Loading...
Logo TinLit
Read Story - Warisan Tak Ternilai
MENU
About Us  

Magie Oven, Toko Roti yang menghidupi Gemi dan yang seharusnya menjadi rumah kedua tempatnya pulang untuk dirinya. Di mana ketika masih gampilnya memasuki dunia kerja, banyak lembaran-lembaran lowongan lapangan pekerjaan yang masih menempel lekat di tiang-tiang listrik, di papan-papan jalan informasi, bahkan Gemi temukan di tembok-tembok pasar yang dirinya kunjungi setiap dua hari sekali bersama Ibunya saat itu masih jadi pengangguran, lembaran kertas yang melekat di tembok pasar tengah mencari seorang pekerja rumahan dengan upah yang menggiurkan, lima ratus ribu untuk dua hari. 

Aku tergiur, akan tetapi Ibunya berkata, jangan pernah terlena dengan iklan yang belum tentu jelas tujuannya, jika tak ingin terjebak di dalamnya. 

Sejujurnya, Gemini Nirmala adalah sosok perempuan yang bila sebuah perusahaan swasta di luar sana tengah mencari kandidat tinggi, berpenampilan menarik, juga cantik, mungkin dia lah orangnya. 

 

Akan tetapi, Gemi justru lebih memilih bekerja di sebuah toko yang mana tak ingin menunjukkan identitas aslinya. Pemilik Toko hanya mengharapkan seseorang yang jujur serta mampu bertanggung jawab dengan pekerjaannya. 

Gemi pun mendapatkan pekerjaannya, jaraknya pun tak begitu jauh dari rumah. Hanya satu kilometer saja, dan berjalan pun sebetulnya dia mampu. Namun, untuk mengerjakan waktu awal masuk kerja dia berangkat bersama dengan teman kerjanya yang dibonceng motor oleh kakak laki-lakinya. Kakak beradik ini memang sangat  kurus badannya, tetapi Gemi yang sedikit semok ini begitu tak tahan setengah pantatnya di awang-awang. Mau bagaimana lagi, kehidupan kerap menyiksa tiada henti. 

Sedikit lega bila Gemi diantar pulang dan jemput oleh Bapaknya, meski dengan motor bebek berwarna merah corak keemasan yang mana kala itu nopolnya sudah hilang nyawa sejak beberapa bulan yang lalu. 

Ingin membayar pajaknya pun tak bisa, sebab motor bebek itu Pak Gustin membelinya dari seorang tetangga yang seorang pemilik bengkel sepeda motor, yang juga rental sepeda motor. Nopol nya bukan dari daerah sini, melainkan dari daerah nyaris pucuk wetan sana. Itulah yang membuat sulit. 

Motor itu pun hanya bisa digunakan di sekitaran rumah, dan desa ke desa asal tak bertemu dengan razia polisi. Tetapi semenjak sepeda motor bebek itu ada, Gemi memang belum pernah menemukan Bapaknya kena tilang. Entah ilmu apa yang tengah dimiliki oleh Bapaknya itu. 

 

Meski terkadang Gemi diantar pulang jemput sama Bapaknya, ada rasa tak enak hati. Sebab Bapaknya usai mengantarnya ke dan Toko, harus pergi lagi untuk berangkat kerja yang mana memang harus mengendari sepeda motor karena jaraknya yang lumayan jauh. 

Lalu akhirnya, Gemi memutuskan untuk berangkat kerja dengan mengayuh sepeda pancal mini akan tetapi yang bisa dinaiki oleh orang dewasa, dulunya dia gunakan ketika akan berangkat ke sekolah. 

Itung-itung sambil berolahraga, namun seiring berjalannya waktu Gemi merasa lebih sering tak enak badan. Entah apa karena setiap hari bekerja full dan harus jadi multifungsi di Toko Roti itu. 

Posisi ya memang sebagai seorang Kasir Toko, akan tetapi dirinya juga harus bisa di bagian operator packing, di mana Gemi merasa kesulitan memegangi antara satu buah roti dibtangan kanan, dan satu biji plastik opp di tangan kirinya, terkadang juga menjadi seorang desain kue, menyuntikkan selai-selai cokelat dan buah ke dalam roti, lalu juga sebagai cleaning service. Memang, di dalam Toko Roti itu ada tiga karyawan. Dua orang sebagai Kasir, dan satu orang mutlak sebagai Baker. 

Dengan upah yang tak capai lima puluh ribu pe-rhari nya, dan semua sendi-sendi di dalam tubuhnya turut begerak aktif. Berbeda dengan seorang Baker, yang mana dirinya bekerja di malam hari, besoknya menghabiskan pagi dengan tidur. Bak seekor Kelelawar. Jamunya, secangkir kopi hitam dan sebatang rokok per-hari nya. 

Paling membosankan adalah pekerjaan menunggu, karena Gemi berada di Toko kecil yang sebenarnya bangunan Toko Roti itu adalah sebuah rumah, kemudian jadi RuKo yang mana memang hidupnya di pinggir jalanan. Pagi, siang, sore hingga malam selalu was-was diancam kesunyian. Makanan olahan jadi, dan harus terjual bersih. Jika masih tersisa, bisa dibawa pulang para karyawan. 

 

 

Ada masanya lelah jadi tak berkah. Badan yang terasa capek, belum lagi ditambah beban pikiran karena ucapan yang menyakiti perasaan Gemi. 

Karena memutuskan untuk berangkat dengan sepeda pancal nya, dia kerap kali terlambat datang meski hanya sepuluh menitan. 

Lalu teman kerjanya yang bernama Dona, juga tetangga satu desanya itu nyeletuk.

“Kamu bisa enggak sih, ngerti? Masa aku aja yang kerjain semuanya dari ngepel, nyapu, capek tau!” keluhnya dengan penuh penekanan, dan sorot mata yang tajam. 

 

Gemi hanya terdiam, tetapi matanya penuh kebencian. Dadanya membengkak. Hingga dia adukan pada Tuhan-Nya yang tak pernah lengah melihat setiap yang Gemi perbuat di dunia. 

Gemi memendamnya hari demi hari, akan tetapi Ibunya selalu bisa menebak apa yang terjadi pada diri anak perempuannya itu. Makan jadi gelisah, berangkat kerja pun terburu-buru. 

Hingga ada hari di mana Gemi nyaris saja terjatuh di tengah-tengah aspal jalan raya yang ramai karena sepeda mini nya pada bagian rantai sepeda itu tengah melilit rok yang dirinya kenakan saat akan berangkat kerja. Akan tetapi dia memilih diam, ketika sampai di Toko agar amarah tak menguasai dirinya. Biar saja Tuhan-Nya menyiapkan masak-masak untuk balasan bagi seorang dzolim. 

Meski Gemi telah merobek penuh bagian yang tergilas di roknya, agar tampak setara. Rusmini tak pernah bisa tertipu. 

Gemi, manusia yang selalu ingin berusaha untuk bisa seperti orang-orang bijak dengan kata-kata motivasinya untuk tetap memendam masalah, demi kebaikan yang lainnya. Akan tetapi, Gemi bukanlah termasuk dari satu-satunya orang-orang bijak itu. Dirinya tak mampu, meski tak ingin melihat hati Ibunya kembali rapuh untuk yang kesekian kalinya.

 

“Kenapa sih, ketika kita berbuat baik sama orang, malah balasannya seperti ini? Nyesel aku, Gemi! Lebih baik kamu resign saja, ketimbang anak ku enggak dihargai lagi! Tega banget yah, kita masih tetanggan loh! Dia juga sering tuh lewat depan rumah!” 

Untuk kesekian kali lagi, usaha kebaikan Rusmini dihancurkan hanya karena soal kecemburuan sosial. 

 

Hampir menginjak satu tahun, Gemi bekerja di Magie Oven dengan hampir setiap hari nya membawa bekal banyak, lalu sebungkus es jus di kala bulan puasa, karena tubuh butuh banyak serat dan sengaja Rusmini membuat dua bungkus, agar bisa memakan dan meneguk sama-sama. Kini, jangankan ditawari makan dan minuman lagi, Ibu menegur sapa saja pada Dona saat lewat depan rumah sudah tak sudi. Bukan karena melupakan beberapa kebaikan dilupakan, hanya karena satu kesalahan. Akan tetapi, cobalah memikirkan apa yang ingin diucapkan, apakah sudah benar. 

Apa yang Gemi lakukan di Toko Roti Magie Oven seperti mengisi air dalam botol yang retak, pikiran dan tenaganya hanya dipandang sebelah mata. Biarlah, kebohongan ini dibenarkan. Gemi memutuskan resign pada pemilik Magie Oven karena badannya sering sakit-sakitan. 

 

 

 

 

 

 

 

Catatan Kaki : 

1). Nopol : Nomor Polisi/ Plat Nomor di papan besi bagian belakang sepeda motor. 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags