Loading...
Logo TinLit
Read Story - Semesta Berbicara
MENU
About Us  

Vinda melangkah segan ke dalam gedung perusahaan Naratama. Karena Fabian sedang berada di Jakarta, ia harus menggantikannya dalam urusan proyek kerja sama ini. Ia melangkah gugup sekaligus senang; setidaknya di sini dia bisa bertemu dengan Anjar, bos perusahaan ini yang telah dikenalnya. Memang belakangan ini pria itu seringkali mengiriminya pesan, hingga kini mereka terus berbalas pesan. Ia sudah lama tidak bertemu dengan pria Jawa manis itu, entah bagaimana harus bersikap di depannya nanti.

“Mau bertemu dengan siapa, ya?” seorang Resepsionis bertanya kepadanya.

“Dengan Pak Anjar, sudah janjian sebelumnya. Saya Vinda, perwakilan dari RumahWaktu,” Vinda memberitahukan.

“Oh sebentar ya,” wanita resepsionis itu bicara melalui telepon kepada seseorang, sangat singkat, sebelum menutupnya. “Silakan langsung masuk ke ruangannya, di ruang Direktur Utama, lantai 5.”

“Baik, terima kasih!” Vinda menurut. Sambil berjalan, ia mengamati kantor perusahaan yang tampak mewah dan modern ini, berbeda sekali dengan kantornya yang terkesan lebih seperti rumah dan kasual. Perusahaan Anjar maju juga. Dia Bos besar, tapi sikap tengilnya sering bikin lupa kalau dia Bos sih, pikirnya sambil mengulum senyum dalam perjalanannya ke lift.

Saat pintu lift terbuka, ia masuk. Sesampainya di lantai lima, ia mencari ruang bertuliskan Direktur Utama yang disebut resepsionis, dan menemukannya. Ia mengetuk tiga kali.

“Masuk!” sahut seseorang dari dalam.

 

Vinda mempersiapkan hatinya, menenangkan jantungnya yang berdebar. Pintu dibuka, dan ia melangkah dengan mode profesional. Anjar tampak berwibawa di balik jas kerjanya, duduk di balik meja kerjanya yang kokoh dan tampak berkelas, begitu pula kursinya.

“Pak Anjar, saya membawakan file dokumen proyek kita, serta blueprint rancangan terakhir sesuai pesan Fabian,” Vinda menjulurkan sebuah map ke tangan Anjar.

“Silakan duduk!” Anjar menunjuk bangku di depan mejanya. Vinda menurut untuk duduk, sementara Anjar membolak-balik mapnya. “Sudah lengkap semua ya,” bos muda itu mengomentari, sambil masih memerhatikan halaman demi halaman yang dibaliknya. Ia tampak sangat fokus dan serius.

Situasi hening ini membuat Vinda canggung. Anjar tampak berbeda dari pesan yang sering dikirimkannya. Di sini ia terkesan sangat berkharisma dan serius, membuatnya jengah.

“Kenapa Vin?” Anjar melirik raut wajah Vinda yang menatap lekat ke wajahnya sejak tadi.

“Oh nggak… kamu ternyata aslinya serius ya,” Vinda mencari penjelasan.

“Ya kalau mode kerja aku begini,” Anjar tersenyum manis sekali, paham keterkejutan Vinda. Ia lalu menutup mapnya untuk menatap gadis itu lekat-lekat. “Tapi kalau kerjaan udah selesai, aku bisa balik tengil lagi.”

Vinda hanya mengangguk sambil melihat ke arah lain, malu diperhatikan mata indah itu. Ia tidak berani menatap balik mata Anjar.

Sesaat, ia melihat buku tebal di rak belakang Anjar nyaris jatuh menimpa pria itu. Refleks, ia berdiri, menjadikan tubuhnya tameng, dan kepalanya pun tertimpa buku.

Anjar terkejut karena kejadiannya begitu cepat. “Vinda, are you okay?” ia menarik Vinda ke sofa di ruangan itu untuk mengecek kepalanya. Beruntung tidak ada luka di kepala gadis itu.

“Nggak apa-apa, yang penting kamu nggak kena kan?” Vinda masih tersenyum.

Anjar tertegun. Baru saja tubuh mungil itu bergerak cepat, seolah nyawanya tak berarti asal dirinya selamat.

Untuk pertama kalinya dalam hidup, seseorang—perempuan—menjadi tameng untuknya.

Detik itu, Anjar tahu, ia sudah kalah telak.

“Vinda…” suaranya pelan, hampir tidak terdengar. “Nggak usah sampai begitu ke aku. Aku laki loh.”

 

Tapi matanya menatap lama, seolah ingin mengucapkan sesuatu yang belum sempat terucap.

“Ya maaf, tadi… refleks,” Vinda malu sendiri, ketahuan terlalu mengkhawatirkan Anjar yang baru dikenalnya belum lama ini.

“Terima kasih ya, tadi kamu selamatin aku,” Anjar berkata tulus, ia merasa sangat berutang pada gadis itu. “Sebenarnya ada yang cemburu ke kamu.”

“Hah, siapa?” Vinda celingak-celinguk bingung, sebab sepenglihatannya tidak ada orang lain di ruangan ini.

“Bukan orang,” jawaban Anjar yang lugas itu membuatnya teringat perbincangan Anjar dan Fabian sebelumnya di ruang rapat kantornya.

Jadi benar dia bisa lihat yang nggak terlihat? Vinda mengatupkan mulutnya yang terperangah.

 

-oOo-

 

Sementara di kantor RumahWaktu, Anya menghabiskan waktu makan siang di ruang kerja Tougo. Ia bersandar ke bahu pemuda itu sambil memainkan ponselnya.

“Hun, memang benar Suci dari keluarga yang biasa aja?” ia memerhatikan video Suci dengan seorang pria bergaya eksekutif muda yang gagah di ponselnya. Dikirim beberapa waktu lalu oleh orang yang dibayarnya untuk mengintai Suci. Keduanya tampak bercanda akrab di warung soto mi, pria itu bahkan mengelus kepala Suci dengan gestur sayang.

“Iya, orangtuanya cuma punya usaha minuman, UMKM gitu,” Tougo menjawab sepengetahuannya. Ia tidak mengetahui kabar terbaru keluarga itu, karena ia tak menaruh peduli. Padahal setelah Tougo pindah ke Bogor, perusahaan minuman keluarga Suci di Jakarta telah berkembang menjadi perusahaan raksasa dengan omset besar setiap bulannya.

Anya menyeringai. “Bagus deh!” ia segera menyebarkan video itu ke grup perusahaan, membubuhkan caption yang menggiring opini bahwa Suci adalah pemanjat sosial yang memiliki hubungan romantis dengan pria mapan. Dengan Suci dan Fabian yang belakangan tak terlihat di kantor. Anya bebas menyebar isu negatif, berharap semua memandang Suci buruk, bahkan hingga kena sanksi.

 

-oOo-

 

Suci bangun sangat pagi, hari ini ia ingin melanjutkan niatnya memperkenalkan ragam jajanan pasar kepada Fabian. Apalagi dengan kehadiran pria Belanda itu di rumahnya, ia tidak boleh terlihat malas. Ia mandi saat langit masih gelap, mengenakan pakaian yang cukup layak untuk keluar rumah, celana berwarna mustard dan kaos berlengan panjang berwarna hijau lime. Ia segera berburu kue-kue lokal yang biasa dijajakan di lapak pagi hari.

Begitu kembali, ia membawa satu kotak food container yang penuh dengan kue-kue lokal.

“Apaan tuh?” Surya sudah rapi dengan pakaian kerjanya, ia duduk di bangku depan meja makan.

“Kue jajanan pasar, buat Fabian cobain,” Suci menjelaskan. “Nih Kak, aku beliin nasi kuning juga buat sarapan,” ia menaruh satu bungkusan ke depan Surya.

“Ih baik banget Adek gue!” Surya kesenangan, ia segera berdiri mengambil piring dan alat makan.

“Tapi Kak, gue mau minta tolong dong, ceritain semua hal tentang Akasia,” Suci menyuarakan keinginannya dengan senyum tengil.

“Lu pengin kenal dia?” tebak Surya. “Gue sih nggak terlalu kenal, noh tanya aje ke Fabian yang sahabatnya, minta kenalin langsung!” ia tidak peka.

Suci menepuk jidatnya gemas; justru ia ingin mencari tahu diam-diam di belakang Fabian, sebagai amunisi untuk mendapatkan hati pria Belanda itu. Ia ingin tahu wanita seperti apa yang sangat berkesan dalam hidup Fabian sebelumnya.

“Tuh Fabian, Fabian sini! Adik gue mau kenalan sama Akasia katanya,” tanpa dinyana, Surya memanggil Fabian yang baru terlihat mendekati meja makan. Suci gelagapan, mengibas-ngibaskan tangannya, mengelak dari ucapan Surya.

 

Suci kemudian duduk dengan pasrah sambil menutup wajahnya, malu. Sementara Fabian yang awalnya bingung, duduk di sebelahnya, menatap gadis itu dengan pandangan seolah paham.

“Boleh, aku kenalin,” jawaban Fabian semakin membuat Suci panik.

“Nggak usah, Kak Surya cuma asal ngomong!” Suci membatalkan.

“Nggak apa-apa, yuk ketemuan sama orangnya hari ini!” ajak Fabian.

“Hah, hari ini?” Suci gelagapan. “Emang dia…nggak kerja? Nggak usah, ganggu nanti,” ia ingin sekali kabur dari rencana ini. Ia pasti canggung jika menemui Akasia bersama Fabian.

“Nggak masalah, kan dia yang punya kerjaan. Dia nyonya besarnya,” Fabian menjawab santai sambil mengetik pesan di ponselnya. Fabian puas setelah mendapat balasan pesan dari ponselnya. “Yup, pukul sebelas hari ini, kita ke dekat kantornya. Makan bareng.”

Suci semakin kelabakan. “Hari ini banget, Fab? Aduh…”

“Udah, nggak apa-apa. Kamu temani aku ya!” kali ini permintaan Fabian itu diiringi senyum indahnya yang melenakan.

Okay…” Suci terpikat lagi. Merasa lemah dengan senyumnya itu. “Ini, makan dulu,” ia menyodorkan food container yang sudah dipersiapkannya.

“Apa ini?” Fabian terkejut.

“Setoran kue jajanan pasar untuk hari ini. Ada kue lumpur, onde-onde, kue cucur, dan kue lapis,” Suci menerangkan malu-malu.

“Wah, terima kasih!” Fabian jadi ingat, gadis ini sebelumnya juga kerap memberi kue-kue lokal semacam ini ke mejanya. “I’ll appreciate it!” ucapnya penuh syukur.

Suci tersenyum, “I’ll be pleased if you like it,” ia spontan menutup mulutnya, baru sadar ucapannya tadi beraksen British yang sangat kental.

Ah, pasti terbawa karena kuliah online terus nih! benaknya maklum, hanya saja ia tidak ingin ketahuan ia kuliah jarak jauh di London University, tidak sekarang. Ia bisa melihat keterkejutan Fabian dari dahinya yang mengernyit dan wajahnya yang terperangah.

“Maaf, keseringan nonton serial Lockwood & Co, jadi terbawa,” ia memberi alasan yang masuk akal.

OkayI get it, no problem!” Fabian tertawa kecil melihat kepanikan Suci yang tadi sempat gelagapan. Aksen Britishnya bagus banget, kok bisa? Memang bisa ya menonton film bikin kita punya logat? pikirnya heran.

 

-oOo-

 

Maka siang ini Suci mengiringi Fabian ke sebuah restoran makanan Padang yang cukup luas. Mereka berdua memesan jus dan soto Padang sambil menunggu wanita yang membuat Suci penasaran setengah mati: Akasia.

Saat Suci dan Fabian sedang asyik melahap makan siang mereka, datang seorang gadis cantik berpenampilan anggun dengan blazer hitam dan rok khaki-nya yang terkesan eksekutif.

“Fabian, lang niet gezien (sudah lama nggak ketemu)!” sapanya sambil menawarkan high five ke arah Fabian.

Jij ziet er steeds mooier uit, maakt het huwelijk je zo gelukkig (Kamu terlihat tambah cantik, apa menikah sebahagia itu)?” Fabian membalas high five-nya.

Akasia baru menyadari keberadaan Suci yang duduk di sebelah Fabian. “Itu siapa. Fab?” ia menggoda Fabian dengan tatapan tengilnya.

“Ini Suci, kenalin. Suci, ini yang namanya Akasia,” Fabian memperkenalkan keduanya.

“Aku… rekan kerja Fabian,” Suci bicara, sedikit rendah diri melihat penampilan Akasia yang dewasa dan tampak akrab dengan Fabian, jauh melebihi dirinya.

“Hai Suci, Fabian nih nggak bilang, bawa cewek!” Akasia duduk di hadapan Fabian, menepuk sahabatnya itu.

“Aku kebetulan ke Jakarta, karena klienku ini,” Fabian menunjuk Suci.

“Oh jadi kamu kliennya juga?” Akasia mengangguk paham. “Suci, Fabian gimana kerjanya sama kamu? Kalau dia ngeselin, tabok aja ya! Aku izinin kok.”

“Enak aja, aku pekerja yang baik dan profesional tau!” Fabian membantah.

Suci memerhatikan interaksi mereka. Tatapan Fabian tidak bisa lepas dari wajah gadis itu, meskipun obrolan mereka terdengar kasual. Tampak sekali bahwa dulu Akasia adalah medan magnetik yang menariknya. Ada rasa perih di relung hatinya, nelangsa dalam diamnya yang merasa tersisih. Akasia dan Fabian terus saling meledek, hingga Akasia menyadari ekspresi gadis itu.

“Aduh maaf, Suci. Sampai lupa ajak kamu ngobrol,” Akasia merasa bersalah. Ia lalu memesan soto Padang untuknya sebelum menghadap Suci lagi. “Jadi kamu udah berapa lama kerja bareng Fabian?”

“Aku kerja di RumahWaktu sudah 3 tahun, Fabian baru masuk tahun kemarin, Kak,” Suci menginformasikan.

“Aduh pakai manggil Kakak segala, jadi senang. Kamu imut deh!” Akasia cengengesan.

“Terima kasih. Kakak yang cantik banget,” Suci tidak bisa berbohong. Gadis berambut panjang lurus di depannya memang memikat, tidak heran Fabian tidak bisa melepaskan pandangannya dari Akasia.

 

Fabian kerap mengajak Akasia bernostalgia, membicarakan pengalaman kuliah mereka di Amsterdam yang tidak dapat Suci mengerti. Seolah menegaskan garis batasan Suci sebagai orang luar. Fabian adalah orang yang cerdas; ia pasti sengaja melakukan ini dengan suatu tujuan.

Ini semacam penolakan untuk aku ya? Dia pasti ingin aku sadar posisiku, Suci menunduk, bisa mengerti makna di balik sikapnya. Meski hatinya berdenyit sakit, ia menahannya. Ia tidak ingin menyerah hanya karena ini. Lagipula Akasia sudah menikah, Fabian memang harus melangkah maju demi kebaikannya sendiri. Dan Suci bertekad akan membantunya memulihkan hatinya, meski bagaimanapun respon Fabian.

 Akasia merasa tidak enak hati dengan Suci, ia berusaha keras mengikutsertakannya dalam pembicaraan. Namun Fabian tampaknya sengaja menyingkirkan Suci dari obrolan, kembali membahas kenangan mereka di Amsterdam. Fabian tersenyum, tapi sikapnya menghujam hati Suci. Hingga kemudian Suci melihat seseorang yang ia kenal mendekat.

“Hai Kas! Sama siapa nih?” wanita itu menepuk Akasia akrab.

“Kak… Dinia.” Suci melongo. Di hadapannya adalah Dinia, programmer wanita yang populer karena sepak terjangnya di bisnis pembuatan software. Ia banyak menghasilkan perangkat lunak lokal yang menjadi kebanggaan perusahaannya, Random Walk. Aplikasi yang dihasilkannya tidak kalah kualitasnya dengan produk perangkat lunak dari luar negeri. Suci juga tahu, Dinia adalah salah satu pengembang forum programming yang diikutinya dan mempertemukannya dengan Mr. Wolf, forum NerdNode.

 

“Selamat siang, Kak Dinia! Saya Suci, penggemar Anda. Saya boleh minta foto?” Suci langsung melupakan Akasia dan Fabian dan beranjak ke arahnya dengan ponsel di tangannya.

“Oh, iya boleh,” perempuan cantik dan supel itu dengan senang hati merangkul Suci saat berfoto bersama.

“Aku IT Support Specialist di perusahaan RumahWaktu. Aku juga anggota forum NerdNode. Aku suka ngoprek sistem.”

“Oh ya?” mata Dinia berbinar menemukan gadis yang serupa minat dengannya itu, merasa satu kesatuan. “Di forum, username kamu apa?”

Pertanyaan itu membuat Suci terpaku, ia tidak mungkin bilang username-nya MidnightFox di hadapan Fabian dan Akasia. “Nanti aja aku kasih tahu,” bisik Suci.

“Oh okay,” Dinia maklum. Banyak programmer yang hidupnya misterius dan perlu privasi, ia paham itu. “Kamu keren banget, perempuan, masih muda tertarik ngoprek sistem.”

“Iya, aku terinspirasi sama Kakak. Emang udah hobi sejak SMA,” Suci menceritakan sejujurnya.

Dinia tersanjung, “Wah, cocok nih kita. Minta nomornya deh, siapa tahu bisa aku ajak ke timku.”

Suci tertegun, itu undangan kehormatan baginya mengingat perusahaan Random Walk adalah penghasil teknologi yang paling maju saat ini. “Tapi aku sudah kerja, Kak,” kemudian Suci teringat realitanya.

It’s okay, buat ngobrol aja. Boleh?” Dinia membujuk.

“Boleh banget, Kak!” Suci dengan riang segera memberitahunya.

 

Fabian menatap Suci yang berbincang seru dengan Dinia. Ia lega, gadis itu menemukan ketertarikannya sendiri. Tadi ia sengaja menunjukkan kedekatannya dengan Akasia kepada Suci, menegaskan bahwa gadis itu tidak mengetahui apa pun tentangnya dibandingkan Akasia. Ia kira Suci akan sedih dan mundur. Ia harus tega, karena ia tidak mau gadis itu tahu belakangan, atau memberinya harapan palsu. Jika setelah ini Suci menghindarinya, ia akan paham dan tidak heran; sikapnya memang terlalu kejam meskipun senyumnya senantiasa mengembang.

“Suci, udah waktunya pulang,” Fabian mencolek Suci yang larut dalam obrolannya bersama Dinia, bertukar pikiran mengenai minat mereka di bidang teknologi dan pemrograman.

Suci mengangguk dan bangkit. “Maaf Kak, kami pamit duluan ya.”

“Eh iya, waktu istirahat juga udah mau selesai nih!” Dinia pun baru tersadar akan waktu. Ia mengajak Akasia untuk kembali ke kantor mereka. Suci mengamati kebersamaan Dinia dan Akasia yang tampak begitu dekat selayaknya sahabat karib.

“Terima kasih ya sudah datang ke sini. Nanti kita ngobrol lagi ya!” Akasia melambaikan tangan.

Suci menyerahkan sebuah kertas kecil yang dilipat kepada Dinia. “Apa ini?” tanya Dinia bingung.

“Nama akunku di forum NerdNode. Tapi ini rahasia kita ya,” Suci membisikkan ke telinga seniornya itu, sebelum kembali ke sebelah Fabian.

 

Seiring Dinia dan Akasia berjalan menjauh, Dinia semakin penasaran dengan Suci dan kertas yang diberikannya.

Dinia membuka kertas kecil itu sambil berjalan. Hanya satu kata, ditulis dengan tangan yang rapi: MidnightFox

Dinia teringat dengan sepak terjang seorang hacker lokal yang hasilnya sering dibagikan di media sosial.

Langkah Dinia terhenti. “Oh my… jadi dia?”

Jantungnya berdetak lebih cepat. Ia menoleh ke arah Suci yang jauh. Sosok mungil itu kini terasa berbeda.

Anak ini bukan cuma berbakatdia legenda.

Dinia menyeringai kecil. “Anak nakal satu ini…” gumamnya kagum.

Banyak yang tidak mengira bahwa sebenarnya Dinia dan suaminya, Endry, sang pendiri Random Walk, juga menekuni dunia hacking. Mereka hanya ingin beroperasi dalam hening, tanpa orang tahu sisi gelap mereka. Dan kini Dinia menemukan Suci, bakat baru.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (4)
  • papah.al

    Menarik
    Selalu penasaran kedepannya

    Comment on chapter Prolog
  • baba

    Ceritanya mindblowing ya ..

    Comment on chapter 6. Semut pun Bisa Menggigit
  • guardian angel

    Prolognya menarik.

    Comment on chapter Prolog
  • guardian angel

    Mulai seru... hacker perempuan keren bgt!

    Comment on chapter 1. Kekecewaan Menghentak
Similar Tags
Solita Residen
2237      1038     11     
Mystery
Kalau kamu bisa melihat hal-hal yang orang lain tidak bisa... bukan berarti kau harus menunjukkannya pada semua orang. Dunia ini belum tentu siap untuk itu. Rembulan tidak memilih untuk menjadi berbeda. Sejak kecil, ia bisa melihat yang tak kasatmata, mendengar yang tak bersuara, dan memahami sunyi lebih dari siapa pun. Dunia menolaknya, menertawakannya, menyebutnya aneh. Tapi semua berubah seja...
BestfriEND
53      47     1     
True Story
Di tengah hedonisme kampus yang terasa asing, Iara Deanara memilih teguh pada kesederhanaannya. Berbekal mental kuat sejak sekolah. Dia tak gentar menghadapi perundungan dari teman kampusnya, Frada. Iara yakin, tanpa polesan makeup dan penampilan mewah. Dia akan menemukan orang tulus yang menerima hatinya. Keyakinannya bersemi saat bersahabat dengan Dea dan menjalin kasih dengan Emil, cowok b...
The Best Gift
46      44     1     
Inspirational
Tidak ada cinta, tidak ada keluarga yang selalu ada, tidak ada pekerjaan yang pasti, dan juga teman dekat. Nada Naira, gadis 20 tahun yang merasa tidak pernah beruntung dalam hal apapun. Hidupnya hanya dipenuhi dengan tokoh-tokoh fiksi dalam  novel-novel dan drama  kesukaannya. Tak seperti manusia yang lain, hidup Ara sangat monoton seakan tak punya mimpi dan ambisi. Hingga pertemuan dengan ...
My Doctor My Soulmate
123      110     1     
Romance
Fazillah Humaira seorang perawat yang bekerja disalah satu rumah sakit di kawasan Jakarta Selatan. Fazillah atau akrab disapa Zilla merupakan seorang anak dari Kyai di Pondok Pesantren yang ada di Purwakarta. Zilla bertugas diruang operasi dan mengharuskan dirinya bertemu oleh salah satu dokter tampan yang ia kagumi. Sayangnya dokter tersebut sudah memiliki calon. Berhasilkan Fazillah menaklukkan...
Layar Surya
2038      1147     17     
Romance
Lokasi tersembunyi: panggung auditorium SMA Surya Cendekia di saat musim liburan, atau saat jam bimbel palsu. Pemeran: sejumlah remaja yang berkutat dengan ekspektasi, terutama Soya yang gagal memenuhi janji kepada orang tuanya! Gara-gara ini, Soya dipaksa mengabdikan seluruh waktunya untuk belajar. Namun, Teater Layar Surya justru menculiknya untuk menjadi peserta terakhir demi kuota ikut lomb...
Heavenly Project
683      454     5     
Inspirational
Sakha dan Reina, dua remaja yang tau seperti apa rasanya kehilangan dan ditinggalkan. Kehilangan orang yang dikasihi membuat Sakha paham bahwa ia harus menjaga setiap puing kenangan indah dengan baik. Sementara Reina, ditinggal setiap orang yang menurutnya berhaga, membuat ia mengerti bahwa tidak seharusnya ia menjaga setiap hal dengan baik. Dua orang yang rumit dan saling menyakiti satu sama...
Finding the Star
1551      1091     9     
Inspirational
"Kamu sangat berharga. Kamu istimewa. Hanya saja, mungkin kamu belum menyadarinya." --- Nilam tak pernah bisa menolak permintaan orang lain, apalagi yang butuh bantuan. Ia percaya kalau hidupnya akan tenang jika menuruti semua orang dan tak membuat orang lain marah. Namun, untuk pertama kali, ia ingin menolak ajakan Naura, sahabatnya, untuk ikut OSIS. Ia terlalu malu dan tak bisa bergaul ...
Ada Apa Esok Hari
235      182     0     
Romance
Tarissa tak pernah benar-benar tahu ke mana hidup akan membawanya. Di tengah hiruk-pikuk dunia yang sering kali tak ramah, ia hanya punya satu pegangan: harapan yang tak pernah ia lepaskan, meski pelan-pelan mulai retak. Di balik wajah yang tampak kuat, bersembunyi luka yang belum sembuh, rindu yang tak sempat disampaikan, dan cinta yang tumbuh diam-diamtenang, tapi menggema dalam diam. Ada Apa E...
Call Kinna
7300      2319     1     
Romance
Bagi Sakalla Hanggra Tanubradja (Kalla), sahabatnya yang bernama Kinnanthi Anggun Prameswari (Kinna) tidak lebih dari cewek jadi-jadian, si tomboy yang galak nan sangar. Punya badan macem triplek yang nggak ada seksinya sama sekali walau umur sudah 26. Hobi ngiler. Bakat memasak nol besar. Jauh sekali dari kriteria istri idaman. Ibarat langit dan bumi: Kalla si cowok handsome, rich, most wante...
Merayakan Apa Adanya
607      429     8     
Inspirational
Raya, si kurus yang pintar menyanyi, merasa lebih nyaman menyembunyikan kelebihannya. Padahal suaranya tak kalah keren dari penyanyi remaja jaman sekarang. Tuntutan demi tuntutan hidup terus mendorong dan memojokannya. Hingga dia berpikir, masih ada waktukah untuk dia merayakan sesuatu? Dengan menyanyi tanpa interupsi, sederhana dan apa adanya.