Loading...
Logo TinLit
Read Story - Loveless
MENU
About Us  

Belasan tahun hidup, gue nggak nyangka bisa ada di titik ini. Sendiri, berhadapan sama dokter yang siap membacakan vonis. Di tangannya udah ada hasil pemeriksaan gue, mungkin karena termasuk kondisi gawat darurat, jadi hasilnya bisa diterima lebih cepat. Padahal, kemarin mereka bilang hasilnya baru bisa diterima tujuh sampai empat belas hari.

Setelah diam cukup lama sambil mengamati hasilnya, laki-laki berjas putih itu akhirnya beralih pandang. Sepasang matanya yang kelihatan sayu dan capek kini menatap gue dengan tatapan yang sulit diartikan. Antara bingung, kasihan, atau ... entahlah. 

"Wisnu, bagaimana keadaan kamu sekarang? Sudah mendingan perutnya?"

"Alhamdulillah baikan, Dok. Masih sedikit mual, tapi udah nggak ada muntah lagi."

"Alhamdulillah, saya ikut senang kalau sedikit membaik."

Dokter itu diam beberapa saat setelahnya, bikin gue makin deg-degan.

"Orang tua kamu di mana? Saya perlu bicara soal kondisi kamu."

"Sama saya aja, Dok. Bapak udah nggak ada, Ibu masih di kios jam segini, dan adik saya lagi sekolah. Nggak apa-apa kok."

Tarikan napasnya terdengar berat, lebih dari gue yang menjalani. Gue nggak tau apakah setelah mendengar hasilnya masih bisa setegar ini? Tapi feeling gue emang jelek sejak awal. Jadi, gue berharap bisa konsisten berekspresi biar mereka yang lihat juga nggak sama frustrasinya sama gue. "Dok, nggak apa-apa, aman. Sebenarnya saya kenapa?" Gue kembali bertanya setelah mencoba meyakinkan.

"Seperti kecurigaan saya saat endoskopi, hasil biopsinya pun menunjukkan adanya sel ganas di lambung kamu. Dari hasil CT-scan juga terlihat adanya penyebaran ke kelenjar getah bening. Sampai sejauh ini tidak ditemukan adanya metastasis ke hati, paru, atau organ lain selain itu. Jadi, kalau kami kategorikan, ini sudah masuk stadium III A."

Sebentar ... gue masih berusaha mencerna kata demi kata. Sel ganas, metastasis atau penyebaran, stadium III A? Gue nggak tau penyakit apa aja yang secara spesifik bisa menyebutkan detail itu, tapi ... apa ini yang disebut kanker? 

"Dok, maaf ... bisa dipersingkat? Apa sel ganas yang Dokter maksud itu kanker?Maksudnya kanker lambung stadium III A?"

"Betul, Wisnu."

"Udah nggak bisa sembuh, ya, Dok? Atau masih?"

"Kita bisa mengupayakannya dengan berbagai metode pengobatan. Kamu masih muda, kuat, tapi ini memang butuh penanganan jangka panjang. Jadi, harus sabar."

Setelah itu, dokter tersebut mulai menjelaskan soal pengobatan, bahkan efek samping dan segala kemungkinannya. Gue pikir bisa tetap sekuat pertama, ternyata nggak. Pikiran gue kabur perlahan saat dokter menjelaskan. Seolah itu bukan sesuatu yang bisa gue terima. Kalau hal yang paling gue takutkan terjadi, gimana Ibu sama Selly?

"Wisnu, kamu mengerti?"

Gue tersentak, berusaha kembali fokus, dan mengangguk berlagak mengerti. Padahal, banyak obrolan yang sepertinya gue lewatkan.

"Kita jadwalkan lagi minggu depan, ya."

"Dok, di-cover BPJS nggak? Kalau nggak, berapa lama saya bisa hidup tanpa pengobatan?"

"Tanpa pengobatan, angka harapan hidup kecil. Bisa hanya beberapa bulan atau kurang dari satu tahun. Jadi, saya sarankan kamu bicarakan dulu kondisi kamu dengan keluarga, supaya kita bisa mulai pengobatan secepatnya. Lebih cepat lebih baik, Wisnu."

"Saya pikir-pikir dulu, ya, Dok. Soalnya saya harus kerja. Saya takut pengobatan justru mengganggu kerjaan saya nantinya. Kalau cuma sakit, saya bisa tahan. Kecuali kalau kayak semalam."

Dokternya langsung geleng-geleng. Iya, gue tau gue nakal. Menurut gue itu kalimat paling masuk akal yang bisa gue katakan sekarang. Gue harus memikirkan banyak hal, terutama kerjaan, keungan, dan keluarga. Jangan sampe keputusan yang gue ambil berdampak sama ketiganya. Belakangan ini gue merasa sedikit terbantu karena hobi gue dari SMP ternyata menghasilkan. Tapi, gue nggak bisa bergantung sepenuhnya karena nggak setiap hari orang butuh kover atau ilustrasi. Selly yang bakal jadi korban. Sekolahnya berantakan, mimpinya juga.

Dokter kembali memberi peringatan, dan berharap gue memberi keputusan secepatnya. Gue bukan orang penting, tapi melihat bagaimana seriusnya mereka meyakinkan, gue sadar ini genting.

Sekarang gue nggak tau siapa orang pertama yang harus gue kabarin. Ibu? Nggak mungkin. Selly? Apalagi. Lala? Kayaknya udah terlalu sering gue ngerepotin dia. Gue menghela napas, sibuk dengan pikiran gue sendiri. Nggak pernah kepikiran sebelumnya kalau ternyata punya tempat buat pulang bakal sepenting ini. Tapi, tempat pulang nggak selalu bicara tentang rumah atau keluarga, kan? Malah orang asing ini yang terus muncul di kepala gue.

Lalisa. Cuma dia yang nggak akan langsung ngomongin soal uang, apalagi menyalahkan. Gue lagi butuh ditanya, karena jujur gue dalam kondisi yang jauh dari kata baik.

Saya

La, gue sakit.

Akhirnya satu pesan itu berhasil terkirim, dan dia nggak bohong soal bakal selalu ada. Cuma sepersekian detik setelahnya, pesan gue berbalas.

Lala

Sakit apa, Nu? Hasilnya udah keluar?

Saya

Kanker lambung stadium III A.

Saya

Gue bisa hidup lebih lama nggak, ya, La? Gue masih pengin kerja. Masih pengin bahagiain Ibu sama Icel.

Kali ini Lala hilang cukup lama. Entah sibuk atau justru kaget. Gue tau, kanker aja, tuh, udah bikin orang-orang paranoid, apalagi stadiumnya. Apa tadi harusnya gue nggak usah bilang, ya?

Lala

Nu? Mau telepon nggak? Tapi, gue sambil kerja yaa. Siapa tau lo butuh pundak. Tapi online dulu oke? 😉

Aneh, kenapa tiba-tiba gue senyum? Seriusan karena Lala? Dia lucu juga kalau lagi kalem gitu. Nggak maung-maung banget kayak biasanya. Padahal, gue pikir dia bakal ngomel atau nangis lagi, ternyata reaksinya nggak seburuk itu.

Saya

Kerja dulu aja, La. Makasih udah mau ngeluangin waktu.

***

Ternyata gue belum bisa pulang karena Hb gue terjun bebas. Mungkin karena terlalu sering terjadi perdarahan atau apa nggak ngerti juga. Padahal, gue udah bingung ngasih alasan sama Ibu. Selama beberapa bulan kerja, gue nggak pernah nggak pulang. Jadi, berhari-hari lembur pasti mengundang kecurigaan walaupun gue tau Ibu bakal senang-senang aja.

Gue chat Selly, dan bilang belum bisa pulang. Jadi, gue minta tolong sama dia buat bohong lagi sama Ibu. Jahat, tapi demi kebaikan, untuk saat ini setidaknya.

Sebenarnya, terlepas dari Hb gue yang drop, kondisi gue juga masih belum bisa dibilang baik. Beneran ketolong infus, soalnya makanan belum bisa masuk. Gue pikir penyiksannya udahan, ternyata setiap habis makan, muntah. Padahal, di sini makan gratis, nggak harus mikirin uangnya dari mana. Tapi, tetap aja ... bukan waktunya menikmati momen gratisan ini.

Orderan kover yang masuk juga banyak, mungkin karena musim kompetisi. Untungnya Lala bawa tas gue ke sini, jadi tablet dan HP gue juga aman. Gue jadi aktif mantengin berita tentang menulis dan sejenisnya karena dari situ rezeki gue mengalir. Salah satunya kompetisi menulis yang lagi berlangsung sekarang. Karena itu, gue jadi banjir orderan. Beberapa gue tolak karena tingkat kesulitan permintaan mereka lumayan tinggi, sedangkan dalam kondisi gue yang sekarang, nyaris mustahil bisa menyelesaikan degan cepat. Padahal, kalau bicara soal harga, mahal, tapi gue nggak sanggup. Bisa menyelesaikan tiga kover simpel dalam sehari aja udah alhamdulillah, walaupun sambil Ya Allah ... Ya Allah bonus pusing sama mual.

Ini kover ketiga gue hari ini, harganya cuma Rp50.000,- karena cuma beberapa cuma pake objek benda. Pas lagi anteng mainan tools aplikasi editing, satu notifikasi muncul. Selly.

Icel ❤️

Mas, aku nggak jadi ambil tawaran atasan Mas buat kuliah. Aku mau nabung aja. Lagian masih lama, dan Mas juga janji mau berusaha. Jadi, aku nungguin Mas aja.

Saya

Kamu serius? Makasih, ya, Cel, kamu udah mau percaya sama Mas.

Saya

Kamu mau jajan apa? Mas ada rezeki sedikit. Nanti kamu beli buat Ibu juga, ya. Makan bareng-bareng.

Icel ❤️ 

Nggak pengin apa-apa, sih, sebenarnya. Tapi, kalau Mas maksa boleh. Ibu suka roti bakar. Aku beli itu aja kali, ya, nanti.

Saya

Oke nanti Mas transfer ya.

Selly nggak balas lagi, tapi gue bersyukur dia berubah pikiran. Mungkin karena gue berdarah-darah kemarin itu kali, ya, jadi dia langsung ngambil keputusan. Ternyata penyakit ini ada gunanya juga. Setelah bertahun-tahun hampir nggak pernah menang kalau adu argumen sama Selly dan Ibu, kali ini gue menang cuma karena pingsan dan muntah darah. Bukan sesuatu yang patut dibanggakan, sih, tapi ini pencapaian terbesar gue selama hidup.

Icel ❤️ 

Kata Teh Lala siang tadi hasilnya keluar. Gimana hasilnya? Dokter bilang apa?

Saya

Tukak lambung, kan, dari dulu emang gitu.

Icel ❤️ 

Mas nggak bohong? Aku nggak bodoh lho. Aku bisa nyari tau apa yang bahkan nggak pernah Mas pikirin.

Gue kaget, tapi berusaha bersikap normal. Selly nggak akan mungkin nyari sesuatu yang nggak bikin dia penasaran. Dari dulu kayak gitu. Jadi, gue harap sekarang pun nggak. 

Saya

Ngapain Mas bohong, sih, Cel?

Icel ❤️ 

Kapan boleh pulang? Aku nggak bisa ke sana malam ini karena Ibu pasti curiga. Mas nggak mau bilang sama Ibu aja? Biar ada yang jagain

Saya

Mas udah gede, nggak usah dijagain. Kamu hati-hati nanti pulangnya. Titip Ibu.

Setelah transfer uang ke Selly, gue memutuskan buat lanjutin kerjaan. Sedikit lagi, baru bisa istirahat. Ujian kali ini jujur berat, tapi buat nyerah rasanya juga gimana. Gue udah jalan sejauh ini. Kata-kata Lala juga terus tergiang-ngiang. Gue harap, sebelum ‘waktunya’ datang, gue udah sampai ke titik itu. Titik di mana gue bisa mencintai diri sendiri lebih banyak dan sadar bahwa gue sebenarnya berharga. Karena untuk saat ini, gue belum menemukan alasan yang membuat diri gue punya nilai.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 1 1
Submit A Comment
Comments (36)
  • serelan

    Sell... itu masmu loh.. org² nginjak harga dirinya.. kamu yg keluarga pun sama aja.. memperparah rasa sakitnya.. bukannya saling mendukung dan menguatkan malah kya gitu..

    Comment on chapter Chapter 14 - Memindahkan sakitnya
  • serelan

    Si Cantika mulutnya harus d sekolahin. Bener² gak ada akhlak tu org. Hidupnya aja belum tentu bener sok²an ngurusin hidup org lain.. Pikirin baik² ya Sell apa yg dibilangin mas mu. Jangan ngeyel terus akhirnya nyesel..

    Comment on chapter Chapter 13 - Teman bicara
  • serelan

    Ngenes banget sih Nuuu...
    Lagi sakit aja berobatnya sendiri gak ada anggota keluarga yang bisa d andalkan... La, baik² ya ama Nunu. Di tempat kerja cuma kamu yg bisa dia andalkan, yg bisa jagain dia dari semua makhluk laknat yg ada d sana..

    Comment on chapter Chapter 12 - Serius
  • serelan

    Wisnu berusaha keras buat jaga adiknya, gak mau sesuatu yang buruk terjadi. Tapi semua yang dilakukan Wisnu selalu disalah artikan mulu sama ibu & adiknya. Pikirannya negative mulu sama Wisnu. Padahal yg keluarganya kan Wisnu ya? Tapi lebih percaya org yang baru dikenal yg belum tau sifatnya seperti apa²nya..

    Comment on chapter Chapter 11 - Kebaikan atau sogokan? Kebaikan atau kesepakatan?
  • serelan

    Kesel banget sama ibunya..
    Anakmu lagi sakit loh itu.. malah dikatain pemalas.. gak ada peka²nya sama sekali kah sama kondisi anak sendiri? Apa jangan² Nu Wisnu anak pungut😭 parah banget soalnya sikapnya ke Wisnu. Tidak mencerminkan sikap seorang ibu terhadap anaknya..

    Comment on chapter Chapter 10 - Takut
  • alin

    Singkirin aja itu ibu dan icel, makin lama makin nyebelin. Kesel sama ibunya dan Selly disini. Kasian Wisnu. Yang kuat ya, Kak Nu🥺 hug Wisnu🥺🫂

    Comment on chapter Chapter 10 - Takut
  • nazladinaditya

    lo udah sesakit itu aja masih kepikiran nyokap dan adek lo yaa, nu. anak baik :((

    Comment on chapter Chapter 9 - Gelap dan hening lebih lama
  • serelan

    Wisnu nya udh kya gitu awas aja tu kluarganya klo masih gak ada yg peduli juga, keterlaluan banget sih..

    Comment on chapter Chapter 9 - Gelap dan hening lebih lama
  • serelan

    Nu, kamu tuh hebat banget asli. Saat berada dalam kondisi terburuk pun masih sempat aja mikirin tanggung jawab, mikirin ibu & adik mu. Tapi, orang² yg kamu pikirin, yang berusaha kamu jaga bahkan gak pernah mikirin kamu sama sekali. Minimal nanya gitu kondisi kamu aja nggak. Yang mereka peduliin cuma uang aja. Apalagi si Selly noh sampe bohongin ibu, nyuri uang ibu, mana di pake buat sesuatu yg gak baik pula. Mana katanya ntar klo udh ada uang lagi bakal di pake beliin yg lebih bagus lebih mahal. Mau nyari uang dimana dia? Nyuri lagi?

    Comment on chapter Chapter 9 - Gelap dan hening lebih lama
  • nazladinaditya

    wisnuuu:( u deserve a better world, really. lo sabar banget aslian. hug wisnuu🤍🥺

    Comment on chapter Chapter 8 - Lebih dari hancur
Similar Tags
PUZZLE - Mencari Jati Diri Yang Hilang
848      578     0     
Fan Fiction
Dazzle Lee Ghayari Rozh lahir dari keluarga Lee Han yang tuntun untuk menjadi fotokopi sang Kakak Danzel Lee Ghayari yang sempurna di segala sisi. Kehidupannya yang gemerlap ternyata membuatnya terjebak dalam lorong yang paling gelap. Pencarian jati diri nya di mulai setelah ia di nyatakan mengidap gangguan mental. Ingin sembuh dan menyembuhkan mereka yang sama. Demi melanjutkan misinya mencari k...
Resonantia
668      492     0     
Horror
Empat anak yang ‘terbuang’ dalam masyarakat di sekolah ini disatukan dalam satu kamar. Keempatnya memiliki masalah mereka masing-masing yang membuat mereka tersisih dan diabaikan. Di dalam kamar itu, keempatnya saling berbagi pengalaman satu sama lain, mencoba untuk memahami makna hidup, hingga mereka menemukan apa yang mereka cari. Taka, sang anak indigo yang hidupnya hanya dipenuhi dengan ...
UNTAIAN ANGAN-ANGAN
458      368     0     
Romance
“Mimpi ya lo, mau jadian sama cowok ganteng yang dipuja-puja seluruh sekolah gitu?!” Alvi memandangi lantai lapangan. Tangannya gemetaran. Dalam diamnya dia berpikir… “Iya ya… coba aja badan gue kurus kayak dia…” “Coba aja senyum gue manis kayak dia… pasti…” “Kalo muka gue cantik gue mungkin bisa…” Suara pantulan bola basket berbunyi keras di belakangnya. ...
Gadis Kopi Hitam
1128      791     7     
Short Story
Kisah ini, bukan sebuah kisah roman yang digemari dikalangan para pemuda. Kisah ini, hanya sebuah kisah sederhana bagaimana pahitnya hidup seseorang gadis yang terus tercebur dari cangkir kopi hitam yang satu ke cangkit kopi hitam lainnya. Kisah ini menyadarkan kita semua, bahwa seberapa tidak bahagianya kalian, ada yang lebih tidak berbahagia. Seberapa kalian harus menjalani hidup, walau pahit, ...
VampArtis United
2339      1295     3     
Fantasy
[Fantasi-Komedi-Absurd] Kalian harus baca ini, karena ini berbeda... Saat orang-orang bilang "kerja itu capek", mereka belum pernah jadi vampir yang alergi darah, hidup di kota besar, dan harus mengurus artis manusia yang tiap hari bikin stres karena ngambek soal lighting. Aku Jenni. Vampir. Bukan yang seram, bukan yang seksi, bukan yang bisa berubah jadi kelelawar. Aku alergi darah. B...
Is it Your Diary?
269      221     0     
Romance
Kehidupan terus berjalan meski perpisahan datang yang entah untuk saling menemukan atau justru saling menghilang. Selalu ada alasan mengapa dua insan dipertemukan. Begitulah Khandra pikir, ia selalu jalan ke depan tanpa melihat betapa luas masa lalu nya yang belum selesai. Sampai akhirnya, Khandra balik ke sekolah lamanya sebagai mahasiswa PPL. Seketika ingatan lama itu mampir di kepala. Tanpa s...
Bersyukurlah
441      308     1     
Short Story
"Bersyukurlah, karena Tuhan pasti akan mengirimkan orang-orang yang tulus mengasihimu."
Aku yang Setenang ini Riuhnya dikepala
79      70     1     
True Story
Asa
4871      1470     6     
Romance
"Tentang harapan, rasa nyaman, dan perpisahan." Saffa Keenan Aleyski, gadis yang tengah mencari kebahagiaannya sendiri, cinta pertama telah di hancurkan ayahnya sendiri. Di cerita inilah Saffa mencari cinta barunya, bertemu dengan seorang Adrian Yazid Alindra, lelaki paling sempurna dimatanya. Saffa dengan mudahnya menjatuhkan hatinya ke lubang tanpa dasar yang diciptakan oleh Adrian...
A Sky Between Us
78      67     2     
Romance
Sejak kecil, Mentari selalu hidup di dalam sangkar besar bernama rumah. Kehidupannya ditentukan dari ia memulai hari hingga bagaimana harinya berakhir. Persis sebuah boneka. Suatu hari, Mentari diberikan jalan untuk mendapat kebebasan. Jalan itu dilabeli dengan sebutan 'pernikahan'. Menukar kehidupan yang ia jalani dengan rutinitas baru yang tak bisa ia terawang akhirnya benar-benar sebuah taruha...