Loading...
Logo TinLit
Read Story - BLUFY
MENU
About Us  

Mentari di tahun 2015 dan ruang kelas di Semester 3.

Setelah salat Dzuhur, Gelis mendapatkan keberuntungannya yaitu, masih ada satu kursi kosong di barisan paling depan. Ia langsung duduk. Bagi Gelis, duduk di belakang membuat materi kuliah terasa tiga kali lebih sulit. Teman-temannya yang ambis pun selalu berebut tempat duduk paling depan.

“Akang-akang sama teteh-teteh kuliahan tuh kelihatannya keren ya,” celetuk Gelis dengan nada absurd khas dirinya.

“Eh, anda, kita semua juga mahasiswa, kali,” sahut Nada, sambil menepuk rambut Gelis. “Rambut kamu acak-acakan banget.”

“Tadi habis salat, gak sempat ngaca. Gak bisa touch up makeup buru-buru kayak kamu,” jawab Gelis, setengah menyindir.

“Masyaallah. Malu aku sama yang belum berhijab tapi salatnya lebih disiplin. Aku sih salatnya nanti aja, di kos,” Nada cengengesan.

“Nad, kalau jedanya agak panjang, mending salat dulu aja ya. Sekalian menenangkan pikiran.” Gelis tiba-tiba memeluk temannya.

“IDIH! Liat, guys! Efek menjomblo akut!” Nada berteriak lebay.

Gelis mencubit pipi Nada. “Kalau dinasihatin tinggal jawab ‘iya’, jangan motong pembicaraan.”

Nada mencibir balik, “HAH, mau punya pacar ya? Ya udah tinggal cari, ngapain bete.”

Suaranya cukup lantang hingga beberapa mahasiswa menoleh.

“HAHAHA!” seru cowok-cowok di belakang.
“Sini, dipilih-pilih, Gel mau yang mana?”
“Gak level ah, sekelas doang mah,” celetuk yang lain.
“Berisik banget. Baca grup, tuh. Bu dosen suruh baca PPT, nanti ditanyain yang susah,” tegur yang lain lagi.

“Semua materi juga terasa sulit kalau belum dijelasin,” keluh Gelis.

“Dibaca dulu dong, sayang. Sini, aku temenin,” kata Nada sambil menjitak pelan kepala Gelis.

“Nyebelin, parah,” gumam Gelis, tapi senyum tipis tetap muncul. Nada memang hobi mengganggunya. Wajah jengkel Gelis justru jadi hiburan favorit temannya itu.

Ketika suasana kelas mulai hening, semua sibuk membaca PPT sambil menunggu kedatangan bu dosen,tiba-tiba pintu terbuka.

Namun yang masuk... bukan bu dosen.

Langkah seseorang yang asing bagi sebagian besar mahasiswa, tapi sangat dikenali oleh Gelis, menapaki lantai kelas dengan tenang.

Pak Natapurma.

Bukan dosen mata kuliah ini. Bukan pula dosen di jurusan akuntansi. Tapi dosen yang... dikagumi diam-diam oleh Gelis sejak maba sampai semester 3 ini.

Gelis menatap tanpa berkedip.

“Pak Nata itu,” bisiknya pelan.

Nada ikut menoleh. “Andai dosen kita seganteng ini ya?” gumamnya.

“Teman-teman, mohon maaf. Saya habis mengajar di kelas ini tadi, sepertinya saya meninggalkan buku,” kata Pak Nata dengan senyum hangat khasnya.

“Gapapa, Pak.”
“Buku apa, Pak?”
“Kita bantu cari ya...”
Suasana kelas langsung ramai karena para ciwi-ciwi mulai mencari perhatian.

“Terima kasih, tidak perlu repot-repot,” ucapnya dengan tenang, tetap ramah.

Pandangan matanya menyapu kelas, lalu berhenti pada Gelis.

“Kamu yang duduk di depan, yang baju merah muda.”

Gelis kaku. “Saya, Pak?” tanyanya, nyaris tanpa ekspresi.

Pak Nata mengangguk dengan senyum. “Iya. Maaf, sepertinya buku saya ada di bawah meja kamu. Boleh minta tolong ambilkan?”

Kelas mendadak hening. Gelis menunduk, mengambil buku itu, lalu berdiri dan menyerahkannya.

“Ini, Pak.”

“Terima kasih.”

Jantung Gelis berdetak tak karuan. Tapi ia tak membalas apa-apa. Saat buku itu berpindah tangan, matanya menangkap sesuatu, ada cincin di jari manis Pak Nata.

Ia hanya tersenyum tipis. Lalu kembali duduk dengan pelan.

“Bye-bye, Pak...”
“Dadah, sayang...”
“Ganteng pisan...”
Suara para ciwi-ciwi menggema saat Pak Nata meninggalkan ruangan.

Nada berbisik geli, “Aku sih, kalo dinikahin dosen, ayo-ayo aja.”

“Masalahnya... dosennya gak tertarik sama kamu. Gimana dong,” jawab Gelis ketus, membuat Nada tertawa terpingkal-pingkal.

“Dih! Suka ya anda sama bapaknya? Aku dengar tadi kamu langsung tahu namanya.”

Gelis tersipu. “Kalau iya... kenapa? Tapi aku sadar diri kok.”

“Nah iya. Pak dosen itu islami banget kelihatannya. Pasti nyarinya yang menutup aurat, cerdas, setara. S2 juga mungkin. Dosen, dokter... gitu lah.”

Nada tertawa, lalu menepuk pundak Gelis.

“Kamu lemot. Nanti gak nyambung obrolannya. Lucu sih, tapi kasian dosennya.”

Gelis hanya tersenyum melas. Ocehan Nada memang panjang lebar dan membuat Gelis tersadarkan "omongan Nada bener juga" batinnya meng-iyakan.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Jalan Menuju Braga
821      571     4     
Romance
Berly rasa, kehidupannya baik-baik saja saat itu. Tentunya itu sebelum ia harus merasakan pahitnya kehilangan dan membuat hidupnya berubah. Hal-hal yang selalu ia dapatkan, tak bisa lagi ia genggam. Hal-hal yang sejalan dengannya, bahkan menyakitinya tanpa ragu. Segala hal yang terjadi dalam hidupnya, membuat Berly menutup mata akan perasaannya, termasuk pada Jhagad Braga Utama--Kakak kelasnya...
Benang Merah, Cangkir Kopi, dan Setangan Leher
290      236     0     
Romance
Pernahkah kamu membaca sebuah kisah di mana seorang dosen merangkap menjadi dokter? Atau kisah dua orang sahabat yang saling cinta namun ternyata mereka berdua ialah adik kakak? Bosankah kalian dengan kisah seperti itu? Mungkin di awal, kalian akan merasa bahwa kisah ini sama seprti yang telah disebutkan di atas. Tapi maaf, banyak perbedaan yang terdapat di dalamnya. Hanin dan Salwa, dua ma...
Anak Magang
131      122     1     
Fan Fiction
Bercerita sekelompok mahasiswa yang berusaha menyelesaikan tugas akhirnya yaitu magang. Mereka adalah Reski, Iqbal, Rival, Akbar. Sebelum nya, mereka belum mengenal satu sama lain. Dan mereka juga bukan teman dekat atau sahabat pada umumnya. Mereka hanya di tugaskan untuk menyelesaikan tugas nya dari kampus. Sampai suatu ketika. Salah satu di antara mereka berkhianat. Akan kah kebersamaan mereka ...
Antropolovegi
141      126     0     
Romance
"Ada satu hubungan yang lebih indah dari hubungan sepasang Kekasih Kak, Hubungan itu bernama Kerabat. Tapi kak, boleh aku tetap menaruh hati walau tau akhirnya akan sakit hati?" -Dahayu Jagat Raya. __________________________ Sebagai seseorang yang berada di dalam lingkup yang sama, tentu hal wajar jika terjadi yang namanya jatuh cinta. Kebiasaan selalu berada di sisi masing-masing sepanjang...
Dunia Gemerlap
21499      3194     3     
Action
Hanif, baru saja keluar dari kehidupan lamanya sebagai mahasiswa biasa dan terpaksa menjalani kehidupannya yang baru sebagai seorang pengedar narkoba. Hal-hal seperti perjudian, narkoba, minuman keras, dan pergaulan bebas merupakan makanan sehari-harinya. Ia melakukan semua ini demi mengendus jejak keberadaan kakaknya. Akankah Hanif berhasil bertahan dengan kehidupan barunya?