Loading...
Logo TinLit
Read Story - Loveless
MENU
About Us  

Tak terasa waktu 2 minggu terasa singkat sekali. Liburan akhir semester telah usai. Rintik harus berkutat dengan rutinitasnya yakni sekolah. Ia memakai baju batik di hari pertama ini. Hari Rabu. Di tahun yang sudah berganti namun tetap seperti tidak ada perbedaan yang berpengaruh pada kehidupannya. Ia tidak merayakan hari tahun baru dan bahkan ia menghabiskan banyak waktu untuk rebahan di kamar.

            Sejak ia mengetahui Cakra menjadi perokok dan senang gonta-ganti pacar, Rintik menjadi selalu merasa bersalah karena pernah menyakiti hati Cakra. Ia tidak bermaksud untuk menyakiti laki-laki itu. Namun ada alasan khusus dibalik itu semua.

            “Cea udah nggak sekolah lagi, Rin.” Zahra memberitahukan isu terkini yang sedang hangat di kelasnya.

            “Bagus kalau gitu. Pasti banyak yang senang dengan berita itu,” kata Rintik dengan keras yang membuat banyak teman kelasnya yang mendengar. “Terutama lo kan, Ran?”

            Randi mengerutkan kening. “Kenapa gue?”

            “Karena lo nggak akan punya bahan gosip lagi tentang Cea. Apalagi lo suka cari masalah dengan bersekutu sama Adel.” Rintik benar-benar tidak habis pikir dengan Randi. Mengapa laki-laki itu ingin dimanfaatkan Adel. Seharusnya sebagai ketua kelas ia berlaku adil.

            “Gue nggak bersekutu dengan Adel. Gue cuma mau kelas kita aman dan nyaman,” elak Randi. Ia tidak terima disudutkan oleh Rintik.

            Belum sempat Rintik membalas ucapan Randi, tiba-tiba wali kelasnya datang. Biasanya di hari pertama masuk maka akan ada jam kosong namun entah mengapa hari ini wali kelasnya datang. “Mohon perhatiannya semua. Harap duduk di tempat duduknya masing-masing. Ada yang ingin Bapak sampaikan pada kalian,” kata Pak Herman.

            Semua mengikuti perintah. Duduk dan siap mendengarkan hal yang akan disampaikan.

            “Pertama, Bapak ucapkan selamat masuk kembali setelah hampir 2 pekan kalian libur. Dan akan ada yang bergabung di kelas ini pada semester ini. Murid baru yang akan menjadi teman kalian. Nak Rafa silakan masuk,” ucap Pak Herman.

            Seorang laki-laki yang mengenakan seragam putih abu-abu masuk. Semua pandangan tertuju pada anak baru itu. Rintik pun terkejut melihat siapa yang berdiri di samping wali kelasnya.

            “Silakan kamu perkenalkan diri kamu,” kata Pak Herman.

            Rafa memperkenalkan dirinya dengan singkat. Lalu Pak Herman memilihkan tempat duduk untuknya. Tepat di belakang Rintik.

            Setelah memperkenalkan Rafa, Pak Herman pamit keluar. Seketika kelas ricuh dengan anak-anak yang mengajak Rafa untuk salaman. Kecuali Rintik yang masih duduk mematung.

            “Lo nggak mau salaman sama gue?” kata Rafa dari belakang yang masih didengar Rintik.

            Rintik tidak menanggapi omongan Rafa sama sekali. Ia masih mengira ini semua halusinasi. Alasan mengapa dirinya bisa seterbuka itu dengan Rafa karena ia berpikir tak masalah menceritakan apapun pada laki-laki itu karena tidak satu sekolahan dengannya. Dan kini fakta bahwa Rafa bersekolah di SMA yang sama dengannya dan satu kelas membuat Rintik menyesali curhatannya.

            Rintik beranjak dari duduknya. Ia keluar kelas tanpa membalas ucapan Rafa. Semua orang yang ada di kelas memandang aneh pada Rintik yang terkesan sangat tidak ramah pada Rafa.

            “Maafin dia ya, Sob. Dia emang sedikit aneh,” kata Randi.

            “Nggak pa-pa kok. Gue nggak masalah digituin. Permisi ya, gue pengen keluar dulu,” kata Rafa. Ia pergi keluar dan mencari keberadaan Rintik.

            Rafa bertanya-tanya pada orang yang ia temui hingga ia bertemu dengan Adel.

            “Lo siapa? Kenapa lo pakai baju putih abu-abu?” tanya Adel. Ia merasa asing dengan Rafa karena tidak pernah tahu.

            “Gue Rafa. Anak baru dari 11 IPA 1. Lo ngeliat Rintik nggak?” tanya Rafa.

            “Rintik? Ada apa lo sama Rintik? Tadi gue liat dia ke perpustakaan,” ucap Adel.

            Tanpa membalas perkataan Adel, Rafa langsung mencari letak perpustakaan.

            “Uhm, Rafa. Boleh juga nih cowok,” gumam Adel sambil tersenyum.

            Setelah mencari perpustakaan dengan bertanya-tanya pada orang-orang, akhirnya ia menemukan perpustakaan. Ia melihat Rintik yang sedang duduk sambil meletakkan kepalanya di atas meja. “Kenapa lo kabur?” tanya Rafa yang telah duduk di samping Rintik.

            “Gue nggak nyangka lo akan satu sekolahan dengan gue,” kata Rintik tanpa mengangkat kepalanya.

            “Lo nggak suka gue sekolah di sini?” tanya Rafa.

            Rintik menggeleng. “Bukannya gue nggak suka. Tapi ada rahasia yang udah gue ceritain ke lo dan nggak pernah gue ceritain ke teman-teman gue di sini.”

            “Lo takut gue akan bocorin hal itu ke anak-anak? Nggak mungkin. Gue ini orang yang sangat amanah. Jadi jangan takut kalau apa yang lo beritahu ke gue itu akan nyebar. Oke?” Rafa meyakinkan gadis berkacamata itu.

            Rintik mengulurkan tangan kanannya pada Rafa. “Janji?”

            Rafa tersenyum. “Gue janji. Gue nggak akan melanggarnya. Jadi jangan menjauh dari gue. Bisa kan?” ucapnya.

            Senyum Rafa menular. “Iya,” kata Rintik sambil tersenyum.

            Rintik menjadi tour guide Rafa dengan menunjukkan semua bangunan yang ada di sekolah. Hingga ia berpapasan dengan Cakra saat mengajak Rafa untuk melihat kantin.

            Cakra tampak kurus, kantung matanya terlihat jelas, pipinya menjadi lebih tirus, dan wajahnya tidak secerah dulu. Dari fisik saja Cakra menjadi orang yang berbeda.

            “Kita ketemu lagi. Lo sekolah di sini sekarang?” kata Cakra yang mendekati Rintik dan Rafa.

            “Iya. Ini hari pertama gue dan Rintik memandu gue untuk lihat-lihat,” jawab Rafa.

            Cakra menatap Rintik. “Bagus deh. Lo milih orang yang tepat untuk nunjukkin lo tempat-tempat di sekolah.” Setelah mengucapkan itu, Cakra pergi dari kantin.

            “Maaf ya. Lo jadi ketemu dia,” kata Rafa.

            “Nggak pa-pa. Bukan salah lo kok.” Rintik berusaha untuk tersenyum.

-0-

            Pulang sekolah, Rintik hendak memesan ojek online. Namun Rafa datang dengan motornya. “Nebeng gue aja yuk.” Rafa menawarkan tumpangan pada Rintik.

            “Gue ngojek aja deh,” tolak Rintik yang tidak enak kalau ada yang melihat.

            “Apa bedanya sih kalau sama gue. Udah naik aja,” paksa Rafa.

            Karena Rafa terus memaksanya akhirnya Rintik menyetujui. Ia duduk di belakang Rafa dengan menaruh tas ranselnya di tengah. Agar ada jarak antara mereka.

            “Mau mampir kemana gitu nggak?” tanya Rafa.

            “Nggak usah. Gue kan nggak bawa helm. Nanti kalau kena tilang gimana,” ucap Rintik.

            “Ya nggak gimana-mana. Tinggal bayar. Atau kita beli helm dulu?” tawar Rafa.

            Tentu Rintik menolak usulan Rafa untuk membeli helm. “Gue udah punya helm banyak di rumah,” kata Rintik.

            Rafa tertawa. “Gue baru tahu kalau lo punya toko helm di rumah,” guraunya.

            “Nggak gitu, maksud gue... ”

            Tin... tin... tin...

            Suara klakson mobil dari belakang membuat Rintik tidak melanjutkan ucapanya. Ia menoleh ke belakang sedangkan Rafa meminggirkan motornya agar mobil di belakang tidak ribut mengklakson terus-menerus.

            “Itu mobil nggak bisa nyantai apa ya?” kata Rafa.

            Rintik yang tahu itu mobil siapa hanya terdiam. Mobil itu milik Cakra karena Rintik hafal pelat mobilnya.

            “Akhirnya udah sampai,” kata Rafa saat sudah di depan pintu gerbang rumah Rintik.

            “Makasih ya. Lo jadi harus nganter gue dulu,” ucap Rintik.

            “Nggak pa-pa kali. Gue jadi bisa lihat-lihat kompleks perumahan lo,” kata Rafa. “Cepet masuk. Kayaknya mau hujan.”

            Rintik tersenyum lalu melambaikan tangannya. “Hati-hati ya. Gue masuk dulu,” katanya.

            Rafa mengangguk. Kemudian Rintik membuka gerbang dan masuk ke dalam rumah.

            Malam harinya sekitar pukul tujuh. Rintik pergi ke rumah Cea. Ia ingin membujuk temannya untuk kembali sekolah. Bagaimanapun perilaku Cea terhadapnya, ia tidak peduli. Baginya sekolah akan membuat harapan yang lebih baik untuk Cea meskipun gadis itu tidak pernah bercerita mengenai kehidupan pribadinya secara terbuka.

            Di depan rumah Cea, Rintik memberanikan diri untuk mengetuk pintu. Ia menelan ludah dan mengangkat tangan kanannya. Beberapa kali pintu diketuk tidak ada jawaban.

            Akhirnya setelah hampir lima menit, pintu itu terbuka. Muncul Cea dengan kaos pendek dan celana selutut. Wajahnya pucat pasi dan tampak tidak sehat.

            “Lo sakit, Ce?” tanya Rintik. Ia segera menyentuh kening Cea. Suhu tubuh temannya itu sangat tinggi. “Lo mesti ke rumah sakit.” Rintik tampak khawatir.

            Cea menepis tangan Rintik. “Nanti juga sembuh sendiri. Mending lo pergi dari sini. Nanti kalau ada yang tahu lo masih deket sama gue, nanti bakal ada yang gosipin lo.”

            “Apaan sih, Ce. Gue kan temen lo. Digosipin apa juga nggak ngaruh sama gue. Yuk gue anter lo ke rumah sakit,” kata Rintik yang menarik tangan Cea. “Lo masih kuat kalau gue boncengin kan?” kata Rintik setelah di dekat motornya yang terparkir di depan pintu gerbang rumah Cea.

            Setahu Rintik, orang tua Cea sudah meninggal tiga tahun yang lalu. Jadi Cea hanya tinggal seorang diri di rumah. Mungkin hal ini yang menjadi alasan mengapa Cea harus bekerja, meskipun Rintik tidak yakin secara pasti apa pekerjaan Cea yang sesungguhnya. Karena menurut isu yang beredar Cea bekerja sebagai wanita malam di pub yang Rintik datangi bersama Rafa waktu itu.

            “Gue butuh tidur aja,” kata Cea. Ia hendak kembali ke rumah namun Rintik menahannya.

            “Kali ini aja, tolong denger gue. Setelah ini gue nggak akan ganggu lo lagi. Tapi kali ini kita ke rumah sakit dulu ya,” ucap Rintik.

            Ada rasa sakit yang menohok di batin Cea saat Rintik mengucapkan hal itu. Gadis itu tidak pernah mengganggunya. Hanya dirinya yang tidak tahu terimakasih sudah diberi perhatian sejauh ini. Akhirnya ia menyerah dan mengikuti keinginan Rintik.

            Setelah diperiksa dokter, Cea didiagnosis menderita typhus. Ia harus opname beberapa hari dan menjalani tes darah. Kini ia terbaring di atas ranjang rumah sakit. Di sebelahnya Rintik duduk sambil memegang ponsel.

            Keheningan menyelimuti keduanya. Hingga Cea membuka mulut untuk yang pertama kali. “Makasih, Rin. Lo udah peduli sama gue. Seharusnya lo nggak ngelakuin ini.”

            Rintik mengalihkan perhatiaannya menuju Cea. “Ngomong apasih. Lo mesti kayak gini. Udah mending tidur. Biar lo cepet sembuh dan cepet sekolah.”

            “Gue udah nggak sekolah lagi, Rin.” Cea menelan ludahnya. “Gue ingin kerja aja.”

            “Lo harus sekolah, Ce. Katanya lo mau jadi desainer atau arsitek,” ucap Rintik.

            “Itu cuma cita-cita, Rin. Gue sekarang menjalani realita yang ada. Dunia ini nggak mengizinkan gue untuk menjalani hidup dengan layak.” Cea termenung sebentar. “Gosip itu antara benar dan salah, Rin. Gue emang kerja di pub itu. Tapi gue hanya bertugas untuk menemani paman gue yang main judi. Tapi gue sama sekali nggak pernah menjual diri. Yang gue lakuin ini semua karena biaya hidup gue yang ditanggung paman gue dan paman gue merasa lebih beruntung saat ada gue di sebelahnya.” Cea menceritakan kisahnya pada Rintik sambil menahan tangis. Matanya sudah tampak memerah dan berair.

            Rintik merengkuh tubuh temannya. “Gue percaya sama lo, Ce. Gue akan cari cara supaya lo bisa tetap sekolah dan bisa mencukupi biaya hidup tanpa harus terlibat dengan paman lo itu.”

            Cea terisak. Air matanya sudah jatuh mendarat di kedua pipinya. “Makasih, Rin. Dengan adanya lo di sini gue sedikit percaya kalau dunia nggak bener-bener kejam.”

            “Gue akan bantu lo, Ce. Lo harus menjalani hidup lo dengan baik dan benar.” Raut wajah Rintik menunjukkan keseriusan. Ia ingin mencari jalan keluar bagi Cea.

            Cea tersenyum tipis. “Gue ingin beri tahu lo tentang sesuatu. Ini tentang Cakra. Mungkin lo akan menganggap gue bohong karena cerita hal ini. Tapi gue liat dia di club sama perempuan. Dan gue liat dia ngerokok dan kadang mabok di sana.”

            Rintik menghela napasnya. Untuk fakta yang satu ini ia sudah mengetahuinya. Jika ia tidak melihat secara langsung dengan mata kepalanya mungkin saat ini juga Rintik akan menganggap Cea sedang berdusta. “Gue percaya sama lo. Cakra udah berubah sekarang. Dia bukan cowok yang gue kenal.”

            Cea tidak tahu kalau Rintik pernah berpacaran dengan Cakra. Yang Cea tahu bahwa Rintik menyukai Cakra. “Gue kasih tahu lo soal ini supaya lo memikirkan lagi untuk suka sama dia. Karena dia suka mempermainkan wanita. Gue takut lo sakit hati,” ucap Cea.

            “Iya, Ce. Gue udah nggak suka kok sama dia.” Rintik sebenarnya tidak seratus persen yakin tentang perasaannya terhadap Cakra sudah hilang atau belum. Namun di dalam hati nuraninya, ia mengkhawatirkan keadaan Cakra.

-0-

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (36)
  • serelan

    Bahagia selalu ya kalian... Mas Nu udh nemuin kebahagiaan.. tetap bahagia selamanya, skrng ada orang² yg sayang banget sama Mas Nu. Ibu, Icel sama calon istrinya🥰

    Comment on chapter Chapter 24 - Penuh cinta
  • serelan

    Kejahatan pasti terbongkar. Mau sepintar apapun nyembunyiin bangkai pasti lama² kecium jg baunya.. para korban akhirnya pada speak up. Gak akan ada celah lagi buat si Topik ngelak. Kalo selama ini dia bisa bungkam para korban dengan powernya. Klo kasusnya udh nyebar gini udh gak bisa d tutupin lagi.. buat Wisnu harus sembuh ya biar bisa lebih lama lagi ngerasain kehangatan keluarganya..

    Comment on chapter Chapter 23 - Titik hancur
  • serelan

    Harus bahagia ya kalian.. jadi keluarga yg saling jaga.. dan si Topik² itu pokoknya harus dapet karma dari perbuatannya gimanapun caranya, dimudahkan jalannya..

    Comment on chapter Chapter 22 - Hangat
  • serelan

    Ya allah... siapa yang naro bawang di chapter ini? 😭 nangis banget baca ini...

    Comment on chapter Chapter 21 - Keputusan besar
  • serelan

    Nah ketauan kan sifat si Topik Topik itu.. ke orang² aja dia selalu bilang etika sopan santun pengen banget d pandang tinggi sama org. Tapi etika sopan santun dia aja minus. Dia lebih rendah drpd org yg dia kata²in.. sakit otaknya, cuma org² yg jual diri kyanya yg dia anggap punya etika sama sopan santun.. udh kebalik otaknya.

    Comment on chapter Chapter 20 - Pengakuan mengejutkan
  • serelan

    Nah gitu bu... baek baek sama Wisnu. Lagi sakit loh itu anaknya... Kira² Mas Wisnu bakal jujur gak ya ke keluarganya soal penyakitnya?

    Comment on chapter Chapter 19 - Memberi ruang
  • serelan

    Itu uang yang dihasilin sama Wisnu dari hasil kerja kerasnya selama ini yang selalu diambil semuanya sama si ibu ibu itu anda anggap apa bu? Kok masih aja bilangnya gak mau membantu keluarga padahal hasil kerjanya anda ambil semua. Selalu seneng klo ambil lembur karena nambah duit yg akhirnya diambil anda juga.. Masa gak boleh sesekali bahagiain diri sendiri buat apresiasi dari hasil kerja kerasnya, walau capek bisa tetap bertahan. Gak tiap hari loh bu... si ibu pengennya idup enak tapi Wisnu anaknya jadi sapi perah terus

    Comment on chapter Chapter 18 - Hilang fungsi
  • serelan

    Nu, kuat ya kamu... harus kuat... Icel jangan berubah pikiran lagi ya.. terus turutin apa kata Mas mu, karena apa yg dia bilang pasti yang terbaik buat kamu...

    Comment on chapter Chapter 17 - Tempat untuk pulang
  • serelan

    La, kamu ada rasa kah sama Nunu? Peduli banget soalnya sama Wisnu... Sell, mulai ya buat berubah jadi lebih baik, lebih perhatian sama Masmu ya...

    Comment on chapter Chapter 16 - Es pisang ijo segerobak
  • serelan

    Gimana perasaanmu Sell lihat Mas mu kya gitu? Nyesel? Peduli? Atau masih sama aja...

    Comment on chapter Chapter 15 - Tempat untuk jatuh
Similar Tags
Love and Pain
645      399     0     
Short Story
Ketika hanya sebuah perasaan percaya diri yang terlalu berlebih, Kirana hampir saja membuat dirinya tersakiti. Namun nasib baik masih berpihak padanya ketika dirinya masih dapat menahan dirinya untuk tidak berharap lebih.
FaraDigma
3961      1431     1     
Romance
Digma, atlet taekwondo terbaik di sekolah, siap menghadapi segala risiko untuk membalas dendam sahabatnya. Dia rela menjadi korban bully Gery dan gengnya-dicaci maki, dihina, bahkan dipukuli di depan umum-semata-mata untuk mengumpulkan bukti kejahatan mereka. Namun, misi Digma berubah total saat Fara, gadis pemalu yang juga Ketua Patroli Keamanan Sekolah, tiba-tiba membela dia. Kekacauan tak terh...
Telat Peka
1394      653     3     
Humor
"Mungkin butuh gue pergi dulu, baru lo bisa PEKA!" . . . * * * . Bukan salahnya mencintai seseorang yang terlambat menerima kode dan berakhir dengan pukulan bertubi pada tulang kering orang tersebut. . Ada cara menyayangi yang sederhana . Namun, ada juga cara menyakiti yang amat lebih sederhana . Bagi Kara, Azkar adalah Buminya. Seseorang yang ingin dia jaga dan berikan keha...
Trust Me
123      112     0     
Fantasy
Percayalah... Suatu hari nanti kita pasti akan menemukan jalan keluar.. Percayalah... Bahwa kita semua mampu untuk melewatinya... Percayalah... Bahwa suatu hari nanti ada keajaiban dalam hidup yang mungkin belum kita sadari... Percayalah... Bahwa di antara sekian luasnya kegelapan, pasti akan ada secercah cahaya yang muncul, menyelamatkan kita dari semua mimpi buruk ini... Aku, ka...
Warisan Tak Ternilai
1015      496     0     
Humor
Seorang wanita masih perawan, berusia seperempat abad yang selalu merasa aneh dengan tangan dan kakinya karena kerap kali memecahkan piring dan gelas di rumah. Saat dia merenung, tiba-tiba teringat bahwa di dalam lingkungan kerja anggota tubuhnya bisa berbuat bijak. Apakah ini sebuah kutukan?
Finding the Star
2645      1619     9     
Inspirational
"Kamu sangat berharga. Kamu istimewa. Hanya saja, mungkin kamu belum menyadarinya." --- Nilam tak pernah bisa menolak permintaan orang lain, apalagi yang butuh bantuan. Ia percaya kalau hidupnya akan tenang jika menuruti semua orang dan tak membuat orang lain marah. Namun, untuk pertama kali, ia ingin menolak ajakan Naura, sahabatnya, untuk ikut OSIS. Ia terlalu malu dan tak bisa bergaul ...
Kacamata Monita
4331      1295     3     
Romance
Dapat kado dari Dirga bikin Monita besar kepala. Soalnya, Dirga itu cowok paling populer di sekolah, dan rival karibnya terlihat cemburu total! Namun, semua mendadak runyam karena kado itu tiba-tiba menghilang, bahkan Monita belum sempat membukanya. Karena telanjur pamer dan termakan gengsi, Monita berlagak bijaksana di depan teman dan rivalnya. Katanya, pemberian dari Dirga terlalu istimewa u...
Fidelia
2718      1325     0     
Fantasy
Bukan meditasi, bukan pula puasa tujuh hari tujuh malam. Diperlukan sesuatu yang sederhana tapi langka untuk bisa melihat mereka, yaitu: sebentuk kecil kejujuran. Mereka bertiga adalah seorang bocah botak tanpa mata, sesosok peri yang memegang buku bersampul bulu di tangannya, dan seorang pria dengan terompet. Awalnya Ashira tak tahu mengapa dia harus bertemu dengan mereka. Banyak kesialan menimp...
Nadine
6066      1682     4     
Romance
Saat suara tak mampu lagi didengar. Saat kata yang terucap tak lagi bermakna. Dan saat semuanya sudah tak lagi sama. Akankah kisah kita tetap berjalan seperti yang selalu diharapkan? Tentang Fauzan yang pernah kehilangan. Tentang Nadin yang pernah terluka. Tentang Abi yang berusaha menggapai. dan Tentang Kara yang berada di antara mereka. Masih adakah namaku di dalam hatimu? atau Mas...
It Takes Two to Tango
486      359     1     
Romance
Bertahun-tahun Dalmar sama sekali tidak pernah menginjakkan kaki di kota kelahirannya. Kini, ia hanya punya waktu dua minggu untuk bebas sejenak dari tanggung jawab-khas-lelaki-yang-beranjak-dewasa di Balikpapan, dan kenangan masa kecilnya mengatakan bahwa ia harus mencari anak perempuan penyuka binatang yang dulu menyelamatkan kucing kakeknya dari gilasan roda sepeda. Zura tidak merasa sese...