ke arah Arjun. 

“Tolong buangin juga ya, Kakak Sayang!”

Arjun meremas-remas bungkus kosong itu, lalu melempar ke tempat sampah yang ada di sudut balkon. Lemparannya meleset karena matanya yang menangkap Mawar sedang membuka kelambu kamar. Meski hanya terlihat beberapa detik sebelum kelambu itu tertutup lagi, ia yakin seratus persen kalau keadaan Mawar jauh dari kata baik-baik saja.

***

“Punya anak cewek nggak guna! Kerjanya tiduran doang!”

Dalam sejam terakhir, Mawar hanya mendengar suara omelan dan tendangan di pintu kamarnya yang terkunci. Mawar tak bermaksud mengurung diri, tetapi tubuhnya tak bisa diajak bangun. Demamnya sangat tinggi sejak semalam. Pandangannya langsung menggelap saat ia mencoba duduk, jadi ia menyerah untuk bangun. 

“BANGUN! IBU DOBRAK PINTUMU KALAU NGGAK BANGUN!” 

Langit-langit kamar terasa berputar saat matanya terbuka. Tubuhnya juga menggigil hebat meski suhu tubuhnya tinggi. Namun, ia tahu tak bisa tetap berbaring di kasur karena ibunya bisa benar-benar merusak pintu kamar. 

“Aku lagi sakit, Bu,” ucap Mawar dengan napas tersengal setelah membuka pintu. 

“Kerjamu itu cuma sabtu sama minggu, pakai alesan sakit segala biar nggak kerja! Emang dasarnya pemalas!”

“Bu ….”

Mawar tak sempat bicara, tapi ibunya sudah mendorong tubuhnya hingga terjatuh ke lantai. 

“Cepat bangun! Kerja!”

Tri masuk ke kamar, mengacak-acak lemari untuk mencari pakaian Mawar, lalu dilempar tepat ke wajahnya.

“Ganti baju sekarang!”

“Bu. Hari ini aja. Hari ini aja, biarin aku istirahat sebentar.” Mawar menangis. Membuat kepalanya makin pening, tapi ia hanya ingin mengeluarkan air matanya atas sikap sang ibu.

“Cepet berangkat kerja atau Ibu tendang kamu dari rumah ini!” 

Tri tak membeli pilihan lain. Ia bahkan tetap berdiri tegap di kamar demi melihat Mawar mengganti pakaiannya. Setelah Mawar mengenakan kerudung, lantas ia segera menarik tangannya sampai keluar rumah.

“Sudah sana pergi! Bawa duit buat bantu bayar listrik!”

Mawar mempertahankan diri untuk tetap berjalan secara normal meski ingin tumbang. Langkahnya yang pelan dibersamai dengan tatapan para tetangganya yang selalu diam-diam mendengar keributan di rumahnya. Ia tak pernah tahu apa yang mereka pikirkan tentangnya. Mungkin kasihan, tapi bisa juga kekesalan karena mengecapnya sebagai anak pemalas sebagaimana yang ibunya yakini. 

Ada tujuh anak yang harus diajar dalam satu hari dari jam delapan pagi sampai sepuluh malam. Namun, melihat kondisinya yang mengkhawatirkan… rasanya ia hanya mampu mengajar dua anak. 

Anak pertama yang ia kunjungi sedang berada di kelas tiga SD, namanya Kayla. Rumahnya berjarak tiga gang dari tempatnya sehingga ia bisa berjalan kaki ke sana. Namun, hari ini berjalan kaki rasanya cukup sulit. Waktu tempuh yang biasanya hanya lima menit kini jadi sepuluh menit lebih lama karena ia banyak berhenti untuk mengatur napas. 

Jangan pingsan. Jangan pingsan. 

Itulah satu-satunya semangat yang kini dipertahankan sampai akhirnya sampai di rumah Kayla.

“Katanya hari ini libur karena kamu sakit? Emangnya udah sembuh?” Maria, ibu dari Kayla, menyambut dengan keheranan. Pasalnya, Mawar sudah mengirim pesan pagi-pagi kalau jadwal hari ini akan diganti lain hari karena sedang sakit.

“Sudah sedikit baikan, Bu,” balas Mawar sambil mempertahankan senyuman. Ia berusaha terlihat normal, tapi tiba-tiba batuk keras mencabik-cabik tenggorokannya.

“Lebih baik kamu istirahat aja deh, Mbak. Nanti anak saya ketularan,” putus Maria dengan melangkah mundur agar terhindar dari virus batuk Mawar.

“Baik, Bu. Kalau begitu permisi.”

Mawar belum berbalik pergi, tapi pintu rumah itu sudah ditutup keras-keras di depan wajahnya. 

Rumah berikutnya berjarak cukup jauh. Sepuluh menit jika ia mengendarai motor. Namun, tak mungkin ia berkendara di tengah kondisinya yang tak berdaya. Ia tak mau malah menjadi penyebab kekacauan di jalan raya. 

“Kak Mawar.”

Mawar sedang terdiam di tepi jalan demi menahan rasa ngilu di kepalanya saat mendengar suara Arjun. Ia tak tahu sejak kapan lelaki itu sudah berada di belakangnya dan memapah tubuhnya yang hampir jatuh.

“Kenapa … di sini?” tanyanya dengan suara serak.

“Habis dari rumah teman, terus nggak sengaja lihat kamu di sini,” balas Arjun dengan cepat. 

Wajahnya tampak serius meski yang diucapkan seratus persen kebohongan. Ia bukan tak sengaja bertemu Mawar di jalan. Ia memang sengaja mengikutinya sejak tadi. Sabtu pagi biasanya ia masih bergelung di kasur, tetapi sejak subuh ia sudah berdiri di balkon untuk memperhatikan Mawar. Dan ia lega karena usahanya tak sia-sia karena kini bisa membantu Mawar di saat genting. 

“Ayo sama saya, Kak.” Arjun memapah Mawar menuju motornya, tetapi Mawar menggeleng dan mendorong Arjun agar menjauh. 

“Saya bisa sendiri.”

Mawar kembali berjalan. Satu langkah. Dua langkah. Hingga di langkah kelima, tubuhnya benar-benar ambruk di jalan. Arjun sedikit lega karena tangannya masih bisa meraih kepala Mawar sehingga tak terbentur aspal. 

***

     

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Batas Sunyi
2003      914     108     
Romance
"Hargai setiap momen bersama orang yang kita sayangi karena mati itu pasti dan kita gak tahu kapan tepatnya. Soalnya menyesal karena terlambat menyadari sesuatu berharga saat sudah enggak ada itu sangat menyakitkan." - Sabda Raka Handoko. "Tidak apa-apa kalau tidak sehebat orang lain dan menjadi manusia biasa-biasa saja. Masih hidup saja sudah sebuah achievement yang perlu dirayakan setiap har...
Akhi Idaman
1232      766     1     
Short Story
mencintai dengan mendoakan dan terus memantaskan diri adalah cara terbaik untuk menjadi akhi idaman.
UNTAIAN ANGAN-ANGAN
329      275     0     
Romance
“Mimpi ya lo, mau jadian sama cowok ganteng yang dipuja-puja seluruh sekolah gitu?!” Alvi memandangi lantai lapangan. Tangannya gemetaran. Dalam diamnya dia berpikir… “Iya ya… coba aja badan gue kurus kayak dia…” “Coba aja senyum gue manis kayak dia… pasti…” “Kalo muka gue cantik gue mungkin bisa…” Suara pantulan bola basket berbunyi keras di belakangnya. ...
LUCID DREAM
557      391     0     
Short Story
aku bertemu dengan orang yang misterius selalu hadir di mimpi walapun aku tidak kenal dengannya. aku berharap aku bisa kenal dia dan dia akan menjadi prioritas utama bagi hidupku.
Meja Makan dan Piring Kaca
57860      8486     53     
Inspirational
Keluarga adalah mereka yang selalu ada untukmu di saat suka dan duka. Sedarah atau tidak sedarah, serupa atau tidak serupa. Keluarga pasti akan melebur di satu meja makan dalam kehangatan yang disebut kebersamaan.
Aku yang Setenang ini Riuhnya dikepala
71      62     1     
True Story
Dark Fantasia
5223      1549     2     
Fantasy
Suatu hari Robert, seorang pria paruh baya yang berprofesi sebagai pengusaha besar di bidang jasa dan dagang tiba-tiba jatuh sakit, dan dalam waktu yang singkat segala apa yang telah ia kumpulkan lenyap seketika untuk biaya pengobatannya. Robert yang jatuh miskin ditinggalkan istrinya, anaknya, kolega, dan semua orang terdekatnya karena dianggap sudah tidak berguna lagi. Harta dan koneksi yang...
Wait! This's Fifty-Fifty, but...
141      125     0     
Romance
Is he coming? Of course, I'm a good girl and a perfect woman. No, all possibilities have the same opportunity.
Yang Terindah Itu Kamu
12554      3592     44     
Romance
Cinta pertama Aditya Samuel jatuh pada Ranti Adinda. Gadis yang dia kenal saat usia belasan. Semua suka duka dan gundah gulana hati Aditya saat merasakan cinta dikemas dengan manis di sini. Berbagai kesempatan juga menjadi momen yang tak terlupakan bagi Aditya. Aditya pikir cinta monyet itu akan mati seiring berjalannya waktu. Sayangnya Aditya salah, dia malah jatuh semakin dalam dan tak bisa mel...
Teilzeit
1984      497     1     
Mystery
Keola Niscala dan Kalea Nirbita, dua manusia beda dimensi yang tak pernah bersinggungan di depan layar, tapi menjadi tim simbiosis mutualisme di balik layar bersama dengan Cinta. Siapa sangka, tim yang mereka sebut Teilzeit itu mendapatkan sebuah pesan aneh dari Zero yang menginginkan seseorang untuk dihilangkan dari dunia, dan orang yang diincar itu adalah Tyaga Bahagi Avarel--si Pangeran sek...