Loading...
Logo TinLit
Read Story - Intertwined Hearts
MENU
About Us  

Senja yang biasanya indah, sore itu terasa suram dan berat. Mendung menggantung rendah, seakan menyerap semua cahaya dari langit. Angin berhempus pelan bersamaan dengan rintik hujan ringan yang mulai turun. Nafasnya tak beraturan karena rasa sesak di dadanya yang tak kunjung hilang setelah kejadian tadi. 

Pertemanan kita cukup sampe sini!

Kata-kata terakhir Sheyna terus menggema di kepalanya. Kata-kata yang paling ia takutkan selama ini akhirnya ia dengar juga. Matanya berkaca-kaca menyadari bahwa pertemanannya sudah benar-benar hancur sekarang. Sahabat satu-satunya yang ia miliki sekarang sangat membencinya. 

Ardya? Alasan ia bisa berteman dekat dengannya adalah karena Sheyna juga, dan ia tidak yakin hubungan mereka akan tetap sama jika hubungannya saja dengan Sheyna sudah rusak seperti ini. 

Bagi Nara, Sheyna bukan sekadar teman atau sahabat, tapi ia adalah salah satu alasannya bisa bertahan di sekolah. Kehilangan Sheyna sama seperti kehilangan hidupnya di sekolah ini.

Mungkin bagi sebagian orang hal ini terdengar berlebihan. Bagaimana bisa kehilangan satu teman membuatnya tidak bisa melanjutkan hidup. Namun, bagaimana jika itu satu-satunya teman yang dia punya? Karena faktanya, tidak semua orang memiliki banyak teman dan tidak semua orang bisa memiliki banyak teman. Nara contohnya.

Nara tidak bisa cepat akrab dengan orang baru. Ia juga tidak bisa memulai pembicaraan terlebih dahulu. Ia tidak bisa mengeluarkan isi pikirannya di antara banyak orang. Ia tidak bisa terbuka kepada orang lain. Ia tidak bisa tidak memikirkan perasaan orang lain ketika ia ingin mengatakan pendapatnya. Ia tidak bisa mengatakan apa yang sebenarnya ia inginkan jika seseorang sudah memutuskan sesuatu untuknya. Ia tidak bisa menolak ketika seseorang meminta bantuannya walaupun itu menyulitkannya dan bukan tanggung jawabnya.

Ia tidak suka keramaian. Ia tidak suka jika semua orang di dalam ruangan memberikan atensi kepadanya. Ia benci menjadi pusat perhatian. Ia benci acara reuni. Ia benci pergi ke acara yang mengharuskannya bertemu banyak orang.

Namun, Sheyna berbeda. Sheyna yang terlebih dahulu mencoba mendekatinya ketika tak seorang pun melakukan itu. Sheyna yang terlebih dahulu menanyakan namanya dan meminta ijin duduk di sampingnya. Sheyna yang selalu berbicara dan tak pernah menuntutnya untuk melakukan hal yang sama. Sheyna yang tetap tinggal setelah tahu sifatnya yang membosankan ini. Sheyna yang selalu membuatnya nyaman walaupun hanya ada keheningan di antara mereka.

Awalnya, Nara melajukan motornya pelan. Namun, setelah rintik-rintik hujan ringan tadi berubah menjadi gerimis yang cukup untuk membuat seragamnya basah, tanpa sadar membuatnya melajukan motornya lebih kencang. Sedangkan pikirannya masih terbayang-bayang wajah marah Sheyna tadi.

Beberapa menit kemudian, tubuh Nara mulai terasa lemas. Kepalanya berdenyut tajam. Ia sempat menepuk pipinya sendiri agar tetap sadar, tapi rasa pusing itu makin menjadi. Jalanan di depannya tampak kabur, lampu-lampu kendaraan seperti lebih menyilaukan daripada biasanya.

Nara hendak menepi, tapi sudah terlambat. Dalam satu kedipan mata, kepalanya berputar hebat. Tangannya refleks menarik rem, tapi motornya sudah oleng. Ban depannya menghantam tepi jalan, dan tubuh Nara terpental ke samping, menghantam aspal keras. Suara rem mendecit, disusul oleh bunyi benda logam yang bergesekan dengan jalan.

Beberapa pengendara lain berhenti mendadak. Beberapa orang berteriak panik. Sedangkan Nara terbaring diam, napasnya tak beraturan. Pelipisnya berdarah dan matanya hanya setengah terbuka. Samar-samar, langit senja tampak semakin gelap. Lalu semuanya menghilang dalam pekat.

 

🍁🍁🍁

 

Juli, 2022

Di tengah suasana sekolah yang masih asing, Nara berjalan pelan menjadi di mana kelasnya. Setelah cukup lama berputar-putar, ia tersenyum tipis saat melihat sebuah ruangan yang bertuliskan X MIPA 1. 

Nara masuk dan berdiri sejenak di ambang pintu. Matanya menyapu ruangan kelas yang masih sepi. Ia lalu menuju ke bangku di bagian belakang yang dekat dengan jendela. Ia duduk dan hanya diam tanpa berniat berkenalan dengan beberapa orang yang akan menjadi teman sekelasnya.

Nara memang tipe orang yang lebih nyaman menyendiri. Ia bukan orang yang mudah membuka diri. Dia lebih suka mengamati dalam diam, mencatat hal-hal kecil di dalam kepalanya, dan larut dalam pikirannya sendiri. 

Beberapa menit kemudian, mulai banyak yang berdatangan dan membuat semua bangku di kelas itu hampir penuh. Beberapa masih kosong, termasuk bangku di sebelah Nara. 

Sebenarnya, Nara berharap tidak ada yang duduk di sebelahnya karena ia takut orang itu akan kecewa setelah mengetahui bahwa Nara ... bagaimana mengatakannya, ia sedikit sulit, ralat, ia memang sulit untuk mengobrol dengan orang baru. Lidahnya seperti kaku, pikirannya kosong, sehingga ia tidak tahu harus mengatakan apa jika lawan bicaranya tidak memulai percakapan lebih dulu. Oleh karena itu, seperti yang sudah-sudah, orang yang mencoba berbicara dengannya, pada akhirnya pergi mencari orang lain. 

Semakin banyak mengalami hal serupa, membuatnya mulai bertanya-tanya apakah dirinya semembosankan itu? Apakah pertanyaaan-pertanyaan yang ia tanyakan terlalu membosankan? 

Dan hal itu, cukup membuat Nara menjadi takut untuk berteman dan membuatnya lebih baik diam jika ia menyadari lawan bicaranya 'kurang ramah'. Dalam artian ketika berbicara dengan orang itu, harus selalu dirinya yang bertanya lebih dulu untuk menentukan topiknya. 

Namun, di sisi lain, Nara juga takut jika benar-benar duduk sendirian karena menurutnya ia akan semakin terlihat jika demikian. Orang-orang di kelas itu mungkin akan melihatnya dengan tatapan aneh dan bukan tidak mungkin hal itu akan terus terjadi ke depannya. 

Padahal, keinginannya hanya ingin mendapatkan kehidupan sekolah, terutama masa-masa putih abu-abu yang ... ia tidak ingin mengharapkan sesuatu yang berlebihan seperti hubungan percintaan dan sejenisnya, tapi sesederhana ia hanya ingin kehidupan SMA yang normal dan tenang tanpa perasaan terintimidasi setiap hari. Ia juga tidak berharap bisa memiliki banyak teman dan menebus semua kesempatannya di SMP dulu, melainkan ia hanya berharap bisa memiliki satu atau dua orang teman yang mau berteman dengannya dan menerima kepribadiannya apa adanya.

Di sela-sela pikirannya yang berkecamuk apakah akan ada yang mau duduk di sebelahnya atau tidak, tiba-tiba seorang gadis berambut panjang lurus, tinggi, putih, dan ramping di ambang pintu berjalan menuju ke arahnya setelah beberapa saat pandangannya memindai seisi kelas yang hampir penuh itu. Bibirnya tertarik menatap Nara sebelum sampai dan duduk di bangku sebelah Nara.

"Belum ada orangnya kan?" tanya gadis itu menatap Nara dengan senyum dan mata yang berbinar. Senyumnya yang manis dihiasi dengan satu lesung pipi di sebelah kanan, matanya yang besar dengan bulu mata yang lentik dan tebal, alisnya yang nampak rapi alami, dan hidungnya yang mancung, sempat membuat Nara seketika membandingkannya dengan dirinya sendiri yang sangat jauh dari kecantikan gadis itu.

"Eh, iya belum," jawab Nara dengan senyum canggungnya. 

Nara pun kembali menatap ke arah buku di depannya. Seperti biasa, pikirannya terus berkecamuk apakah yang sebaiknya harus ia katakan di situasi kali ini. Nama? Umur? Zodiak? Memikirkannya saja sudah membuat suhu tubuhnya meningkat. Apalagi gadis di sebelahnya ini sepertinya termasuk ke kelompok anak-anak famous di SMP karena penampilannya yang sangat cantik. Ia takut jika pada akhirnya gadis ini juga tidak akan menyukainya dan akan berpindah tempat duduk keesokan harinya, atau bahkan di pergantian jam nanti. Siapa yang tahu?

"Aku Sheyna."

Ucapan gadis itu membuyarkan pikirannya.

Gadis bernama Sheyna itu mengulurkan tangannya dan duduk menghadap Nara. "Arsheyna Marliana, lima belas tahun, zodiak Cancer," lanjutnya diakhiri dengan senyuman dan tatapan seakan meminta Nara melakukan hal yang sama.

Nara terdiam sejenak untuk memproses hal tersebut. Namun, ketika melihat Sheyna yang menatap tangannya lalu menatap ke arahnya lagi membuatnya sontak menjabat tangan Sheyna.

"Emm ... Nara, lim—"

"Full name, please," potongnya.

"Oh, iya. Nara, Narayya Niam Mayra, lima belas tahun, Aquarius."

"Wow, Aquarius ... menarik-menarik. Btw gue—eh karena kita udah temenan, gimana kalo pake lo-gue aja?" tanya Sheyna.

Nara pun hanya mengangguk setuju.

"Okay. Eh, bentar gue mau ngomong apa ya tadi? Oh iya, fun fact aja kalo gue punya kembaran, namanya Ardyana Mavendra. Hmm dia ... nggak ganteng-ganteng banget kayaknya kalo di mata cewek lain ya, tapi gue nggak rekomendasiin dia deh. Yang ganteng masih banyak juga," kata Sheyna kembali menghadap ke depan, tetapi sesekali masih menatap ke arah Nara saat berbicara. 

Mendengar hal itu, Nara sedikit mengerti maksud Sheyna. Namun, ia sama sekali tidak memikirkan hal-hal seperti itu sekarang. Ia justru lebih menghawatirkan hubungan pertemanan ini. Apakah akan bertahan lama atau hanya beberapa hari saja sampai Sheyna akhirnya menyadari bahwa Nara adalah teman yang membosankan.

"Ahh ... itu dia kembaran gue yang nggak ganteng," Sheyna menunjuk seseorang yang baru saja memasuki kelas ini menggunakan dagunya. Ia kemudian melambaikan tangannya dan membuat orang itu menghampirinya.

"Kenalin, Ra, ini kembaran yang gue ceritain tadi," ujar Sheyna menatap ke arahnya lalu ke arah kembarannya dan ke arahnya lagi.

Nara sedikit gugup saat itu. Bukan karena berkenalan dengan pemuda yang ternyata tidak seperti yang diceritakan Sheyna tadi, karena nyatanya kembarannya itu sangat tampan, tetapi lebih ke sifat bawaannya yang selalu gugup bertemu orang baru. Apalagi jika itu adalah lawan jenis yang notabenya ia jarang sekali berinteraksi dengan mereka.

"Nara." Nara menjabat uluran tangan kembaran Sheyna dan tersenyum sopan.

"Ardya," ujarnya sama singkatnya sambil tersenyum sopan juga.

Sebenarnya Nara sudah mengira bahwa kembaran Sheyna tidak mungkin tidak tampan karena melihat Sheyna sendiri yang sangat cantik. Jadi, sangat tidak mungkin jika kembarannya tidak tampan juga.

Ardya kemudian duduk di bangku kosong tepat di meja sebelah Nara dan Sheyna. Semua siswi di kelas itu tampak berbisik-bisik sejak kedatangan Ardya. Entah karena ketampanan Ardya atau karena dirinya yang menjadi orang pertama yang berkenalan dengan Ardya. 

Entahlah, Nara hanya selalu merasa bahwa semua tindakannya selalu mencolok dalam artian negatif di mata orang lain. Seringkali, sekeras apapun ia mencoba untuk menjadi tak terlihat dan menjalani kehidupan dengan damai, ia justru merasa menjadi orang paling aneh yang menarik perhatian semua orang.

"Lo dari SMP mana, Ra?" tanya Sheyna lagi.

Nara menoleh lalu menjawab, "Samantha."

"Serius??? Wah dulu gue juga pengen banget masuk situ," timpal Sheyna.

"Kalo lo?" Nara akhirnya memberanikan diri untuk bertanya balik.

Sheyna tak langsung menjawab melainkan berpikir terlebih dahulu sejenak. "Ahh, gue mah deket-deket sini juga."

Nara sedikit heran mengapa Sheyna tidak langsung menyebutkan nama SMP-nya. Namun, ia sendiri juga tidak berani memaksa Sheyna untuk memberi tahunya. Ia tidak ingin memberikan kesan yang buruk demi memuaskan rasa ingin tahunya. Bisa-bisa, Sheyna akan menjauhinya setelah itu. Bisa saja.

Nara pikir setelah itu, hanya ada keheningan yang menyelimuti mereka berdua, sama seperti biasanya. Setelah menanyakan nama dan asalnya dari mana, pembicaraan biasa hanya berhenti sampai di sana. Ia tidak tahu mengapa, tapi yang ada di pikirannya selama ini adalah ia tidak memberikan kesan yang menyenangkan selama menjawab pertanyaan-pertanyaan klasik itu sehingga membuat lawan bicaranya selalu enggan bertanya lebih jauh. Namun, sepertinya ia salah kali ini. 

"Emm ... apa lagi ya?" gumam Sheyna memikirkan hal apa lagi yang ingin ia tanyakan. 

Mendengar itu, Nara tanpa sadar bersemangat menunggu pertanyaan apa lagi yang akan Sheyna lontarkan. Ia tidak keberatan dengan pertanyaan random atau apapun itu asalkan bukan pertanyaan pribadi yang sensitif.

"Lo suka K-Pop nggak? K-Drama?" 

Mendengar hal itu, mata Nara sedikit berbinar. Sebelumnya, tidak pernah ada yang memberinya pertanyaan santai seperti itu. 

"Ee ... suka, dikit," jawab Nara pelan. Ia takut mengecewakan Sheyna karena jujur saja ia hanya sedikit tahu tentang dunia per-Korea Selatan-an seperti K-Pop dan K-Drama. Ia tahu beberapa group terkenal seperti BTS, BlackPink, Twice, dan Enhypen. Lalu ia pernah menonton While You Were Sleeping, Train to Busan, All of Us are Dead, dan beberapa drama lain yang tidak ia selesaikan dan ia pun sudah lupa dengan judulnya.

"Oh iya? Lo suka grup apa? Lagi nonton drakor apa?" tanya Sheyna antusias.

Nara berpikir sejenak apakah ia harus jujur menjawab pertanyaan itu, ia takut jika seleranya tidak sama dengan Sheyna. Namun, akhirnya ia memilih untuk menjawab saja. "Gue suka Enhypen sih,"

"Really?!" Lagi-lagi Sheyna kembali memotong perkataanya. Kali ini ia terlihat sangat terkejut dengan jawaban Sheyna. Hal itu membuat Nara sedikit khawatir dan berasumsi bahwa Sheyna pikir seleranya sangat payah atau biasa atau bagaimana.

"Kita sama-sama Engene dong? Wahh!!" seru Sheyna sembari memegangi lengannya kegirangan. 

Melihat hal tersebut, Nara pun ikut tersenyum senang. 

"Udah? Lo sukanya Enhypen doang? Yang lain apa gitu, nggak ada?"

Nara hanya menggeleng pelan. "Sebenernya itu pun nggak sengaja karena mereka muncul terus di ig gue," ujar Nara berinisiatif untuk mengatakan hal lain selain apa yang ditanyakan oleh Sheyna.

"Oh ... It's okayy. Terus-terus, lo lagi nonton drakor apa?" tanyanya lagi.

"Itu yang zombi-zombi. All of Us are Dead kalo nggak salah."

"Aaa gue juga suka itu, tahu! Kayaknya selera kita sama deh! Ihh happy banget gue. Kapan-kapan kita harus nonton bareng!" ujar Sheyna.

Nara sangat senang mendengar Sheyna berkata demikian. Baru kali ini ada orang yang merasa sesenang ini ketika berbicara dengannya. Namun, percakapan seru mereka harus berhenti karena tiba-tiba bel berbunyi diiringi dengan seorang guru yang memasuki kelas.

Saat itu, Nara tidak bisa berhenti tersenyum karena ia merasa semuanya akan sedikit lebih baik berkat kehadiran Sheyna.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • juliartidewi

    Kalau ditulis 'ada keturunan Cina' bisa menyinggung SARA.

    Comment on chapter 10 || A Threat from The Past
Similar Tags
40 Hari Terakhir
577      446     1     
Fantasy
Randy tidak pernah menyangka kalau hidupnya akan berakhir secepat ini. Setelah pertunangannya dengan Joana Dane gagal, dia dihadapkan pada kecelakaan yang mengancam nyawa. Pria itu sekarat, di tengah koma seorang malaikat maut datang dan memberinya kesempatan kedua. Randy akan dihidupkan kembali dengan catatan harus mengumpulkan permintaan maaf dari orang-orang yang telah dia sakiti selama hidup...
One Milligram's Love
1047      804     46     
Inspirational
Satu keluarga ribut mendapati Mili Gram ketahuan berpacaran dengan cowok chindo nonmuslim, Layden Giovani. Keluarga Mili menentang keras dan memaksa gadis itu untuk putus segera. Hanya saja, baik Mili maupun Layden bersikukuh mempertahankan hubungan mereka. Keduanya tak peduli dengan pandangan teman, keluarga, bahkan Tuhan masing-masing. Hingga kemudian, satu tragedi menimpa hidup mereka. Layden...
Je te Vois
619      411     0     
Romance
Dow dan Oi sudah berteman sejak mereka dalam kandunganklaim kedua Mom. Jadi tidak mengherankan kalau Oi memutuskan ikut mengadopsi anjing, Teri, yang merupakan teman baik anjing adopsi Dow, Sans. Bukan hanya perihal anjing, dalam segala hal keduanya hampir selalu sama. Mungkin satu-satunya yang berbeda adalah perihal cita-cita dan hobi. Dow menari sejak usia 8 tahun, tapi bercita-cita menjadi ...
VampArtis United
970      638     3     
Fantasy
[Fantasi-Komedi-Absurd] Kalian harus baca ini, karena ini berbeda... Saat orang-orang bilang "kerja itu capek", mereka belum pernah jadi vampir yang alergi darah, hidup di kota besar, dan harus mengurus artis manusia yang tiap hari bikin stres karena ngambek soal lighting. Aku Jenni. Vampir. Bukan yang seram, bukan yang seksi, bukan yang bisa berubah jadi kelelawar. Aku alergi darah. B...
Heavenly Project
506      350     5     
Inspirational
Sakha dan Reina, dua remaja yang tau seperti apa rasanya kehilangan dan ditinggalkan. Kehilangan orang yang dikasihi membuat Sakha paham bahwa ia harus menjaga setiap puing kenangan indah dengan baik. Sementara Reina, ditinggal setiap orang yang menurutnya berhaga, membuat ia mengerti bahwa tidak seharusnya ia menjaga setiap hal dengan baik. Dua orang yang rumit dan saling menyakiti satu sama...
SABTU
2492      1012     10     
True Story
Anak perempuan yang tumbuh dewasa tanpa ayah dan telah melalui perjalanan hidup penuh lika - liku, depresi , putus asa. Tercatat sebagai ahli waris cucu orang kaya tetapi tidak merasakan kekayaan tersebut. Harus kerja keras sendiri untuk mewujudkan apa yang di inginkan. Menemukan jodohnya dengan cara yang bisa dibilang unik yang menjadikan dia semangat dan optimis untuk terus melanjutkan hidupn...
Behind The Spotlight
3260      1598     621     
Inspirational
Meskipun memiliki suara indah warisan dari almarhum sang ayah, Alan tidak pernah berpikir untuk menjadi seorang penyanyi, apalagi center dalam sebuah pertunjukan. Drum adalah dunianya karena sejak kecil Alan dan drum tak terpisahkan. Dalam setiap hentak pun dentumannya, dia menumpahkan semua perasaan yang tak dapat disuarakan. Dilibatkan dalam sebuah penciptaan mahakarya tanpa terlihat jelas pun ...
Main Character
1091      677     0     
Romance
Mireya, siswi kelas 2 SMA yang dikenal sebagai ketua OSIS teladanramah, penurut, dan selalu mengutamakan orang lain. Di mata banyak orang, hidupnya tampak sempurna. Tapi di balik senyum tenangnya, ada luka yang tak terlihat. Tinggal bersama ibu tiri dan kakak tiri yang manis di luar tapi menekan di dalam, Mireya terbiasa disalahkan, diminta mengalah, dan menjalani hari-hari dengan suara hati y...
Catatan Takdirku
1024      659     6     
Humor
Seorang pemuda yang menjaladi hidupnya dengan santai, terlalu santai. Mengira semuanya akan baik-baik saja, ia mengambil keputusan sembarangan, tanpa pertimbangan dan rencana. sampai suatu hari dirinya terbangun di masa depan ketika dia sudah dewasa. Ternyata masa depan yang ia kira akan baik-baik saja hanya dengan menjalaninya berbeda jauh dari dugaannya. Ia terbangun sebegai pengamen. Dan i...
Penantian Panjang Gadis Gila
272      215     5     
Romance
Aku kira semua akan baik-baik saja, tetapi pada kenyataannya hidupku semakin kacau. Andai dulu aku memilih bersama Papa, mungkin hidupku akan lebih baik. Bersama Mama, hidupku penuh tekanan dan aku harus merelakan masa remajaku.