Suasana setelah sholat subuh memang sangat cocok kalau dilanjut berolahraga pagi. Namun, ada pukul lain yang sangat dihafal Gelis, Pukul yang membuat matanya berbinar, sampai berlama-lama di bawah mentari walau menyilaukan. Di pukul 09.00, kedua tangannya pasti memegang erat kamera untuk memotret sesuatu. Ia berdiri di halaman belakang rumah, yang ditanami sayuran, ada pula kembang hias, semua bagai negri dongeng karena kupu-kupu berterbangan dengan warna beragam. Gelis berlari kesana-kemari, walau sendirian, ia tak merasa sepi.
grasak grusuk, hentakan kaki Gelis yang berlarian akan terdengar seperti itu.
warna kupu-kupu unik dan belum tentu kupu-kupu yang kemarin datang lagi di hari ini. Yang pasti akan selalu ada warna biru, membuat Gelis teringat pertemuannya degan David Biru Benua tadi malam.
"Biru". "Tadi malam aku memanggilnya karena mengaitkan warna biru yang disukai seseorang". "Aku selalu begitu" Gelis yang terduduk di tanah bengong dan bingung akan dirinya.
Rasa suka pada pak dosen, tak seharusnya diabadikan terus-menerus. pertanyaannya satu, aura dosen itu kenapa bisa membuatnya jatuh cinta segila ini.
"apa aku kesepian jadi gampangan luluh". "udah lama ga lihat dia lagi, malah tetep kefikiran". Dia melamun sambil mencabut rumput liar, itung-itung bersihin tanamannya.
"bener juga, hatiku kosong, tidak ada perhatian makanya begini terus" Gelis menyadari hal baru. Dirinya memilih lanjut mencabuti rumput dan menyiram semua tanaman di belakang rumahnya dengan riang gembira.
Di jam yang paling disukai gelis, untuk pertamakalinya lelaki selain papah menyapa di halaman rumahnya.
"lilis" suara nyaring namun lembut terdengar
Gelis sedang menyela keringat dengan tissue, spontan menoleh ke arah suara "Biru, kenapa disini"?
Perkataan David biru Benua kemarin malam ternyata bukan basa-basi, ia benar-benar bicara padaku lagi.
Biru berlari mendekati "minum dulu, dehidrasi nanti" Lilisnya hanya tersenyum dan langsung meminum air yang dibawakan biru.
mereka kini duduk di atas tanah, tidak lagi bersebrangan tapi bersampingan. "wah, meyegarkan, terimakasih Biru". "sama-sama Lilis" katanya.
"tadi aku bilang mba turim, mau berkenalan sama Gelis, saya cucunya pak dombret, kataku" ucap Biru
"pantes aja dibolehin, Pak Dombret sering banget cerita tentangmu" jawab Gelis sangat hangat "kamu, gagah, aura anak pinter kaya raya" rayu Lilis.
"kamu manis, manis walau lagi diem" jawab biru tersenyum
Mereka tertawa-tawa riang, suasana terasa sangat akrab padahal hari itu adalah pertemuan kedua. David Biru Benua, dia sesuai kriteriaku, bicaranya lembut, dan sangat terlihat dari postur tubuhnya kalau pola hidup dia sangat sehat apalagi calon dokter.
Biru, kamu menawan. Sangat cocok menjadi seorang dokter, jadilah dokterku jika aku sakit. Sembuhkanlah orang-orang dengan ilmu juga kelembutanmu. Dalam hatiku berkata, setiap wanita yang bertemu denganmu pasti akan kagum, ntah sudah berapa banyak yang menyukaimu. Pukul sembilan pagi itu gembira sekali, terimakasih sudah mampir dan mengajakku bicara, kamu banyak mendengarku.
aku bingung dengan dunia dan juga tatapan matamu. Seorang calon dokter yang menyenangkan. katanya aku manis tapi dia lebih manis, bagaimana memujinya. Seharusnya dia sadar, dirinya sangat menawan.