Loading...
Logo TinLit
Read Story - Loveless
MENU
About Us  

Jangan tanya keadaan gue sekarang. Gue udah cukup frustrasi dengan vonis yang diterima, dan masih harus dihadapkan dengan sikap Ibu yang kayak gitu. Padahal, gue cuma pengin makan enak, sesekali, itupun biar gue mau makan aja karena beberapa hari di rumah sakit juga nggak bikin gue makan dengan nyaman. 

Gue duduk bersandar, melipat lutut, dan menyembunyikan wajah gue di sana. Ada perasaan bersalah karena udah bentak-bentak Ibu, tapi perasaan marah ini juga masih menyala dengan hebatnya. Gue udah cukup sakit dengan perkataan Ibu tentang gue sendiri, ditambah nama Bapak dibawa, seolah kepergiannya sesuatu yang direncakan dan memang ingin kami susah. Padahal, kalau bisa milih ... gue lebih memilih gue yang nggak ada, karena tau rasanya secapek apa jadi Bapak.

Tanpa sadar gue nangis. Nggak tau kenapa, ngalir gitu aja air matanya. Gue nggak pernah ngerasa sesakit ini sebelumnya. Sikap gue ke Ibu pun kalau dipikir lagi sangat keterlaluan, mungkin karena selama ini apa-apa gue tahan, kemudian menumpuk, akhirnya meledak juga. Kombinasi rasa marah, sakit, dan perasaan bersalah ternyata seburuk ini.

Sampai tiba-tiba gue merasakan tangan seseorang menyentuh pundak gue. Pelan, dan jelas banget dia ragu. Aroma cologne bayi yang tercium setelah kedatangannya, bikin gue yakin kalau itu benar-benar Selly.

"Maafin aku, ya, Mas, kalau aku cuma bikin Mas sama Ibu susah."

Rasanya pengin bilang nggak, tapi gue nggak bisa ngomong. Terlalu banyak rasa sakit yang menumpuk di dada, menelan semua kalimat yang pengin banget gue bilang ke Selly.

Dia merebahkan kepalanya di pundak gue, terus bilang, "Mas nangis, Ibu nangis. Aku bingung harus ngapain selain minta maaf, Mas. Kalau Mas kesulitan karena mimpiku, Mas bisa berhenti. Aku udah ikhlas buat nggak kuliah. Lagian, awalnya aku cuma gengsi karena semua temanku kuliah. Tapi, mereka mampu, dan aku nggak. Jadi, nggak masalah. Aku bisa kerja dulu, kalau ada rezeki, ya, nabung buat kuliah. Kuliah bisa kapan aja, kan, Mas?"

Hati gue makin sakit mendengar semua pengakuan anak itu.

"Jadi, mulai hari ini Mas boleh makan enak. Mas boleh memikirkan diri Mas sendiri. Mas boleh hidup buat diri Mas sendiri. "

Mendengar hal itu, gue mengangkat kepala perlahan, beralih menatap Selly, dan spontan bikin dia melakukan hal yang sama. Matanya merah dan berkaca-kaca, hidungnya juga punya rona yang sama. Dia cengeng, gue tau. Tapi kali ini Selly menahan semua perasaannya. Perasaan bersalah gue semakin dalam setelah sadar bukan cuma hati Ibu yang gue lukai, Selly juga. Secara nggak langsung tadi gue mengatakan kalau dia cuma beban dan gue keberatan terus hidup cuma buat dia.

Kami cukup berjarak belakangan, dan gue juga baru sadar itu. Gue sibuk dengan rasa sakit gue sendiri, sampai lupa kalau Selly juga mungkin sama sakitnya karena kondisi ekonomi kita yang seperti ini.

Anak itu naik sempurna ke atas tempat tidur gue, memeluk lutut, kemudian tersenyum sambil menatap gue.

"Aku cuma punya Ibu sama Mas di dunia ini, jadi jangan pergi, ya, Mas."

Selly senyum, tapi matanya mulai basah. Tatapnya sarat permohonan. God, kalau tadi aja gue udah ngerasa berantakan, sekarang rasanya lebih dari hancur. Dia beneran adik gue? Kamasellya Dyah Dhaneswari? Kenapa sakit banget lihat dia serapuh ini?

Dengan satu tarikan, gue bawa dia ke pelukan gue. "Mas minta maaf, Cel. Maaf kalau Mas belum bisa bahagiain kamu. Maaf kalau Mas belum bisa mencukupi semua yang kamu butuhkan dan memenuhi apa yang kamu mau."

Selly nggak jawab, dia cuma mengulang kalimat yang sama. Kali ini tangisnya pecah, nggak lagi ditahan kayak tadi. "Aku cuma punya Ibu sama Mas, jangan pergi, ya, Mas. Cuma Ibu sama Mas yang benar-benar sayang sama aku."

Gue tau, dengan karakter Selly yang sekarang sulit buat dia dapat teman. Dia pelit soal pelajaran, rugi kalau berbagi karena cuma sedikit yang dia punya, sekalinya habis-habisan, dia melakukan itu untuk orang yang salah dan mengorbankan Ibu. Gue cuma menebak, karena belakangan ini dia nggak kelihatan seceria saat pertama bilang dia punya pacar. Tapi, dia nggak mau cerita, mungkin karena hubungan kami nggak sehangat sebelumnya.

"Mas usahakan. Jangan nangis lagi. Mas tetap bakal berusaha nabung buat masa depan kamu, tapi Mas harap, kalau ternyata Mas nggak bisa memenuhi itu, kamu nggak akan marah atau kecewa. Mas sayang banget sama kamu dan Ibu, Cel. Sayang banget."

"Jangan pergi, ya, Mas. Jangan pergi."

Dia terus menangis dan memohon, bikin gue bingung sebenarnya Selly kenapa? Apa kejadian gue waktu itu bikin dia mikir yang nggak-nggak? Kalau masalah vonis itu gue yakin banget dia nggak tau karena gue sendirian pas dokter bilang.

Gue mengeratkan peluk, sambil berusaha menenangkan. "Nggak, Mas di sini. Sama kamu sama Ibu."

Tangisnya mulai mereda. 

"Tenangin Ibu, gih. Ibu pasti nggak mau ketemu Mas buat sekarang. Kamu jagain Ibu dulu."

Selly langsung mengangguk. Dia melepas pelukannya, terus turun dari tempat tidur gue dan bergegas ke kamar Ibu. Gue sendiri masih duduk melamun, bingung dengan apa yang barusan terjadi. Semua kayak cepat banget. Tiba-tiba gue meledak marah, nangis, terus secepat kilat juga semua perasaan itu hilang. Apa ini yang dinamakan lega? Lega karena akhirnya gue berani menyuarakan rasa sakit gue selama ini. 

Pas lagi duduk bengong, tiba-tiba HP gue bunyi. Ternyata Lala. Tadi gue sempat bilang dibolehin pulang, tapi dia belum ada balas. Mungkin emang sibuk, dan sekarang kayaknya baru sempat.

Lala

Nu, sorry banget baru pegang HP. Lagi chaos banget di sini. Tadi ada anak geng TXJ dateng ke sini, bilang mamanya nangis terus setelah pulang berobat. Pas ditanya kenapa, ternyata mamanya ngerasa dilecehin sama Pak Taufik.

Lala

Meja poli satu pecah, ditinju.

Saya

Terus gimana sekarang, La? Pak Taufiknya gimana?

Gue nggak heran, kalau terus menerus, bukan nggak mungkin hal kayak gini bakal terjadi. Apalagi, nggak semua korbannya lemah.

Lala

Nggak gimana-gimana, diam aja. Tangannya gemetar, sampe minta minum sama anak klinik.

Saya

Gue harap itu bakal jadi pelajaran berharga buat dia 

Lala

Gue nggak yakin, Nu. Kalau emang dia punya rasa takut, harusnya dari awal dia dengar ada orang tua pasien yang komplain harusnya dia berubah, ini nggak sama sekali malah makin jadi. Gue dengar itu dari Teh Bunga. Plot twistya, OB yang kerja di klinik kan disuruh beresin rumah Pak Taufik, mereka nemu lebih dari dua kardus kecil CD film dewasa. Berarti emang nggak beres dari awal, dari dulu bahkan.

Setelah membaca itu, gue makin yakin harus jagain Selly. Jangan sampe dia dirusak.

Lala

Eh, keadaan lo gimana? Beneran dibolehin pulang, kan, bukan karena Lo yang maksa?

Saya

Beneran kok, La. Udah enakan juga.

Saya

La ....

Lala

Kenapa, Nu?

Saya

Gue habis marah sama Ibu. Ibu nangis. Gue jahat, ya, La?

Lala

Nu, marah itu manusiawi, apalagi kalau jelas alasannya. Bukan berarti gue nyuruh lo jadi pemarah, ya. Nggak apa-apa sesekali lo marah. Nanti kalau udah sama-sama tenang, ngobrol pelan-pelan dan minta maaf.

Lala benar. Setelah tenang nanti, gue tetap harus minta maaf sama Ibu karena udah berani bentak-bentak. Ibu mungkin salah, tapi harusnya gue bisa ngomong dengan cara yang lebih baik.

Setelah ngobrol panjang lebar sama Lala, gue mendadak ngantuk. Jadi, gue memutuskan buat istirahat.

***

Jam setengah tiga dini hari dengan sedikit terhuyung gue berjalan ke kamar mandi. Perut gue sakit, beneran sakit yang nggak bisa ditahan. Padahal, gue udah minum obat yang dikasih dokter. Selain obat-obatan lambung, opioid juga diresepkan, tapi nggak mempan sama sekali, malah bikin mual.

Gue membungkuk dan memuntahkan isi lambung. Kayaknya gue mulai terbiasa, karena nggak kaget lagi pas lihat yang keluar cairan merah. Ekor mata gue menangkap bayangan, nggak tau siapa karena dalam kondisi begini hampir mustahil bisa fokus, jadi tangan gue refleks bergerak menutup pintu, takut itu Selly atau Ibu. Kapok bikin gaduh.

Pas lagi sibuk-sibuknya mengontrol diri, pintu kamar mandi diketuk. Gue nggak sempat jawab karena rasanya sakit banget, tapi di sela-sela usaha gue buat tetap sadar gue bergerak lesu membersihkan kekacauan itu, takut seseorang masuk dan melihat semuanya.

"Mas."

Ternyata suara Ibu. Gue belum sanggup menjawab karena masih batuk-batuk. Pintu terbuka lebar, nggak pake nunggu persetujuan gue, Ibu langsung masuk. Gue kaget banget karena Ibu tiba-tiba ngusap punggung gue.

"Kamu kenapa, Mas?"

Entah gue yang belakangan ini sensitif atau gimana, tapi ditanya kayak gitu aja hati gue selemah ini. Gue bangun, membersihkan diri, terus berbalik. Ibu lagi lihatin gue dengan tatapan yang benar-benar nggak bisa gue terjemahkan. Kayak prihatin dan sakit di saat bersamaan. 

"Mas ...." Ibu ngusap wajah gue yang basah dengan mata berkaca-kaca.

Gue kangen Ibu. Nggak tau kapan terakhir gue ditatap sehangat ini. "Ibu ...." Bahkan, getaran suara gue nggak bisa dikendalikan.

"Anak Ibu udah besar," katanya sambil mengusap puncak kepala gue, bikin badan gue benar-benar membeku. "Ibu minta maaf udah egois."

"Aku anak Ibu juga, kan, Bu?"

Ibu merengkuh badan gue, kemudian mendudukkan gue di kursi tanpa mengatakan apa pun, bahkan nggak merespons pertanyaan gue sebelumnya. Diambilnya tisu, terus dengan lembut Ibu menyeka jejak air yang bercampur keringat di wajah sampe leher gue.

"Mas Nu anak Ibu sama Bapak. Mas anak kami yang baik."

Gue nggak tau Selly bilang apa sama Ibu sebelum berangkat ke apotek kemarin sore, sampe kerasnya Ibu yang gue lihat di meja makan kemarin, berubah jadi selembut ini, tapi gue memilih menikmati.

"Mas Nu boleh nangis."

"Tapi, aku cowok."

"Bapak juga laki-laki, sudah beristri, dan punya anak tapi bisa nangis. Nggak apa-apa terlihat lemah, laki-laki juga manusia."

"Bu ...."

"Kesalahan Ibu ini besar sekali. Ibu sampai nggak tau dari mana harus mulai minta maaf. Ibu nggak bisa menyalahkan tekanan ekonomi, karena banyak yang lebih sulit hidupnya tapi bersikap lebih baik. Ibu cuma nggak bisa menerima kenyataan kalau Bapak nggak ada, dan artinya Ibu yang harus jadi tulang punggung keluarga. Ibu merasa nggak sekuat itu. Ibu jahat karena membebani kamu dengan itu semua untuk menyelamatkan diri sendiri. Ibu minta maaf, Mas."

Kali ini gue beneran nangis, nyaring. Gue nggak bisa menahan diri karena rasanya sakit banget. Ibu juga nangis, meluk gue, erat dan hangat. Gue kangen ini semua. Manusia dewasa juga butuh sosok seorang ibu lebih dari siapa pun, termasuk gue. Jadi, boleh, kan, gue bergantung?

"Mas Nu boleh nangis. Mas Nu boleh ngerasa lemah. Mas Nu boleh bilang nggak. Mas Nu boleh berhenti kalau capek."

Baru kali ini gue benar-benar nggak bisa berhenti. Gue menumpahkan semuanya. Rasa sakit, keresahan, dan ketakutan gue. Kalau biasanya nggak ada siapa-siapa, kali ini Ibu ngasih gue sedikit ruang buat bernapas. Ngasih gue tempat buat pulang.

How do you feel about this chapter?

1 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (36)
  • serelan

    Bahagia selalu ya kalian... Mas Nu udh nemuin kebahagiaan.. tetap bahagia selamanya, skrng ada orang² yg sayang banget sama Mas Nu. Ibu, Icel sama calon istrinya🥰

    Comment on chapter Chapter 24 - Penuh cinta
  • serelan

    Kejahatan pasti terbongkar. Mau sepintar apapun nyembunyiin bangkai pasti lama² kecium jg baunya.. para korban akhirnya pada speak up. Gak akan ada celah lagi buat si Topik ngelak. Kalo selama ini dia bisa bungkam para korban dengan powernya. Klo kasusnya udh nyebar gini udh gak bisa d tutupin lagi.. buat Wisnu harus sembuh ya biar bisa lebih lama lagi ngerasain kehangatan keluarganya..

    Comment on chapter Chapter 23 - Titik hancur
  • serelan

    Harus bahagia ya kalian.. jadi keluarga yg saling jaga.. dan si Topik² itu pokoknya harus dapet karma dari perbuatannya gimanapun caranya, dimudahkan jalannya..

    Comment on chapter Chapter 22 - Hangat
  • serelan

    Ya allah... siapa yang naro bawang di chapter ini? 😭 nangis banget baca ini...

    Comment on chapter Chapter 21 - Keputusan besar
  • serelan

    Nah ketauan kan sifat si Topik Topik itu.. ke orang² aja dia selalu bilang etika sopan santun pengen banget d pandang tinggi sama org. Tapi etika sopan santun dia aja minus. Dia lebih rendah drpd org yg dia kata²in.. sakit otaknya, cuma org² yg jual diri kyanya yg dia anggap punya etika sama sopan santun.. udh kebalik otaknya.

    Comment on chapter Chapter 20 - Pengakuan mengejutkan
  • serelan

    Nah gitu bu... baek baek sama Wisnu. Lagi sakit loh itu anaknya... Kira² Mas Wisnu bakal jujur gak ya ke keluarganya soal penyakitnya?

    Comment on chapter Chapter 19 - Memberi ruang
  • serelan

    Itu uang yang dihasilin sama Wisnu dari hasil kerja kerasnya selama ini yang selalu diambil semuanya sama si ibu ibu itu anda anggap apa bu? Kok masih aja bilangnya gak mau membantu keluarga padahal hasil kerjanya anda ambil semua. Selalu seneng klo ambil lembur karena nambah duit yg akhirnya diambil anda juga.. Masa gak boleh sesekali bahagiain diri sendiri buat apresiasi dari hasil kerja kerasnya, walau capek bisa tetap bertahan. Gak tiap hari loh bu... si ibu pengennya idup enak tapi Wisnu anaknya jadi sapi perah terus

    Comment on chapter Chapter 18 - Hilang fungsi
  • serelan

    Nu, kuat ya kamu... harus kuat... Icel jangan berubah pikiran lagi ya.. terus turutin apa kata Mas mu, karena apa yg dia bilang pasti yang terbaik buat kamu...

    Comment on chapter Chapter 17 - Tempat untuk pulang
  • serelan

    La, kamu ada rasa kah sama Nunu? Peduli banget soalnya sama Wisnu... Sell, mulai ya buat berubah jadi lebih baik, lebih perhatian sama Masmu ya...

    Comment on chapter Chapter 16 - Es pisang ijo segerobak
  • serelan

    Gimana perasaanmu Sell lihat Mas mu kya gitu? Nyesel? Peduli? Atau masih sama aja...

    Comment on chapter Chapter 15 - Tempat untuk jatuh
Similar Tags
Switch Career, Switch Life
347      291     4     
Inspirational
Kadang kamu harus nyasar dulu, baru bisa menemukan diri sendiri. Therra capek banget berusaha bertahan di tahun ketiganya kerja di dunia Teknik yang bukan pilihannya. Dia pun nekat banting setir ke Digital Marketing, walaupun belum direstui orangtuanya. Perjalanan Therra menemukan dirinya sendiri ternyata penuh lika-liku dan hambatan. Tapi, apakah saat impiannya sudah terwujud ia akan baha...
Darah Dibalas Dara
591      343     0     
Romance
Kematian Bapak yang disebabkan permainan Adu Doro membuat Dara hidup dengan dihantui trauma masa lalu. Dara yang dahulu dikenal sebagai pribadi periang yang bercita-cita menjadi dokter hewan telah merelakan mimpinya terbang jauh layaknya merpati. Kini Dara hanya ingin hidup damai tanpa ada merpati dan kebahagiaan yang tiada arti. Namun tiba-tiba Zaki datang memberikan kebahagiaan yang tidak pe...
Trying Other People's World
131      116     0     
Romance
Lara punya dendam kesumat sama kakak kelas yang melarangnya gabung OSIS. Ia iri dan ingin merasakan serunya pakai ID card, dapat dispensasi, dan sibuk di luar kelas. Demi membalas semuanya, ia mencoba berbagai hidup milik orang lain—pura-pura ikut ekskul jurnalistik, latihan teater, bahkan sampai gabung jam tambahan olimpiade MIPA. Kebiasan mencoba hidup-hidup orang lain mempertemukannya Ric...
When I Was Young
9215      1918     11     
Fantasy
Dua karakter yang terpisah tidak seharusnya bertemu dan bersatu. Ini seperti membuka kotak pandora. Semakin banyak yang kau tahu, rasa sakit akan menghujanimu. ***** April baru saja melupakan cinta pertamanya ketika seorang sahabat membimbingnya pada Dana, teman barunya. Entah mengapa, setelah itu ia merasa pernah sangat mengenal Dana. ...
FINDING THE SUN
458      200     15     
Action
Orang-orang memanggilku Affa. Aku cewek normal biasa. Seperti kebanyakan orang aku juga punya mimpi. Mimpiku pun juga biasa. Ingin menjadi seorang mahasiswi di universitas nomor satu di negeri ini. Biasa kan? Tapi kok banyak banget rintangannya. Tidak cukupkah dengan berhenti dua tahun hanya demi lolos seleksi ketat hingga menghabiskan banyak uang dan waktu? Justru saat akhirnya aku diterima di k...
DREAM
809      512     1     
Romance
Bagaimana jadinya jika seorang pembenci matematika bertemu dengan seorang penggila matematika? Apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah ia akan menerima tantangan dari orang itu? Inilah kisahnya. Tentang mereka yang bermimpi dan tentang semuanya.
Waktu Mati : Bukan tentang kematian, tapi tentang hari-hari yang tak terasa hidup
2291      1048     25     
Romance
Dalam dunia yang menuntut kesempurnaan, tekanan bisa datang dari tempat paling dekat: keluarga, harapan, dan bayang-bayang yang tak kita pilih sendiri. Cerita ini mengangkat isu kesehatan mental secara mendalam, tentang Obsessive Compulsive Disorder (OCD) dan anhedonia, dua kondisi yang sering luput dipahami, apalagi pada remaja. Lewat narasi yang intim dan emosional, kisah ini menyajikan perj...
Epic Battle
479      373     23     
Inspirational
Navya tak terima Garin mengkambing hitamkan sepupunya--Sean hingga dikeluarkan dari sekolah. Sebagai balasannya, dia sengaja memviralkan aksi bullying yang dilakukan pacar Garin--Nanda hingga gadis itu pun dikeluarkan. Permusuhan pun dimulai! Dan parahnya saat naik ke kelas 11, mereka satu kelas. Masing-masing bertekad untuk mengeliminasi satu sama lain. Kelas bukan lagi tempat belajar tapi be...
Anikala
888      423     2     
Romance
Kala lelah terus berjuang, tapi tidak pernah dihargai. Kala lelah harus jadi anak yang dituntut harapan orang tua Kala lelah tidak pernah mendapat dukungan Dan ia lelah harus bersaing dengan saudaranya sendiri Jika Bunda membanggakan Aksa dan Ayah menyayangi Ara. Lantas siapa yang membanggakan dan menyanggi Kala? Tidak ada yang tersisa. Ya tentu dirinya sendiri. Seharusnya begitu. Na...
Ellipsis
2310      970     4     
Romance
Katanya masa-masa indah sekolah ada ketika kita SMA. Tidak berlaku bagi Ara, gadis itu hanya ingin menjalani kehidupan SMAnya dengan biasa-biasa saja. Belajar hingga masuk PTN. Tetapi kemudian dia mulai terusik dengan perlakuan ketus yang terkesan jahat dari Daniel teman satu kelasnya. Mereka tidak pernah terlibat dalam satu masalah, namun pria itu seolah-olah ingin melenyapkan Ara dari pandangan...