"Beberapa kisah tidak berakhir di halaman terakhir. Mereka berdiam dalam kepala, dalam dada, dalam kamar yang terkunci sejak lama."
Namaku Rembulan. Dan ini bukan kisah cinta, setidaknya bukan cinta seperti yang dikenal banyak orang. Ini kisah tentang kehilangan bentuk, tentang suara-suara yang tak bisa dimatikan, tentang bayangan yang tak pernah benar-benar pergi.
Mungkin kamu juga pernah melihatnya.
Atau mendengarnya.
Atau memimpikannya.
Dan kamu tahu rasanya: ketika dunia menyuruhmu melupakan, tapi hatimu menolak tunduk.
Aku tak seharusnya jatuh cinta padanya.
Tapi aku tetap melakukannya.
Dan karenanya, aku menulis ini. Bukan untuk dimengerti. Tapi untuk dilepaskan.
Karena ada beban yang tak bisa diangkat sendirian.
Karena jika tak kuceritakan, kisah ini akan membusuk dalam diam—menjadi sisa suara yang menghantui bahkan di tengah keheningan.
Aku mulai merasa asing di rumah sendiri saat ulang tahunku yang kesepuluh. Kue sudah disiapkan, lilin sudah dinyalakan. Tapi sesuatu terasa salah. Ruang makan penuh, tapi hampa. Saat itulah aku sadar: rumah bisa jadi tempat paling sepi di dunia.
Sejak hari itu, rumah mulai berubah. Ada yang bergeser di antara dinding. Suara-suara mulai datang dari tempat yang tak seharusnya bersuara: lemari, loteng, bawah ranjang. Dan bukan suara keras—melainkan bisikan, desir, dan kadang... tangis pelan.
Tapi yang paling melukai bukan suara itu.
Melainkan sepi yang menggerogoti, perlahan. Seperti tetes air yang melubangi batu.
Kamu tidak sadar di awal, tapi lama-lama kamu lenyap. Bukan hilang. Tapi menipis.
Aku belajar bertahan. Menutup telinga. Memalingkan wajah. "Tidak semua yang terlihat harus dijelaskan", kata Ibu. Maka aku pun mulai memberi nama pada kesunyian. Salah satunya adalah Eden—boneka kain yang selalu duduk di pojok ranjang, memandangku tanpa keluhan.
Awalnya kupikir semua anak mengalami hal seperti ini. Tapi semakin aku besar, semakin aku sadar: tidak semua orang melihat yang sama. Tidak semua anak tumbuh dengan dunia yang sunyi tapi bising di dalam kepala.
Ini adalah awal dari sesuatu yang belum selesai.
Sebelum Ethan muncul.
Sebelum aku mulai kehilangan batas antara nyata dan tidak.
Sebelum rumah benar-benar berubah menjadi sesuatu yang lain.
Sesuatu yang... hidup.
Tapi tidak selalu menyambut.
Dan dari sanalah semuanya dimulai.
Dari suara pertama yang menjawab ketika aku bertanya dalam hati: "Apakah aku sendiri?"