Loading...
Logo TinLit
Read Story - Premonition
MENU
About Us  

Sejak 5 menit yang lalu, Ezra masih diam mematung di depan sebuah rumah kecil bercat hijau.

"Ada yang bisa dibantu?" kata seseorang dari arah samping.

Ezra menoleh ke arah sumber suara, sontak matanya membesar melihat seorang gadis berseragam putih abu-abu berdiri dengan menjinjing tas selendangnya.
Dari matanya dia tahu siapa gadis itu.

"Ezra ya?" gadis itu mendekat.

Ezra terdiam, masih terpana dengan sosok di hadapannya.

"Yuk masuk! Kamu pasti capek jauh-jauh ke sini."

Ezra tersenyum kecil. "Makasih...”

Begitu masuk rumah, pandangan Ezra langsung terpaku pada foto-foto di dinding. Foto kebersamaan Alexis bersama saudara kembar dan ibu biologisnya.

"Mamaku masuk sip siang, jadi dia pulangnya malam, " kata Alexa sambil menaruh satu gelas air putih di meja. "Silakan diminum."

"Kamu kok bisa tahu siapa aku?"

"Dari foto, lagi pula aku juga pernah ke rumahmu."

Ezra mengernyitkan dahinya. "Kapan?"

"Waktu acara doa bersama buat Al.”

"Oh."

"Maaf aku nggak berani nyamperin," Alexa menghela napas. “Padahal aku pengen banget ngobrol,” tersenyum pahit, “sekedar berbagi.”

Ezra tertegun menatap Alexa yang biar pun wajahnya tidak begitu mirip dengan Alexis, namun aura mereka sama.

"Aku minta maaf," Ezra menggeleng, "Kami minta maaf."

Alexa mengernyit.

"Kami gagal jagain saudara kembar kamu. Seandainyaㅡ"

"Seandainya bersama kami, belum tentu Al menjadi Al yang kita kenal sekarang," potong Alexa. "Menurut aku kalian udah ngasih 15 tahun tahun terbaik buatnya yang mungkin nggak bisa ia dapetin kalau sama kami.”

Ezra berusaha tersenyum. "Makasih.”

Kembali dia melirik foto-foto Alexis di dinding. Dari sana dia tahu bulan-bulan terakhir kehidupan kakaknya sangat menyenangkan.

“Kamu udah yakin Al meninggal?"

Alexa tersenyum hampa. "Mungkin ini kedengarannya klise, tapi sebagai sodara kembarnya aku bisa merasakannya. Dia udah pergi."

Ezra tersenyum getir.

"Aku sama Mama bersyukur karena kami masih diberi kesempatan mengenal dan menghabiskan waktu bersamanya meski singkat. Kami udah ikhlas," mata sedikit Alexa berkaca-kaca, "harapanku...ini bisa dibilang mustahil. Kita bisa nemuin jasadnya dan memakamkannya dengan layak,  bawain dia bunga."

"Jangan khawatir, dia pasti ketemu," kata Ezra dengan penuh keyakinan.

"Tapi tim SAR bilang..."

"Aku nggak peduli sama tim SAR, aku bakalan nemuin jasadnya meski di dasar laut dan tinggal tulang belulang."

Alexa tertawa kecil. "Kayaknya kamu punya rencana."

Cara Alexa tertawa mirip dengan Alexis. bulu kuduk Ezra tiba-tiba meremang. Dia seolah sedang bersama kakaknya.

"Kamu punya foto terakhir Al?"

"Foto terakhir?"
"Apa dia kirim foto di hari dia menghilang?"

Alexa tertegun sejenak. "Ada deh kalau nggak salah. Aku memang minta dia update tiap hari."

"Aku boleh minta..."

Alexa mengeluarkan ponselnya. "Bentar aku cari..."

Ponsel Alexa tampak tidak asing. Sama persis dengan yang dipakai Alexis sehabis menjual iPhone-nya.

"Makas...” mendadak Ezra merasakan sakit di dadanya, seperti ditusuk-tusuk. Napasnya juga mulai tersenggal-senggal.

"Ah yang ini paling! Nomer kamu berapa, aku kirim lewat WA yah?" pandangan Alexa masih ke layar ponsel.

Ezra diam masih menahan sakit. Suara Alexa terdengar sangat kecil sementara pandangannya meredup kemudian gelap total.

 

Dengan susah payah Alexa mengangangkat tubuh Ezra yang lebih besar darinya ke atas kursi dan merebahkannya. Dia periksa napasnya kemudian ambil kayu putih dan menempelkannya ke hidungnya. Perlahan-lahan Ezra membuka matanya dan melotot. Spontan dia bangkit duduk.

"Syukurlah kamu sadar," Alexa menghela napas. "Baru aja aku mau telepon mama."

"Berapa lama aku pingsan?" mata Ezra masih menyalak.

"Sekitar 10 menitan. Kamu sakit apa, mau ke dokter?" tanya Alexa, cemas.

Ezra tidak menggubris pertanyaan Alexa. Dia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, tak percaya. “Benar-benar memalukan!” gumannya.

Alexa menatap lekat Ezra. "Mau aku beliin obat?"

"Gak perlu. Bentar lagi juga normal.”

"Kamu sakit apa?" kembali Alexa bertanya.

"Bukan apa-apa," jawab Ezra tersenyum.

Alexa mengangguk ragu. Tapi dia terlalu canggung untuk berkomentar.
Setelah memulihkan kekuatan Ezra pun pamit pulang.

“Makasih dan maaf udah ngerepitin," Ezra beranjak dari kursinya.

"Fotonya? Kamu bukannya mau minta foto Al?"

"Oh iya..." Ezra menyodorkan ponselnya dengan layar menampilkan kontaknya.

"Kamu jauh-jauh ke sini cuma mau minta foto Al?"

"Iya," jawabnya mantap, menatap lurus mata Alexa yang sama persis dengan Alexis. "Dan untuk itu, aku sangat berterima kasih sama kamu, Alexa."

Alexa terdiam beberapa detik sebelum mulutnya bisa mengeluarkan suara. "Sama-sama. Aku senang bisa membantu.”

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (5)
  • galilea

    Ini nggak ada tombol reply ya?

    @Juliartidewi, makasih kak atas masukannya, nanti direvisi pas masa lombanya selesai. Thank youu...

    Comment on chapter Bab 6
  • juliartidewi

    Waktu SD, aku pernah diceritain sama guruku, ada anak yang ditarik bangkunya sama anak lain pas mau duduk. Anak itu jatuh, terus jadi buta semenjak saat itu. Mungkin kena syarafnya.

    Comment on chapter Bab 6
  • juliartidewi

    Kalau kata 'perkirakan' di sini sudah benar karena kalau 'perkiraan' merupakan kata benda.

    Comment on chapter Bab 4
  • juliartidewi

    Ada kata 'penampakkan' di naskah. Setahu saya, yang benar adalah 'penampakan'. Imbuhan 'pe' + 'tampak' + 'an'. Kalau akhiran 'kan' dipakai untuk kata perintah seperti 'Tunjukkan!'.

    Comment on chapter Bab 3
  • juliartidewi

    Pas pelajaran mengedit di penerbit, katanya kata 'dan' tidak boleh diletakkan di awal kalimat.

    Comment on chapter Bab 1
Similar Tags
Let Me be a Star for You During the Day
1183      662     16     
Inspirational
Asia Hardjono memiliki rencana hidup yang rapi, yakni berprestasi di kampus dan membahagiakan ibunya. Tetapi semuanya mulai berantakan sejak semester pertama, saat ia harus satu kelompok dengan Aria, si paling santai dan penuh kejutan. Bagi Asia, Aria hanyalah pengganggu ritme dan ambisi. Namun semakin lama mereka bekerjasama, semakin banyak sisi Aria yang tidak bisa ia abaikan. Apalagi setelah A...
My First love Is Dad Dead
70      66     0     
True Story
My First love Is Dad Dead Ketika anak perempuan memasuki usia remaja sekitar usia 13-15 tahun, biasanya orang tua mulai mengkhawatirkan anak-anak mereka yang mulai beranjak dewasa. Terutama anak perempuan, biasanya ayahnya akan lebih khawatir kepada anak perempuan. Dari mulai pergaulan, pertemanan, dan mulai mengenal cinta-cintaan di masa sekolah. Seorang ayah akan lebih protektif menjaga putr...
Aku yang Setenang ini Riuhnya dikepala
75      66     1     
True Story
Merayakan Apa Adanya
581      419     8     
Inspirational
Raya, si kurus yang pintar menyanyi, merasa lebih nyaman menyembunyikan kelebihannya. Padahal suaranya tak kalah keren dari penyanyi remaja jaman sekarang. Tuntutan demi tuntutan hidup terus mendorong dan memojokannya. Hingga dia berpikir, masih ada waktukah untuk dia merayakan sesuatu? Dengan menyanyi tanpa interupsi, sederhana dan apa adanya.
CTRL+Z : Menghapus Diri Sendiri
166      143     1     
Inspirational
Di SMA Nirwana Utama, gagal bukan sekadar nilai merah, tapi ancaman untuk dilupakan. Nawasena Adikara atau Sen dikirim ke Room Delete, kelas rahasia bagi siswa "gagal", "bermasalah", atau "tidak cocok dengan sistem" dihari pertamanya karena membuat kekacauan. Di sana, nama mereka dihapus, diganti angka. Mereka diberi waktu untuk membuktikan diri lewat sistem bernama R.E.S.E.T. Akan tetapi, ...
Wilted Flower
386      292     3     
Romance
Antara luka, salah paham, dan kehilangan yang sunyi, seorang gadis remaja bernama Adhira berjuang memahami arti persahabatan, cinta, dan menerima dirinya yang sebenarnya. Memiliki latar belakang keluarga miskin dengan ayah penjudi menjadikan Adhira berjuang keras untuk pendidikannya. Di sisi lain, pertemuannya dengan Bimantara membawa sesuatu hal yang tidak pernah dia kira terjadi di hidupnya...
Our Perfect Times
1372      879     8     
Inspirational
Keiza Mazaya, seorang cewek SMK yang ingin teman sebangkunya, Radhina atau Radhi kembali menjadi normal. Normal dalam artian; berhenti bolos, berhenti melawan guru dan berhenti kabur dari rumah! Hal itu ia lakukan karena melihat perubahan Radhi yang sangat drastis. Kelas satu masih baik-baik saja, kelas dua sudah berani menyembunyikan rokok di dalam tas-nya! Keiza tahu, penyebab kekacauan itu ...
Pasal 17: Tentang Kita
145      65     1     
Mystery
Kadang, yang membuat manusia kehilangan arah bukanlah lingkungan, melainkan pertanyaan yang tidak terjawab sebagai alasan bertindak. Dan fase itu dimulai saat memasuki usia remaja, fase penuh pembangkangan menuju kedewasaan. Sama seperti Lian, dalam perjalanannya ia menyadari bahwa jawaban tak selalu datang dari orang lain. Lalu apa yang membuatnya bertahan? Lian, remaja mantan narapidana....
Langkah yang Tak Diizinkan
214      175     0     
Inspirational
Katanya dunia itu luas. Tapi kenapa aku tak pernah diberi izin untuk melangkah? Sena hidup di rumah yang katanya penuh cinta, tapi nyatanya dipenuhi batas. Ia perempuan, kata ibunya, itu alasan cukup untuk dilarang bermimpi terlalu tinggi. Tapi bagaimana kalau mimpinya justru satu-satunya cara agar ia bisa bernapas? Ia tak punya uang. Tak punya restu. Tapi diam-diam, ia melangkah. Dari k...
Izinkan Aku Menggapai Mimpiku
160      130     1     
Mystery
Bagaikan malam yang sunyi dan gelap, namun itu membuat tenang seakan tidak ada ketakutan dalam jiwa. Mengapa? Hanya satu jawaban, karena kita tahu esok pagi akan kembali dan matahari akan kembali menerangi bumi. Tapi ini bukan tentang malam dan pagi.