Apa yang selama ini ditakutkan oleh Mori Kelinci dan seluruh penghuni kota Belantara Hijau, kembali terjadi. Hari ini, kawasan pohon-pohon berusia ribuan tahun, tempat ia dan Nenek serta ratusan ekor tupai biasa berpiknik di akhir pekan, terancam ditebang oleh manusia. Orang-orang itu datang dari tempat yang sangat jauh, lalu dengan seenak perut mengambil apa saja yang bukan miliknya. Mereka membawa gergaji mesin bergerigi tajam dengan suara menggeram yang sepuluh kali lebih menyeramkan dari auman singa jantan. Gara-gara ulah mereka, pohon-pohon besar rebah di tanah. Hanya tinggal menunggu diangkut dan dibawa pergi. Seperti yang sudah-sudah.
Tentu tidak ada yang senang akan hal itu. Tak terkecuali Mori dan neneknya yang hari ini sedianya akan pergi piknik, namun akhirnya batal karena kehadiran manusia. Mereka terpaksa harus menelan pahit kecewa. Sepanjang perjalanan pulang, Nenek tak henti-hentinya mengumpat kesal. Nenek jarang sekali mengumpat. Ia hanya mengumpat ketika terjadi sesuatu hal yang sungguh-sungguh membuatnya marah sehingga ingin sekali mengumpat. Dan kehadiran manusia selalu saja membuat Nenek tak tahan untuk segera mengumpat. Lihat saja, parasnya yang biasanya lembut, kini berubah menjadi geram. Ia terus saja mengutuk keji manusia-manusia rakus itu sampai nyaris saja tersedak ludahnya sendiri. Nenek jika sedang marah memang pantang untuk berhenti. Produksi kata-kata di dalam kepalanya mengalir deras laiknya air bah, meluber kesana kemari.
"Manusia-manusia rakus itu sejak dulu selalu mencuri milik kita," keluh Nenek lalu berhenti sejenak demi meluruskan pinggangnya yang diserang keropos. Mori memutuskan mengambil alih keranjang berisi wortel, sekerat roti keju, dan sejumlah buah berry segar di tangan sang nenek, kemudian dipanggulnya di pundak. Keduanya melangkah lambat-lambat menyusuri tanah lembap beratapkan ranting serta rumput-rumput kering, menuju rumah mereka di ujung kota Belantara Hijau.
Di kota Belantara Hijau semua hewan hidup berdampingan dalam damai. Tidak ada pertikaian, apalagi perang. Namun, seperti halnya di dalam sebuah buku cerita, kehadiran sosok musuh juga dibutuhkan. Dan musuh terbesar mereka hanyalah manusia. Jika tidak ada manusia rasanya hidup mereka akan baik-baik saja.
Hal pertama yang Mori lakukan setibanya di rumah adalah menuangkan sebotol cairan limun segar ke dalam gelas untuk diberikan kepada sang Nenek. Limun-limun itu diperoleh Mori secara gratis dari sekawanan lebah madu ketika fesitval bunga pekan lalu. Warnanya kuning tua, tapi bukan oranye, tapi kuning tua. Dalam sekejap, segelas limun berhasil ditandaskan oleh Nenek. Saat sedang emosi, neneknya memang mudah sekali kehausan.