Loading...
Logo TinLit
Read Story - Loveless
MENU
About Us  

Langit sore menebarkan cahaya jingga yang surut di antara dedaunan. Di taman belakang kampus yang mulai sepi, Amalia duduk membungkuk di bangku kayu dekat kolam teratai, jari-jarinya menggenggam mug kopi yang mulai dingin. Narasoma datang beberapa menit kemudian, seperti biasannya. diam-diam tanpa suara langkah yang jelas. Ia duduk di samping Amalia, tak menanyakan apa-apa. Hanya diam, menunggu. Dan entah bagaimana,kehadirannya justru membuat kata-kata yang sejak tadi tercekat di tenggorokan Amalia mulai mencair.

"Aku bertemu dengan, ayah kandungku. " Ucap Amalia tanpa menoleh.

Tak ada respon dari Narasoma selain mata yang melihat ke arah Amalia, tenang . Ia tahu kalimat selanjutnya akan lebih penting.

"Dia... terlihat seperti seseorang yang pernah kehilangan banyak hal. Tapi tetap mencoba menjadi hangat. Dia tak menyalahkanku karena tak mengenalinya. Dia bahkan  bilang, kalaupun aku membencinya, itu tak apa-apa. Dia akan menungguku, seberapapun lamanya." Suara Amalia melembut, hampir seperti bisikan. 

"Aku nggak tahu harus percaya siapa sekarang. Bu sekar bilang dia pernah memanfaatkan ibu.Bahwa ibu lari darinya karena sesuatu yang besar. Tapi kemarin, aku nggak melihat itu sama sekali. Aura yang ku lihat saat bertemu dengannya, menggambarkan ketulusan. 

"Aku takut. Kalau ternyata Bu Sekar benar, aku akan merasa bodoh karena tertipu. Tapi kalau ternyata ayahku benar...aku takut membencinya atas sesuatu yang bukan salahnya." Atau jangan-jangan aku hanya ingin mempercayainya karena aku terlalu rindu punya seseorang untuk ku sebut keluarga?"

Untuk beberapa saat tak ada suara selain desir angin. "Aku pernah merasa begitu,"jawab Narasoma akhirnya, pelan.

"Ingin percaya. Ingin sekali percaya, walau tahu mungkin ada bagian yang tak akan pernah terungkap." Amalia menghela napas, panjang dan berat. Tangannya yang menggenggam mug bergetar sedikit. Kemudian Narasoma berkata dengan suara yang lebih rendah, hampir seperti dirinya senidir sedang bergumam " Kadang bukan soal siapa yang benar. Tapi siapa yang berani jujur sampai akhir."

Amalia memejamkan mata. Kalimat itu menggantung di dadanya seperti embun di ujung pagi, dingin, tapi jernih.

Langit kian redup, jingga merembes ke biru kelam. Cahaya terakhir matahari menyelinap di antara celah dedaunan, mewarnai wajah Amalia yang tampak lebih lelah . Diam-diam, ia mengusap sudut matanya, tak ingin Narasoma melihat meski mungkin lelaki itu sudah tahu sejak awal. 

"Aku gak tahu harus mulai dari mana,"gumamnya lagi, lebih kepada dirinya sendiri daripada Narasoma.

"Kamu nggak harus mulai malam ini," jawab Narasoma. Tapi kamu harus mulai." Kalimat itu terdengar sederhana. Tapi dalam kesunyian taman yang hanya diisi suara jangkrik dan gemerisik angin, ia terasa seperti aba-aba mengguncang dunia kecil dalam kepala Amalia. Ia menegakan punggung, mencoba mengatur napas. Dalam diam,ia membuka aplikasi catatan di ponselnya. Ada satu entri baru yang ia beri judul pertemuan pertama. ia belum menulis apa pun. Tapi untuk pertama kalinya, ia ingin menulis bukan sebagai pelarian , melainkan sebagai cermin. 

"Besok," katanya pelan."Aku mau bicara lagi sama Bu Sekar."

Narasoma menoleh sedikit."Langkah yang berani."

"Bukan berani,"sanggah Amalia dengan suara getir ." "Lebih seperti aku nggak tahan terus berada di tengah-tengah. Aku butuh tahu apa yang ibu sembunyikan.Bukan untuk menilai dia. Tapi untuk bisa memahami diriku sendiri. "

Narasoma tak menimpali , hanya mengangguk perlahan.Lalu, seperti biasa, ia beranjak lebih dulu. 

"Kalau butuh teman , kamu tahu di mana menemukanku ." Amalia mengangguk . Tapi saat Narasoma berbalik hendak pergi, ia mendadak bertanya, "Soma?"

Langkah Narasoma terhenti. 

"Kamu bilang pernah merasa ingin percaya , walau tahu mungkin ada bagian yang nggak akan pernah terungkap. Bagian itu masih menyakitimu?"

Narasoma menoleh, matanya tak semuram biasanya. Tapi ada sesuatu di sana seperti bayangan yang tak mau pergi.

"Kadang masih. Tapi aku belajar berdamai dengan ruang kosong itu." Jawaban itu menancap di benak Amalia lebih kuat dari yang ia kira. Ia menatap mug kopi yang kini dingin sepenuhnya, lalu menyesap sisa pahitnya perlahan. 

 

Pagi Amalia sudah berdiri di depan ruang dosen . Ketika pintu terbuka dan Bu Sekar melangkah keluar sambil membawa map tebal, Amalia langsung menyuarakan niatnya sebelum nyalinya menguap.

"Bu saya mau bicara.Tentang kemarin, tentang ayah saya.

Sekar menghentikan langkah , Wajahnya tetap tenang , tapi matanya menyipit sedikit, seperti sedang membaca kemungkinan dari seribu arah. 

"Mari masuk." 

Di dalam ruangan yang dingin dan penuh aroma kertas , Amalia duduk menghadap dosennya. Ada jeda yang terlalu panjang sebelum ia bisa membuka mulut.

"Saya bertemu dengannya, Dan saya tahu apa yang ibu katakan mungkin benar. Tapi saya ingin tahu lebih banyak lagi. Tolong jangan sembunyikan apa-apa lagi. 

Sekar menghela napas. Kali ini , ia melepas kacamatanya dan menatap Amalia tanpa jarak dosen dan mahasiswa.

"Ibu mu pernah hampir kehilangan segalanya, seperti yang aku ceritakan sebelumnya.Ayah mu itu pintar, berwibawa dan memiliki kemampuan memanipulasi tanpa kita sadari. Dia bisa tampak sangat tulus, bisa sangat mencintai, tapi juga sangat mudah menutup mata pada luka yang ia sebabkan.

Amalia terdiam . Kata-kata Bu Sekar bukan tuduhan, tapi juga bukan pembelaan.

"Dia berubah, mungkin. Saya melihat aura nya menggambarkan kejujuran dan saya merasakan ketulusan. Saya ingin membedakan luka dan cinta dengan mata saya sendiri.

Sekar menatap lama, lalu mengangguk pelan ,"Dan itu hakmu." 

Keheningan menyelimuti ruangan. Hingga akhirnya Amalia mengeluarkan kartu terakhir dari pikirannya, sesuatu yang sudah  ia pikirkan sejak semalam. "Saya ingin bergabung dengan LINEA ."

"Linea ,?' tanya sekar hati-hati. "Kamu yakin itu tempat yang kamu inginkan? kamu tahu siapa yang menjalankannya, bukan?" 

Amalia mengangguk perlahan. "Saya tahu. Ayah saya. Saya ingin bergabung bukan untuk mendekatkan diri secara emosional. Saya ingin tahu bagaimana dunia yang dia bangun. Hingga ibu saya harus menyembunyikan saya dari ayah.Dan ..... lanjut Amalia sambil menggenggam tangannya sendiri menahan gemetar. "Kalau memang dia manipulatif seperti yang ibu bilang, maka saya ingin menghancurkan apa yang ayah saya buat. Tapi, jika dia memang benar berubah saya ingin menemukan sisi dirinya yang selama ini tak pernah saya kenal.

Sekar bersandar di kursinya, pandangannya mengarah ke jendela. Lama. 

" Kamu persis ibu mu , keras kepala kalau sudah menyangkut rasa ingin tahu.  Amalia tak membalas. Di dalam dirinya , nama ibunya bergema seperti mantra yang kehilangan suara.

"Baiklah , " lanjut sekar. "Saya tidak akan melarang . Tapi kamu harus hati-hati . Linea bukan tempat yang aman dan nyaman untuk seorang anak. Banyak rahasia di sana dan tentu banyak orang yang penting juga berada di sana, Seperti Bramantyo . Dia ilmuwan tapi juga seorang politisi yang pandai memainkan narasi. 

Amalia mengangguk . Untuk mu mudah masuk ke LINEA , cukup menemui ayahmu saja. dia pasti dengan senang hati menerimamu. Tapi untuk keluar dari LINEA, itu yang sulit. Sekar menatap Amalia sekali lagi. meyakinkan sosok di depannya itu. dan Amalia tetap dengan pendiriannya, dia akan menyelidiki dengan tuntas tentang LINEA. 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (36)
  • serelan

    Bahagia selalu ya kalian... Mas Nu udh nemuin kebahagiaan.. tetap bahagia selamanya, skrng ada orang² yg sayang banget sama Mas Nu. Ibu, Icel sama calon istrinya🥰

    Comment on chapter Chapter 24 - Penuh cinta
  • serelan

    Kejahatan pasti terbongkar. Mau sepintar apapun nyembunyiin bangkai pasti lama² kecium jg baunya.. para korban akhirnya pada speak up. Gak akan ada celah lagi buat si Topik ngelak. Kalo selama ini dia bisa bungkam para korban dengan powernya. Klo kasusnya udh nyebar gini udh gak bisa d tutupin lagi.. buat Wisnu harus sembuh ya biar bisa lebih lama lagi ngerasain kehangatan keluarganya..

    Comment on chapter Chapter 23 - Titik hancur
  • serelan

    Harus bahagia ya kalian.. jadi keluarga yg saling jaga.. dan si Topik² itu pokoknya harus dapet karma dari perbuatannya gimanapun caranya, dimudahkan jalannya..

    Comment on chapter Chapter 22 - Hangat
  • serelan

    Ya allah... siapa yang naro bawang di chapter ini? 😭 nangis banget baca ini...

    Comment on chapter Chapter 21 - Keputusan besar
  • serelan

    Nah ketauan kan sifat si Topik Topik itu.. ke orang² aja dia selalu bilang etika sopan santun pengen banget d pandang tinggi sama org. Tapi etika sopan santun dia aja minus. Dia lebih rendah drpd org yg dia kata²in.. sakit otaknya, cuma org² yg jual diri kyanya yg dia anggap punya etika sama sopan santun.. udh kebalik otaknya.

    Comment on chapter Chapter 20 - Pengakuan mengejutkan
  • serelan

    Nah gitu bu... baek baek sama Wisnu. Lagi sakit loh itu anaknya... Kira² Mas Wisnu bakal jujur gak ya ke keluarganya soal penyakitnya?

    Comment on chapter Chapter 19 - Memberi ruang
  • serelan

    Itu uang yang dihasilin sama Wisnu dari hasil kerja kerasnya selama ini yang selalu diambil semuanya sama si ibu ibu itu anda anggap apa bu? Kok masih aja bilangnya gak mau membantu keluarga padahal hasil kerjanya anda ambil semua. Selalu seneng klo ambil lembur karena nambah duit yg akhirnya diambil anda juga.. Masa gak boleh sesekali bahagiain diri sendiri buat apresiasi dari hasil kerja kerasnya, walau capek bisa tetap bertahan. Gak tiap hari loh bu... si ibu pengennya idup enak tapi Wisnu anaknya jadi sapi perah terus

    Comment on chapter Chapter 18 - Hilang fungsi
  • serelan

    Nu, kuat ya kamu... harus kuat... Icel jangan berubah pikiran lagi ya.. terus turutin apa kata Mas mu, karena apa yg dia bilang pasti yang terbaik buat kamu...

    Comment on chapter Chapter 17 - Tempat untuk pulang
  • serelan

    La, kamu ada rasa kah sama Nunu? Peduli banget soalnya sama Wisnu... Sell, mulai ya buat berubah jadi lebih baik, lebih perhatian sama Masmu ya...

    Comment on chapter Chapter 16 - Es pisang ijo segerobak
  • serelan

    Gimana perasaanmu Sell lihat Mas mu kya gitu? Nyesel? Peduli? Atau masih sama aja...

    Comment on chapter Chapter 15 - Tempat untuk jatuh
Similar Tags
Me vs Skripsi
3188      1313     154     
Inspirational
Satu-satunya yang berdiri antara Kirana dan mimpinya adalah kenyataan. Penelitian yang susah payah ia susun, harus diulang dari nol? Kirana Prameswari, mahasiswi Farmasi tingkat akhir, seharusnya sudah hampir lulus. Namun, hidup tidak semulus yang dibayangkan, banyak sekali faktor penghalang seperti benang kusut yang sulit diurai. Kirana memutuskan menghilang dari kampus, baru kembali setel...
ELANG
366      241     1     
Romance
Tau kan bagaimana cara Elang menerkam mangsanya? Paham bukan bagaimana persis nya Elang melumpuhkan lawannya? dia tidak akan langsung membunuh rivalnya secara cepat tanpa merasakan sakit terlebih dahulu. Elang akan mengajaknya bermain dahulu,akan mengajaknya terbang setinggi awan dilangit,setelah itu apa yang akan Elang lakukan? menjatuhkan lawannya sampai tewas? mari kita buktikan sekejam apa...
Promise
656      376     7     
Romance
Bercerita tentang Keyrania Regina. Cewek kelas duabelas yang baru saja putus dengan pacarnya. Namun semuanya tak sesuai harapannya. Ia diputus disaat kencan dan tanpa alasan yang jelas. Dan setelah itu, saat libur sekolah telah selesai, ia otomatis akan bertemu mantannya karena mereka satu sekolah. Dan parahnya mantannya itu malah tetap perhatian disaat Key berusaha move on. Pernah ada n...
Our Perfect Times
2227      1178     8     
Inspirational
Keiza Mazaya, seorang cewek SMK yang ingin teman sebangkunya, Radhina atau Radhi kembali menjadi normal. Normal dalam artian; berhenti bolos, berhenti melawan guru dan berhenti kabur dari rumah! Hal itu ia lakukan karena melihat perubahan Radhi yang sangat drastis. Kelas satu masih baik-baik saja, kelas dua sudah berani menyembunyikan rokok di dalam tas-nya! Keiza tahu, penyebab kekacauan itu ...
Tumbuh Layu
727      449     4     
Romance
Hidup tak selalu memberi apa yang kita pinta, tapi seringkali memberikan apa yang kita butuhkan untuk tumbuh. Ray telah pergi. Bukan karena cinta yang memudar, tapi karena beban yang harus ia pikul jauh lebih besar dari kebahagiaannya sendiri. Kiran berdiri di ambang kesendirian, namun tidak lagi sebagai gadis yang dulu takut gagal. Ia berdiri sebagai perempuan yang telah mengenal luka, namun ...
Renjana
549      398     2     
Romance
Paramitha Nareswari yakin hubungan yang telah ia bangun selama bertahun-tahun dengan penuh kepercayaan akan berakhir indah. Selayaknya yang telah ia korbankan, ia berharap agar semesta membalasnya serupa pula. Namun bagaimana jika takdir tidak berkata demikian? "Jika bukan masaku bersamamu, aku harap masanya adalah milikmu."
Trust Me
98      89     0     
Fantasy
Percayalah... Suatu hari nanti kita pasti akan menemukan jalan keluar.. Percayalah... Bahwa kita semua mampu untuk melewatinya... Percayalah... Bahwa suatu hari nanti ada keajaiban dalam hidup yang mungkin belum kita sadari... Percayalah... Bahwa di antara sekian luasnya kegelapan, pasti akan ada secercah cahaya yang muncul, menyelamatkan kita dari semua mimpi buruk ini... Aku, ka...
Public Enemy
1      1     0     
Fantasy
Ziora dianggap orang yang menyebalkan oleh semua orang karena tingkahnya, entah saat di lingkungan rumah atau di lingkungan Kartel sekolah sihirnya. Namun, bagaimana pun sudut pandangnya dan sudut pandang mereka berbeda. Semua hal yang terjadi dan apa yang Ziora rasakan berbeda. Mereka selalu berpikir, dialah dalangnya, dialah pelakunya, tanpa mau mendengarkan penjelasannya. Kenapa ia...
Yu & Way
231      185     5     
Science Fiction
Pemuda itu bernama Alvin. Pendiam, terpinggirkan, dan terbebani oleh kemiskinan yang membentuk masa mudanya. Ia tak pernah menyangka bahwa selembar brosur misterius di malam hari akan menuntunnya pada sebuah tempat yang tak terpetakan—tempat sunyi yang menawarkan kerahasiaan, pengakuan, dan mungkin jawaban. Di antara warna-warna glitch dan suara-suara tanpa wajah, Alvin harus memilih: tet...
AMBUN
476      338     1     
Romance
Pindahnya keluarga Malik ke Padang membuat Ambun menjadi tidak karuan. Tidak ada yang salah dengan Padang. Salahkan saja Heru, laki-laki yang telah mencuri hatinya tanpa pernah tahu rasanya yang begitu menyakitkan. Terlebih dengan adanya ancaman Brayendra yang akan menikahkan Ambun di usia muda jika ketahuan berpacaran selama masa kuliah. Patah hati karena mengetahui bahwa perasaannya ditiku...