Loading...
Logo TinLit
Read Story - Me vs Skripsi
MENU
About Us  

Belasan hari telah berlalu sejak postingan viral dari aku @MataKampus. Kirana menjalani hari-harinya seperti biasa. Berurusan dengan ekstrak, mencit, dan lembar-lembar pencatatan yang terus bertambah.

Sesuatu yang viral akan padam sendiri, asalkan tak disiram dengan bahan bakar berupa reaksi berlebihan. Diam, tak menggubris komentar liar, dan tak peduli pada mata-mata yang memandang dengan curiga justru membuat Kirana tetap berjalan tegak. Ia sudah belajar dari pengalaman tahun lalu, bahwa menghindar bukan solusi. Luka kehilangan ayahnya masih jauh lebih menyakitkan dibanding badai opini ini.

Ia tidak bersalah. Tuduhan sebagai dalang @MataKampus perlahan sirna. Akun itu memang mengunggah banyak kebusukan Vania, tapi Kirana dan Vania sama-sama memilih bungkam. Netizen pun kehilangan minat. Konten yang dulunya memancing amarah kini dibaca dingin, penuh skeptisisme. Semakin lama, bukti-bukti yang muncul terasa dibuat-buat, seperti tangkapan layar pesan yang dipaksakan.

Vania, di sisi lain, tak berkutik. Ponselnya disita. Praktis, ia dipenjara di rumahnya sendiri.

Namun satu hal yang tak berhenti: kiriman e-mail dari akun anonim itu terus masuk ke kotak masuk Kirana. Kalimat-kalimat yang terdengar seperti provokasi murahan, tapi menyimpan intensi tak main-main.

[Kamu senang, kan, Vania jatuh?]
[Nggak usah sok suci. Gimana rasanya dituduh jadi dalang?]
[Udah kuberi kesempatan balas dendam, malah disia-siakan.]

Beberapa pesan bahkan disertai foto dirinya dari sudut-sudut mencurigakan. Kirana makin yakin si pelaku ada di sekitarnya. Dekat.

[Mau ikut hancur bersama Vania?]

Tapi Kirana tidak gentar. Ia justru menunggu. Menunggu saat si pelaku keluar dari persembunyian.

“Hewan ujiku nggak ada di situ.” Suara Kirana terdengar datar tetapi jelas. Ia berdiri di ruang penyimpanan hewan uji, menghadapi orang yang kini terdiam kaku di depannya.

“Eh… Kirana, maksudnya apa, ya?” Orang itu berkilah.

“Udah beberapa kali, kamu acak posisi hewan ujiku, kan?” Kirana melipat tangan. Matanya tajam mengamati. Ia memang sadar sejak awal ada yang tak beres. Posisi mencit sering berubah. Tapi ia sudah menyiapkan antisipasi: selain titik tinta di ekor, ia juga memberi tanda warna berbeda di kaki mencit. Tanda yang tak mudah disadari.

“Jangan asal tuduh tanpa bukti!”

“Kamu mungkin nunggu sampai penelitianku masuk tahap akhir. Mau bunuh mencit hari ini seperti yang kamu lakukan di video?” Kirana menunjukkan satu momen tangkapan layar di video hewan uji yang mati di pet house di akun @MataKampus.

Kirana tahu benar, satu-satunya hewan uji yang pernah Vania habisi adalah miliknya. Video yang diunggah di akun itu menampilkan mencit-mencit lain yang sudah mati dengan voice over buatan seolah video diambil sesaat setelah Vania melakukan aksi. Sayangnya pelaku ini luput akan satu hal. Sepersekian detik, sepatu pelaku terekam.

Kirana melihat ke arah sepatu pelaku di depannya. Terus memandang ke atas hingga tepat ke wajah pelaku. Entah dia bodoh atau terlalu percaya diri, hingga merasa tidak akan tertangkap.

“Iya, kan .... Bang Hardi?”

Wajah Hardi mengeras. “Itu nggak bisa jadi bukti Kirana.” Ia masih berupaya tersenyum.

“Kamu pikir kampus diam aja, Bang? Tindakanmu ini juga mencoreng nama baik kampus. Atau papa Vania? Dia punya kuasa lebih dari yang kamu kira. Satu kecurigaan ini udah cukup jadi alasan penyelidikan lebih lanjut.” Kirana beragumen.

Tiba-tiba Hardi menyeringai, tertawa terbahak-bahak seperti orang gila. Ingat kejeniusannya yang mendebarkan saat mengambil video dan foto mereka berdua diam-diam. Bagai Metamfetamin yang adiktif, Hardi melakukan hal yang sama lagi dan lagi.

“Wah, Kirana… Kirana… kamu pikir kamu siapa, hah?” Suaranya pecah di tengah ruangan itu, memantul di dinding, menggema lebih lama dari yang seharusnya. “Kamu pikir kamu lebih baik dari dia? Dari Vania?”

Kirana tetap menatapnya, tidak gentar. Apa hubungannya ini semua dengan merasa lebih baik dari orang lain?

Hardi mengusap wajahnya cepat-cepat, tawa itu mereda, berubah menjadi gumaman yang hampir seperti bisikan. “Kamu tahu… semua orang jatuh cinta sama topeng yang dia pakai. Anggun, pintar, manis di depan kamera, disukai semua orang. Tapi kamu tahu juga kan, apa yang dia sembunyikan di balik semua itu.”

Kirana mengerutkan dahi. Dia tidak membalas.

“Dia pikir dia bisa mengendalikan semua orang. Termasuk aku.” Hardi tertawa kecil. “Tapi kamu tahu apa yang paling aku nikmati? Saat dia panik. Saat semua yang dia bangun runtuh pelan-pelan. Dan kamu ….” Ia menunjuk Kirana, matanya berkilat aneh, “… kamu harusnya bisa jadi bidak paling sempurna untuk menjatuhkan Vania. Aku kasi kesempatan, tapi kamu terlalu sok suci.”

“Ini bukan soal suci atau nggak,” balas Kirana pelan. “Ini soal prinsip.”

Hardi mencibir. “Prinsip nggak akan menolongmu saat semua orang sudah lebih dulu percaya yang sebaliknya. Lihat aja sekarang, kamu juga dicurigai sebagai penyebar video itu. Kamu pikir mereka peduli siapa pelakunya? Nggak, mereka cuma butuh kambing hitam.”

Kirana menarik napas dalam. Ia merasa muak, bukan hanya karena fitnah yang dilemparkan padanya, tapi karena menyadari bahwa dunia Farmasi masih diisi dengan orang-orang seperti Hardi, Vania, papa Vania, yang tersenyum ramah di permukaan, tapi menyimpan kebusukan di balik kata-kata manis.

Pintu ruangan tiba-tiba terbuka dengan cepat. Dua satpam, salah satunya Om Deni masuk dengan sigap. Dirga, Fathur, beberapa dosen, dan mahasiswa ternyata sudah menunggu di luar.

Wajah Hardi mendadak panik. Ia belum sempat kabur saat dua satpam membekuknya.

Ia sempat menoleh pada Kirana, seolah masih berharap gadis itu akan menghentikan semuanya. Tapi Kirana hanya berdiri diam, wajahnya datar.

“Aku nggak terlalu polos untuk datang ke sini sendirian.”

Kecurigaan Kirana bermula hari itu, saat ia ada di lab Biofarmasi bersama Dirga. Foto yang orang aneh kirimkan ke e-mail Kirana berasal dari sudut di mana beberapa mahasiswa berada, Hardi salah satunya.

Makin lama, dari situasi yang ada, dugaan makin mengerucut ke arah Hardi. Posisi pengambilan foto, akses ke lab, keberadaannya yang seolah kebetulan ada di sekitar Kirana, riwayat kedekatannya dengan Vania menunjang itu semua. Rayya pun ingat, ia pernah melihat Vania dan Hardi bertemu di kafe dekat apotek.

Kampus kembali gempar, salah satu asisten lab favorit ternyata menyimpan sisi GILA seperti itu. Setelah diselidiki Hardi memang tidak punya motif khusus. Ia hanya melakukan itu untuk memuaskan diri. Hardi resmi di-DO dan akan menjalani proses hukum lebih lanjut terkait pencemaran nama baik. Berkat laporan dari papa Vania yang masih berusaha memperbaiki reputasi keluarga mereka.

Akun @MataKampus menghilang begitu saja, walau tidak semua orang peduli pada kebenarannya. Nama Vania terlanjur hancur, dan segelintir orang masih percaya Kirana pelakunya. Sekali lagi, Kirana tidak peduli.

***

[Aku mau ketemu.]

Kirana sedang sibuk menyusun data penelitiannya yang sudah rampung saat pesan itu masuk. Dari Vania.

Sebenarnya Kirana malas sekali berurusan lagi dengan nama satu ini, tapi biarlah. Kirana dengar dari Rayya lusa Vania akan bertolak ke London. Papanya bersikeras Vania tidak boleh kembali ke Indonesia sampai semuanya selesai, sampai nama baik keluarga mereka pulih. Miris, Vania harus pergi padahal program profesi apoteker yang ia jalani selesai sedikit lagi. Miris, dengan harta dan kekuasaan Vania dan papanya hanya menerima sanksi sosial tidak seberapa.

[Ok, di mana?]

Kirana turun dari gedung kosnya, mengenakan bergo panjang, jaket, dan rok lipit yang menutupi baju tidur. Mereka bertemu di warung mi aceh yang ada di sekitar kos Kirana. Di sebuah meja tampak gadis semampai yang kecantikannya tidak bisa ditutupi dengan masker hitam.

“Kamu pasti senang lihat aku hancur, kan?” Vania langsung memberondong Kirana begitu Kirana duduk.

“Kalau kamu ajak aku ketemu cuma untuk bicara omong kosong begini, aku pergi.” Kirana menatap tajam.

Vania tak berani menatap Kirana langsung. Jeda cukup lama, sampai matanya tiba-tiba berkaca-kaca

“Aku … aku minta maaf, soal … soal ayahmu.”

Ada rasa bersalah yang bercokol di hati Vania ketika mendengar dari Rayya ayah Kirana meninggal akibat kecelakaan di hari Vania melakukan sabotase terhadap penelitian Kirana. Rasa bersalah yang mengganggu ketenangan, seolah secara tidak langsung, ia penyebab kematian itu.

Vania memang sudah terbiasa memanipulasi, tapi selama ini ia tidak pernah secara langsung menghancurkan hidup orang lain. Kirana-lah yang pertama, yang berhasil men-triger Vania untuk berbuat sejauh itu. Namun, Vania hanya ingin membuktikan Kirana bisa gagal. Ia tidak menyangka, tindakannya malah menghilangkan nyawa orang berharga.

Kirana mengepalkan tangannya. Dulu … ia ingin sekali mendengar permintaan maaf dari Vania. Tapi sekarang, saat mendengarnya langsung Kirana terlalu marah untuk bisa merasa lega. Ia tidak ingin menaruh dendam, ia juga tidak ingin membalas. Namun, semua hal yang terjadi pada Kirana setahun belakangan ini terlalu dangkal untuk diredam hanya dengan satu kata “maaf’.

“Mengingat apa yang sudah kamu lakukan, bohong kalau aku bilang aku sama sekali tidak senang melihatmu kehilangan banyak hal, Van.” Kirana mengatur napasnya.

“Tapi lebih dari itu, aku bersyukur topengmu terbuka dengan cara paling dramatis.” Kirana menjeda lagi.

“Karena orang seperti Hardi, sepertimu … tidak pantas menjadi akademisi apalagi farmasis yang bertanggung jawab atas obat yang dikonsumsi pasien.”

Kirana bangkit, meninggalkan Vania yang juga tidak punya niat membalas. Vania tahu rasa bersalah di dadanya akan bertengger seumur hidup. Ia tahu pasti ketenangan hanya akan jadi ilusi di sisa hidupnya nanti.

“Mengenai maaf ….” Suara Kirana kali ini bergetar. Momen kecelakaan itu kembali hadir di ingatannya. “Aku nggak bisa … setidaknya … saat ini.”

Kirana berjalan cepat menuju kamar kosnya. Mengunci pintunya rapat-rapat. Pikirannya terlalu rumit untuk melanjutkan pengolahan data penelitian. Entah kenapa permintaan maaf Vania yang terdengar jujur dan tulus justru membuat Kirana semakin kacau. Ia tidak suka perasaan ini. Perasaan tidak ingin menyimpan dendam, tidak bisa memaafkan, tapi juga tidak bisa membenci Vania sepenuhnya.

Pertemanan mereka selama tiga tahun tidak sepenuhnya dipenuhi manipulasi dan kebohongan. Ada masa-masa di mana Kirana benar-benar merasa Vania peduli, bukan hanya berpura-pura. Perhatian Vania pada dirinya dan Rayya, meski sering dibalut sikap dominan kadang terasa tulus. Kirana masih ingat jelas, saat ia terserang demam tinggi di kos, Vania datang tanpa diminta, membawakan bubur, mengganti kompres di dahinya, dan bahkan menginap semalaman hanya untuk memastikan Kirana baik-baik saja.

Momen-momen seperti itulah yang membuat semuanya terasa semakin rumit. Bahwa orang yang sama yang pernah menjaganya, juga menjadi orang yang pernah membuatnya terpuruk.

Kirana melepas emosinya dalam tangis. Biarlah malam ini ia meluapkan semua.

Malam terasa lebih dingin dari biasanya. Di luar, jalanan masih menyala oleh lampu oranye temaram. Di dalam, Kirana duduk di sudut ranjang, tubuhnya membungkuk memeluk lutut, napasnya berat tertahan oleh segala perasaan yang selama ini ia kubur rapat-rapat.

Bukan dendam, bukan amarah, bukan juga pengampunan.

Yang tertinggal hanyalah kepedihan yang tak bisa ditentukan arahnya. Seperti luka lama yang dibiarkan sembuh tanpa benar-benar dibersihkan, mengering di permukaan tapi bernanah di dalam.

Kirana tidak tahu apakah suatu hari ia bisa memaafkan Vania. Namun, ia tahu satu hal: ia tidak akan membiarkan rasa itu mendikte hidupnya. Tidak lagi.

Besok pagi, ia akan kembali ke kampus. Berdiskusi dengan dosen, mengemas temuannya, menyusun laporan penelitian akhir, dan pastinya meraih gelar Sarjana Farmasi untuk dapat mengamalkan ilmunya di kemudian hari.

Ada luka yang tidak akan pernah sepenuhnya hilang. Tapi Kirana percaya, akan datang hari ketika luka itu tak lagi menyakitkan untuk disentuh. Dan hari itu … meski belum sekarang, tetap patut untuk ditunggu.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Bisikan yang Hilang
61      55     2     
Romance
Di sebuah sudut Malioboro yang ramai tapi hangat, Bentala Niyala penulis yang lebih suka bersembunyi di balik nama pena tak sengaja bertemu lagi dengan Radinka, sosok asing yang belakangan justru terasa akrab. Dari obrolan ringan yang berlanjut ke diskusi tentang trauma, buku, dan teknologi, muncul benang-benang halus yang mulai menyulam hubungan di antara mereka. Ditemani Arka, teman Radinka yan...
Langit Jingga
2768      976     4     
Romance
"Aku benci senja. Ia menyadarkanku akan kebohongan yang mengakar dalam yakin, rusak semua. Kini bagiku, cinta hanyalah bualan semata." - Nurlyra Annisa -
Apakah kehidupan SMA-ku akan hancur hanya karena RomCom? [Volume 2]
1675      784     0     
Romance
Di jilid dua kali ini, Kisaragi Yuuichi kembali dibuat repot oleh Sakuraba Aika, yaitu ia disuruh untuk bergabung dengan klub relawan yang selama ini ia anggap, bahwa melakukan hal seperti itu tidak ada untungnya. Karena godaan dan paksaan dari Sakuraba Aika terus menghantui pikirannya. Akhirnya ia pun terpaksa bergabung. Seiring ia menjadi anggota klub relawan. Masalah-masalah merepotkan pun d...
Tinta Buku Tebal Riri
534      350     0     
Short Story
Cerita ini hanyalah fiktif belaka, apabila ada kesamaan kejadian, nama dan tempat hanyalah kebetulan semata. NB : picture from Pixabay.com
Kafa Almi Xavier (update>KarenaMu)
734      432     3     
Romance
Mengapa cinta bisa membuat seseorang kehilangan akal sehatnya padahal prosesnya sesederhana itu? Hanya berawal dari mata yang mulai terpikat, lalu berakhir pada hati yang perlahan terikat. °°°°##°°°° Berawal dari pesan berantai yang di kirim Syaqila ke seluruh dosen di kampusnya, hingga mengakibatkan hari-harinya menjadi lebih suram, karena seorang dosen tampan bernama Kafa Almi Xavier....
Samantha
484      349     0     
Short Story
Sesosok perempuan bernama Samantha yang terlalu percaya atas apa yang telah dia lihat di parkiran sekolah, membuatnya mengambil keputusaan untuk menjauhi sosok laki-laki yang dia cintai.
Sampai Kau Jadi Miliku
1642      773     0     
Romance
Ini cerita tentang para penghuni SMA Citra Buana dalam mengejar apa yang mereka inginkan. Tidak hanya tentang asmara tentunya, namun juga cita-cita, kebanggaan, persahabatan, dan keluarga. Rena terjebak di antara dua pangeran sekolah, Al terjebak dalam kesakitan masa lalu nya, Rama terjebak dalam dirinya yang sekarang, Beny terjebak dalam cinta sepihak, Melly terjebak dalam prinsipnya, Karina ...
Premonition
531      336     10     
Mystery
Julie memiliki kemampuan supranatural melihat masa depan dan masa lalu. Namun, sebatas yang berhubungan dengan kematian. Dia bisa melihat kematian seseorang di masa depan dan mengakses masa lalu orang yang sudah meninggal. Mengapa dan untuk apa? Dia tidak tahu dan ingin mencari tahu. Mengetahui jadwal kematian seseorang tak bisa membuatnya mencegahnya. Dan mengetahui masa lalu orang yang sudah m...
Kala Senja
34821      4901     8     
Romance
Tasya menyukai Davi, tapi ia selalu memendam semua rasanya sendirian. Banyak alasan yang membuatnya urung untuk mengungkapkan apa yang selama ini ia rasakan. Sehingga, senja ingin mengatur setiap pertemuan Tasya dengan Davi meski hanya sesaat. "Kamu itu ajaib, selalu muncul ketika senja tiba. Kok bisa ya?" "Kamu itu cuma sesaat, tapi selalu buat aku merindu selamanya. Kok bisa ya...
My Teaser Devil Prince
6419      1624     2     
Romance
Leonel Stevano._CEO tampan pemilik perusahaan Ternama. seorang yang nyaris sempurna. terlahir dan di besarkan dengan kemewahan sebagai pewaris di perusahaan Stevano corp, membuatnya menjadi pribadi yang dingin, angkuh dan arogan. Sorot matanya yang mengintimidasi membuatnya menjadi sosok yang di segani di kalangan masyarakat. Namun siapa sangka. Sosok nyaris sempurna sepertinya tidak pernah me...