Loading...
Logo TinLit
Read Story - Intertwined Hearts
MENU
About Us  

Lima tahun kemudian.

Ruangan itu dipenuhi suara lembut denting musik instrumental, aroma kopi hangat, dan senyum para pembaca yang mengantre dengan sabar. Sebuah spanduk tergantung di dinding belakang meja utama, bertuliskan:

"Book Signing: Niam Mayra – Jeda yang Menumbuhkan, Waktu yang Menyembuhkan"

Penulis Pendatang Baru Terfavorit 2028

Nara duduk di balik meja putih yang dihiasi bunga daisy putih dan tumpukan bukunya. Tangan kirinya menggenggam pena hitam, sementara tangan kanannya menata salah satu bukunya agar tampak rapi di hadapan pembaca. Di antara mereka yang mengantre, ada yang tampak gemetar gugup, ada pula yang tampak antusias sambil membawa catatan kecil dan sticky notes yang memenuhi halaman-halaman novel itu.

Wajah Nara terlihat tenang—tapi di balik senyumnya, ada detak jantung yang masih berdebar setiap kali seseorang mengatakan, “Cerita kakak nyentuh banget, Kak. Aku ngerasa dilihat dan bener-bener relate.”

Ini bukan kali pertama ia mendengar kalimat itu hari ini, tapi setiap kalimat selalu membuat matanya sedikit memanas.

Saat jeda, MC acara memintanya untuk memberikan sepatah dua patah kata.

Dengan langkah pelan, Nara berdiri dan mengambil mikrofon. Seketika, ruangan menjadi hening.

Matanya menyapu perlahan ke arah kursi penonton. 

“Halo semuanya."

"Halooo," sapaan dari semua yang hadir di sana kompak menyahut.

Nara berbalik sebentar karena malu dan masih belum terbiasa dengan ini semua. "Kenalin aku Niam Mayra, biasa dipanggil Rara."

"Halo kak Raraaa ..." Lagi-lagi mereka kompak menyapanya.

"Hmm ... aku ... bener-bener nggak pernah nyangka akan berada di titik ini,” Nara membuka suara. “Dulu, aku cuma gadis pemalu, yang bahkan nggak bisa presentasi dengan lancar di depan kelas. Boro-boro ngomong di acara kayak gini, bicara satu lawan satu aja, kadang bisa gemetar.”

Beberapa orang di ruangan tertawa kecil, hangat.

“Tapi ... aku selalu suka menulis. Menulis itu kayak ... cara rahasia buat bicara, tanpa harus angkat suara.”

Ia berhenti sejenak, matanya menatap bukunya di meja.

“Aku mulai nulis dari halaman-halaman jurnal kecil, kadang di notes HP waktu lagi jamkos, kadang sambil nangis, kadang sambil ketawa sendiri. Itu sebabnya mungkin kita sering dianggap kayak orang gila." Nara tertawa kecil, diikuti oleh semua orang di depannya. "Tapi, satu hal yang paling ngubah cara pandangku waktu itu adalah ketika seseorang bilang kalau ... aku harus cinta sama diriku sendiri. Untuk seseorang yang saat itu insecure banget sama diri sendiri, kata-kata itu bener-bener ngena di aku."

Nara tersenyum. 

“Sejak saat itu, aku belajar untuk nggak cuma nyari validasi dari luar. Aku mulai cari hal-hal kecil dari diri aku sendiri yang bisa aku banggakan. Dan menulis jadi caraku untuk mengenali diri. Bukan buat nyenengin semua orang, tapi buat ngertiin diri sendiri.”

Beberapa orang tampak mengangguk pelan, ada yang mencatat.

“Jadi, buat teman-teman yang hari ini hadir, terutama buat kalian yang ngerasa ‘kecil’, ‘biasa aja’, atau ‘nggak cukup baik’—aku ngerti banget perasaan itu. Tapi aku juga pengen kalian tahu, pelan-pelan pun, asal kalian terus jalan, pasti akan sampai juga kok.”

Tepuk tangan meriah mengisi ruangan.

Nara menunduk kecil, mengucapkan terima kasih, lalu kembali ke tempat duduknya.

Nara kembali duduk di balik mejanya, pipinya masih terasa hangat oleh sorotan perhatian tadi. Antrean mulai bergerak lagi, satu demi satu pembaca maju dengan senyum lebar dan mata berbinar. Beberapa membawa bunga, hadiah kecil, bahkan surat yang mereka tulis sendiri.

Nara menandatangani setiap buku dengan sabar, menyelipkan nama mereka dan sepatah dua patah kalimat personal. Sesekali ia tertawa kecil saat pembaca bercerita bahwa mereka merasa seperti 'dibuka rahasianya' oleh tulisan-tulisan Nara.

Waktu berlalu cepat. Tak terasa, pembaca terakhir sudah berlalu, meninggalkan Nara dengan sedikit napas lega dan senyum penuh syukur. Panitia mendekat dan bertanya pelan, “Kak, udah semua ya.”

Nara mengangguk kecil, hendak berdiri dari kursinya ketika ia merasa ada yang mengawasinya.

Refleks, ia menoleh.

Di antara sisa-sisa kerumunan yang mulai bubar, berdiri seseorang tak jauh dari panggung kecil itu. Sosok yang begitu familiar, tetapi sudah lama hanya hidup dalam pikirannya saja. 

Zevan.

Pakaiannya sederhana—kemeja lengan panjang berwarna navy yang dilipat hingga siku, dipadukan dengan celana chino gelap dan sneakers putih bersih—tapi cara ia membawanya membuatnya tampak seperti seseorang yang tahu persis siapa dirinya sekarang. 

Zevan berdiri dengan postur lebih tegap, bahunya lebar, dan cara berdirinya menunjukkan ketenangan yang tak dimilikinya lima tahun lalu. Rambutnya kini sedikit lebih pendek, rapi, dengan beberapa helai yang jatuh alami ke dahinya, memberi kesan santai, tapi tetap terjaga. Garis rahangnya lebih tegas, dan ada janggut tipis yang tumbuh rapi di sekitar dagunya—cukup untuk menambah kesan dewasa, tanpa kehilangan aura hangat yang dulu selalu menyertainya.

Tatapannya masih sama: tenang, dalam, dan penuh intensitas. Namun, kini ada kedewasaan di sana, seolah ia telah melalui banyak hal dan memilih untuk tidak lari lagi.

Mereka sama-sama terdiam sejenak. Mata mereka saling menangkap. Ada keterkejutan samar, tapi lebih banyak ketenangan—seolah dunia memang menunggu waktu ini tiba.

Bibir mereka tertarik ke atas bersamaan, seolah-seolah berbisik: "Sepertinya, udah waktunya."

END.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • juliartidewi

    Kalau ditulis 'ada keturunan Cina' bisa menyinggung SARA.

    Comment on chapter 10 || A Threat from The Past
Similar Tags
Broken Home
29      27     0     
True Story
Semuanya kacau sesudah perceraian orang tua. Tak ada cinta, kepedulian dan kasih sayang. Mampukah Fiona, Agnes dan Yohan mejalan hidup tanpa sesosok orang tua?
No Life, No Love
1032      792     2     
True Story
Erilya memiliki cita-cita sebagai editor buku. Dia ingin membantu mengembangkan karya-karya penulis hebat di masa depan. Alhasil dia mengambil juruan Sastra Indonesia untuk melancarkan mimpinya. Sayangnya, zaman semakin berubah. Overpopulasi membuat Erilya mulai goyah dengan mimpi-mimpi yang pernah dia harapkan. Banyak saingan untuk masuk di dunia tersebut. Gelar sarjana pun menjadi tidak berguna...
Lost & Found Club
363      302     2     
Mystery
Walaupun tidak berniat sama sekali, Windi Permata mau tidak mau harus mengumpulkan formulir pendaftaran ekstrakurikuler yang wajib diikuti oleh semua murid SMA Mentari. Di antara banyaknya pilihan, Windi menuliskan nama Klub Lost & Found, satu-satunya klub yang membuatnya penasaran. Namun, di hari pertamanya mengikuti kegiatan, Windi langsung disuguhi oleh kemisteriusan klub dan para senior ya...
Help Me Help You
1715      1012     56     
Inspirational
Dua rival akademik di sebuah sekolah menengah atas bergengsi, Aditya dan Vania, berebut beasiswa kampus ternama yang sama. Pasalnya, sekolah hanya dapat memberikan surat rekomendasi kepada satu siswa unggul saja. Kepala Sekolah pun memberikan proyek mustahil bagi Aditya dan Vania: barangsiapa dapat memastikan Bari lulus ujian nasional, dialah yang akan direkomendasikan. Siapa sangka proyek mus...
Kaca yang Berdebu
94      75     1     
Inspirational
Reiji terlalu sibuk menyenangkan semua orang, sampai lupa caranya menjadi diri sendiri. Dirinya perlahan memudar, seperti bayangan samar di kaca berdebu; tak pernah benar-benar terlihat, tertutup lapisan harapan orang lain dan ketakutannya sendiri. Hingga suatu hari, seseorang datang, tak seperti siapa pun yang pernah ia temui. Meera, dengan segala ketidaksempurnaannya, berjalan tegak. Ia ta...
Perjalanan yang Takkan Usai
345      289     1     
Romance
Untuk pertama kalinya Laila pergi mengikuti study tour. Di momen-momen yang menyenangkan itu, Laila sempat bertemu dengan teman masa kecil sekaligus orang yang ia sukai. Perasaan campur aduk tentulah ia rasakan saat menyemai cinta di tengah study tour. Apalagi ini adalah pengalaman pertama ia jatuh cinta pada seseorang. Akankah Laila dapat menyemai cinta dengan baik sembari mencari jati diri ...
Merayakan Apa Adanya
402      289     8     
Inspirational
Raya, si kurus yang pintar menyanyi, merasa lebih nyaman menyembunyikan kelebihannya. Padahal suaranya tak kalah keren dari penyanyi remaja jaman sekarang. Tuntutan demi tuntutan hidup terus mendorong dan memojokannya. Hingga dia berpikir, masih ada waktukah untuk dia merayakan sesuatu? Dengan menyanyi tanpa interupsi, sederhana dan apa adanya.
Sweet Like Bubble Gum
1078      769     2     
Romance
Selama ini Sora tahu Rai bermain kucing-kucingan dengannya. Dengan Sora sebagai si pengejar dan Rai yang bersembunyi. Alasan Rai yang menjauh dan bersembunyi darinya adalah teka-teki yang harus segera dia pecahkan. Mendekati Rai adalah misinya agar Rai membuka mulut dan memberikan alasan mengapa bersembunyi dan menjauhinya. Rai begitu percaya diri bahwa dirinya tak akan pernah tertangkap oleh ...
Taruhan
51      48     0     
Humor
Sasha tahu dia malas. Tapi siapa sangka, sebuah taruhan konyol membuatnya ingin menembus PTN impian—sesuatu yang bahkan tak pernah masuk daftar mimpinya. Riko terbiasa hidup dalam kekacauan. Label “bad boy madesu” melekat padanya. Tapi saat cewek malas penuh tekad itu menantangnya, Riko justru tergoda untuk berubah—bukan demi siapa-siapa, tapi demi membuktikan bahwa hidupnya belum tama...
Maju Terus Pantang Kurus
918      584     2     
Romance
Kalau bukan untuk menyelamatkan nilai mata pelajaran olahraganya yang jeblok, Griss tidak akan mau menjadi Teman Makan Juna, anak guru olahraganya yang kurus dan tidak bisa makan sendirian. Dasar bayi! Padahal Juna satu tahun lebih tua dari Griss. Sejak saat itu, kehidupan sekolah Griss berubah. Cewek pemalu, tidak punya banyak teman, dan minderan itu tiba-tiba jadi incaran penggemar-penggemar...