Loading...
Logo TinLit
Read Story - Intertwined Hearts
MENU
About Us  

Pagi-pagi buta, udara segar dibalut hembusan angin ringan menerpa tubuh Nara dan membuat embun yang menempel pada dedaunan berjatuhan. Baginya, hal ini adalah pemandangan menarik yang sayang sekali jika dilewatkan.  

Nara melangkahkan kakinya keluar dari pekarangan rumah dengan kaos hijau gelap oversize dan celana training hitam untuk sekadar berjalan pagi menyusuri trotoar sembari menikmati udara yang masih bersih.

Matahari terlihat masih mengintip di ujung langit pagi dengan warna oranye keemasan khas matahari terbit yang perlahan mengambil alih langit dari gelapnya malam.

Tak terasa, Nara sudah kelas sebelas SMA dan hari ini adalah hari terakhir liburan kenaikan kelas. Entah mengapa, ia ingin sekali jalan-jalan pagi ini sebelum besok harus kembali melakukan rutinitasnya sebagai pelajar.

Nara menuju ke sebuah taman di pinggir sungai yang biasa ia lewati ketika berangkat sekolah. Letaknya tepat setelah sebuah jembatan besar di atas sungai itu. Biasanya ia hanya melihat pemandangan di sini saat melintas saja. Karena ia sebenarnya ... ia memang tidak terlalu suka pergi keluar alias homebody person. Bahkan liburan kemarin, hanya ia habiskan dengan menambah daftar bacaan sembari membantu ibunya menjaga warung. Ya, mereka punya warung kecil di depan rumah yang menjual kebutuhan sehari-hari.

Ketika melewati jembatan, Nara berjalan sambil sesekali menengok, menikmati betapa indahnya pemandangan sunrise berpadu dengan aliran air sungai yang cukup besar. Bibirnya sontak tertarik ke atas, memejamkan mata sembari menghirup udara segar dalam-dalam. Beberapa kendaraan yang melintas sudah tidak ia hiraukan. Ia terus berjalan menuju taman yang yang sudah terlihat.

Sesampainya di sana, Nara mengedarkan pandangannya. Ini adalah kali pertamanya ke sini. Tiba-tiba, ia menyadari betapa dirinya sangat jarang jalan-jalan keluar, “Kemana aja selama ini sih gue nggak pernah ke sini?” batinnya.

Nara mengamati sekeliling dan melihat hanya ada jalan setapak di setiap sela tanaman dan beberapa kursi beton tepat di pinggir pagar yang membatasi taman dengan sungai. Pagar tersebut terbuat dari besi ringan dan dicat warna hitam, menyisakan beberapa meter tanah kosong dari bibir sungai. Hal ini tentu perlu dilakukan supaya tidak membahayakan pengunjung, khususnya anak-anak.

Nara melangkah menuju pagar dan meletakkan kedua tangannya di atasnya. Matanya berbinar, senyumnya tertarik menikmati pemandangan matahari yang hampir sepenuhnya terlihat, memantulkan cahaya keemasaan di permukaan air sungai. Ia menarik napas dalam-dalam, merasakan kesejukkan yang seperti meresap hingga ke dalam jiwanya.

Ketika sedang asyik mengagumi ciptaan-Nya, Nara menoleh ke kanan. Betapa terkejutnya dia saat melihat seseorang yang amat ia kenali. Sosok itu berdiri tepat tak jauh dari tempatnya sambil meneguk botol air mineral di tangannya.

Nara sontak berbalik membelakangi orang itu yang sedetik kemudian menengok ke arahnya. Jika ia terlambat satu detik saja, orang itu pasti, tidak, maksudnya, mungkin, akan mengenalinya dan menghampirinya.

Astaga, kenapa dia disini? Bukannya...

Flashback

"Nih uangnya. Jaga yang benar, jangan sampai hilang," kata Mala, ibunya, sambil mengeluarkan gulungan uang untuk membayar seragam. "Udah lengkap berkas-berkasnya, Ra?" lanjutnya.

"Udah kok, Bu. Yaudah, Nara berangkat dulu. Udah ditungguin Arum di depan," jawab Nara lalu mencium tangan Mala.

"Kok pagi banget sih?" tanya Mala lagi.

"Iya biar cepat, Bu. Soalnya nanti pasti rame banget." Nara merapikan seragam putih merahnya itu agar lebih rapi, "Assalamualaikum," kata Nara lalu berlari menghampiri Arum yang sudah di depan pagar rumahku.

"Waalaikumsalam."

Jadi, hari ini adalah hari dimana Nara harus melakukan pendaftaran ulang di sekolah menengah pertama yang sudah ia daftar, SMP Samantha. Nama yang unik bukan? Dan hari ini Nara memutuskan tidak bersama ayah maupun ibunya karena ingin daftar ulang sendiri bersama teman-temannya yang lain, termasuk Arum.

Bicara soal sekolah yang Nara pilih, yaitu SMP Samantha, sekolah ini adalah salah satu SMP favorit di daerah tempat Nara tinggal, sehingga dia sangat senang saat diterima disini. Bahkan, dia masuk ke peringkat 20 besar dengan jalur prestasi atau nilai rapor. Ditambah lagi, hanya memakan waktu sekitar 5 menit untuknya sampai di Samantha dengan berjalan kaki. Ya, sedekat itulah rumahnya dengan Samantha. Begitu pula dengan Arum dan beberapa teman SD-nya yang lain.

Sesampainya disana, ternyata dugaan Nara benar. Sudah cukup banyak yang mengantre untuk pengumpulan berkas-berkas administrasi. Banyak dari mereka yang datang sendiri, tapi banyak juga yang datang bersama orang tua mereka.

Nara dan Arum pun segera ikut berbaris di salah satu dari tiga barisan yang ada. Di depan mereka, ternyata sudah ada Lana dan Amrita, temannya juga.

Arum menanyakan teman-teman yang lain kepada mereka, "Yang lain mana?"

"Belum berangkat," kata mereka berdua bersamaan.

"Kita nggak papa nih duluan? Nggak nungguin yang lain dulu?" tanya Nara.

"Nggak papa lah, Ra. Takutnya tambah ramai kalo nanti. Kita nggak tahu juga mereka kapan sampenya. Siapa tahu malah mereka udah di depan kan," jawab Amrita.

"Kalau itu nggak mungkin sih kayaknya, Ta," timpal Lana lalu terkekeh.

"Ya iya lah, ini aja kita udah pagi banget. Emangnya mereka subuh-subuh udah kesini gitu?" Arum di belakang Nara ikut berbicara.

"Oh yaudah kalau gitu. Aku mah cuma ikut-ikutan ya," kata Nara sambil tersenyum. Memberi kode bahwa jika yang lainnya marah nanti, maka dia tidak mau terlibat.

"Yee, ya nggak bisa gitu dong, Ra ... Kan kita bareng-bareng. Kalau nanti pada marah, ya jangan lepas tangan gitu dong," ujar Rita sambil manyun.

"Batul tuhh!" seru Lana.

Nara pun tertawa kecil mendengarnya. Ia pun hanya berniat bercanda saja. "Iya-iya ..."

Setelah selesai mengumpulkan berkas, pembayaran, dan lain-lain, mereka diminta menunggu untuk pembagian bahan seragam.

Tidak ingin waktu terbuang sia-sia, Nara, Arum, Lana, dan Amrita memanfaatkan waktu itu untuk melakukan mini tour keliling Samantha.

Sekolah ini ternyata cukup besar. Karena termasuk sekolah adiwiyata, Samantha memiliki banyak tanaman berbunga bahkan sampai tanaman berbuah di setiap sudutnya. Apalagi bangunannya yang didominasi warna hijau semakin menambah kesan asri.

Ruang kelas untuk kelas tujuh ternyata berada di bagian paling belakang, dekat dengan kantin, kemudian diikuti kelas delapan, dan kelas sembilan yang paling dekat dengan arah gerbang utama. Seperti mengisyaratkan bahwa semakin tinggi kelas mereka, maka ruang kelasnya juga akan semakin maju ke depan mendekati gerbang utama dan mereka akan segera keluar dari sekolah ini. Jika lulus tentunya.

Setelah selesai berkeliling melihat lokasi perpustakaan, UKS, lab, ruang musik, mushola, kantin, dan juga kamar mandi, mereka memilih kembali ke halaman depan, dekat lobi. Menunggu pengumuman.

Nara dan Arum duduk di tepi sebuah kolam ikan yang ada persis di depan lobi, sementara Rita dan Lana yang tadi bilang ingin ke kamar mandi, sampai sekarang belum kembali.

Nara yang bosan sesekali melongok ke kolam untuk melihat ikan-ikan berwarna merah, jingga, dan putih berukuran sedang yang tidak dia ketahui apa namanya. Intinya, sejenis ikan hias yang sepertinya tidak untuk dimakan.

Tiba-tiba, pandangan Nara menangkap sesosok anak laki-laki yang pastinya juga seorang murid baru yang juga tengah berkeliling. Entah mengapa, anak itu menarik perhatiannya. Ya, alasan paling masuk akal untuk saat ini, mungkin karena wajahnya yang lumayan, ya lumayan tampan.

"Rum, lihat deh anak itu," kata Nara kepada Arum.

Arum yang tadinya sedang melamun pun mengalihkan perhatiannya ke arah Nara lalu ke arah yg dimasud Nara. "Yang mana?" tanyanya sambil celingak-celinguk.

"Arah jam tiga, yang tengah," jawab Nara tanpa melihat ke arah yang dimaksud, tidak mau membuatnya terlihat jelas.

Terlihat tiga anak laki-laki sedang berjalan sambil melihat-lihat sekolah ini juga.

Setelah mengatakan itu, Nara terdiam seperti patung karena anak itu tengah berjalan tepat di depannya. Arum juga spontan ikut  mematung.

"Ohh, terus kenapa?" tanyanya lagi setelah anak itu berjalan menjauh.

"Ya nggak apa-apa sih. Cuma pengen ngasih tau aja."

"Naksir ya?" ledek Arum.

"Nggak kok," jawab Nara cepat. "Cuma pengen sekelas aja," lanjutnya sambil tertawa mengisyaratkan bahwa ia hanya bercanda. Dan memang benar bahwa saat itu, Nara merasa bahwa ia hanya asal bicara ketika berkata ingin satu kelas dengan anak itu.

"Dihh, sama aja kali, Ra," ujar Arum memutar bola matanya.

Nara tak menimpali lagi. Ia hanya kembali menatap punggung anak itu sampai benar-benar hilang dari pandangannya. Ternyata, sesuatu yang lebih besar muncul tanpa ia sadari.

Flashback off

Memori itu seketika kembali muncul di ingatannya. Ia pergi secepat mungkin meninggalkan tempat itu. Mencoba menyangkal hatinya yang diam-diam sangat merindukan sosok itu.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • juliartidewi

    Kalau ditulis 'ada keturunan Cina' bisa menyinggung SARA.

    Comment on chapter 10 || A Threat from The Past
Similar Tags
Je te Vois
619      411     0     
Romance
Dow dan Oi sudah berteman sejak mereka dalam kandunganklaim kedua Mom. Jadi tidak mengherankan kalau Oi memutuskan ikut mengadopsi anjing, Teri, yang merupakan teman baik anjing adopsi Dow, Sans. Bukan hanya perihal anjing, dalam segala hal keduanya hampir selalu sama. Mungkin satu-satunya yang berbeda adalah perihal cita-cita dan hobi. Dow menari sejak usia 8 tahun, tapi bercita-cita menjadi ...
Perjalanan yang Takkan Usai
345      289     1     
Romance
Untuk pertama kalinya Laila pergi mengikuti study tour. Di momen-momen yang menyenangkan itu, Laila sempat bertemu dengan teman masa kecil sekaligus orang yang ia sukai. Perasaan campur aduk tentulah ia rasakan saat menyemai cinta di tengah study tour. Apalagi ini adalah pengalaman pertama ia jatuh cinta pada seseorang. Akankah Laila dapat menyemai cinta dengan baik sembari mencari jati diri ...
FAMILY? Apakah ini yang dimaksud keluarga, eyang?
179      157     2     
Inspirational
Kehidupan bahagia Fira di kota runtuh akibat kebangkrutan, membawanya ke rumah kuno Eyang di desa. Berpisah dari orang tua yang merantau dan menghadapi lingkungan baru yang asing, Fira mencari jawaban tentang arti "family" yang dulu terasa pasti. Dalam kehangatan Eyang dan persahabatan tulus dari Anas, Fira menemukan secercah harapan. Namun, kerinduan dan ketidakpastian terus menghantuinya, mendo...
Heavenly Project
506      350     5     
Inspirational
Sakha dan Reina, dua remaja yang tau seperti apa rasanya kehilangan dan ditinggalkan. Kehilangan orang yang dikasihi membuat Sakha paham bahwa ia harus menjaga setiap puing kenangan indah dengan baik. Sementara Reina, ditinggal setiap orang yang menurutnya berhaga, membuat ia mengerti bahwa tidak seharusnya ia menjaga setiap hal dengan baik. Dua orang yang rumit dan saling menyakiti satu sama...
Langkah Pulang
376      275     7     
Inspirational
Karina terbiasa menyenangkan semua orangkecuali dirinya sendiri. Terkurung dalam ambisi keluarga dan bayang-bayang masa lalu, ia terjatuh dalam cinta yang salah dan kehilangan arah. Saat semuanya runtuh, ia memilih pergi bukan untuk lari, tapi untuk mencari. Di kota yang asing, dengan hati yang rapuh, Karina menemukan cahaya. Bukan dari orang lain, tapi dari dalam dirinya sendiri. Dan dari Tuh...
Time and Tears
246      193     1     
Romance
Rintik, siswi SMA yang terkenal ceria dan berani itu putus dengan pacarnya. Hal berat namun sudah menjadi pilihan terbaik baginya. Ada banyak perpisahan dalam hidup Rintik. Bahkan temannya, Cea harus putus sekolah. Kisah masa remaja di SMA penuh dengan hal-hal yang tidak terduga. Tak disangka pula, pertemuan dengan seorang laki-laki humoris juga menambah bumbu kehidupan masa remajanya. Akankah Ri...
A Sky Between Us
35      30     2     
Romance
Sejak kecil, Mentari selalu hidup di dalam sangkar besar bernama rumah. Kehidupannya ditentukan dari ia memulai hari hingga bagaimana harinya berakhir. Persis sebuah boneka. Suatu hari, Mentari diberikan jalan untuk mendapat kebebasan. Jalan itu dilabeli dengan sebutan 'pernikahan'. Menukar kehidupan yang ia jalani dengan rutinitas baru yang tak bisa ia terawang akhirnya benar-benar sebuah taruha...
FAYENA (Menentukan Takdir)
356      261     2     
Inspirational
Hidupnya tak lagi berharga setelah kepergian orang tua angkatnya. Fayena yang merupakan anak angkat dari Pak Lusman dan Bu Iriyani itu harus mengecap pahitnya takdir dianggap sebagai pembawa sial keluarga. Semenjak Fayena diangkat menjadi anak oleh Pak Lusman lima belas tahun yang lalu, ada saja kejadian sial yang menimpa keluarga itu. Hingga di akhir hidupnya, Pak Lusman meninggal karena menyela...
Kainga
1154      681     12     
Romance
Sama-sama menyukai anime dan berada di kelas yang sama yaitu jurusan Animasi di sekolah menengah seni rupa, membuat Ren dan enam remaja lainnya bersahabat dan saling mendukung satu sama lain. Sebelumnya mereka hanya saling berbagi kegiatan menyenangkan saja dan tidak terlalu ikut mencampuri urusan pribadi masing-masing. Semua berubah ketika akhir kelas XI mereka dipertemukan di satu tempat ma...
Da Capo al Fine
275      233     5     
Romance
Bagaimana jika kau bisa mengulang waktu? Maukah kau mengulangi kehidupanmu dari awal? Atau kau lebih memilih tetap pada akhir yang tragis? Meski itu berarti kematian orang yang kau sayangi? Da Capo al Fine = Dari awal sampai akhir