Loading...
Logo TinLit
Read Story - Tic Tac Toe
MENU
About Us  

Ternyata mati semudah itu. Hanya karena alergi keju, kematian Chelsea terdengar seperti lelucon. Siapa yang sangka, ketika alergi kambuh, tubuhnya gatal-gatal dan panas. Ia juga mengalami kesulitan bernapas yang berakhir dengan kematian. Terdengar lucu, bukan?

Ada yang mati karena tersedak, tertawa, bahkan tanpa melakukan apa pun dengan mudahnya meregang nyawa. Bagi, sebagian orang, mati itu mudah. Namun, lebih lucunya lagi, untuk sekelompok orang lainnya yang ingin mengakhiri hidup, justru kesulitan. Sebut saja Kikan. Ia ingin mati, tetapi kematian menjauhinya.

Siang itu, Kikan menyadari sesuatu. Tuhan mendengar suara hatinya. Dengan bantuan aplikasi Tic Tac Toe yang entah bagaimana bisa terunduh, ia bisa memusnahkan mereka yang telah melukainya.

Di saat murid kelas unggulan lain tenggelam dalam kesedihan dan ketakutan, Kikan diam-diam tersenyum lega. Lega karena satu dari mereka telah hilang dari pandangannya. Sayang sekali, duri-duri di hatinya masih belum tercabut. Terhitung ada sepuluh murid lainnya yang masih ada. Ia akan membinasakan mereka. Mematikan mereka. Seperti yang mereka lakukan pada dirinya.

Metodenya tidak kejam. Hanya menuliskan nama orang tersebut pada kolom nama yang dibencinya di aplikasi. Hampir sama seperti Death Note, bukan? Seminggu yang lalu, Kikan sudah menamatkan anime tersebut. Berharap buku Death Note benar-benar ada. Dan, ia mendapatkannya.

Siang ini, jadwal pelajaran olahraga. Guru yang bersangkutan menyuruh kelas 2A untuk mengganti seragam sekolah biasa dengan seragam olahraga. Seperti biasa, mereka akan menggunakan toilet untuk berganti pakaian.
Kikan memeluk erat baju olahraga sembari menunggu lima gadis lainnya yang telah memenuhi seluruh bilik toilet. Tak lama kemudian, kelima gadis itu keluar satu per satu. Dalam keadaan menunduk, Kikan berjalan pelan—sebisa mungkin tidak menyentuh gadis-gadis itu—lalu masuk ke salah satu bilik. Ia merasa sedikit waswas.

Di masa lalu, jika bukan terkena siraman air kotor, maka baju yang disangkutnya di pintu pasti diambil dan dibuang ke tong sampah.
Hari ini, ia sedikit mewanti-wanti dengan menunggu keadaan sekitar sampai tidak ada suara. Lagipula, beberapa hari ini tampaknya teman sekelasnya tidak bergairah untuk menganggunya. Hanya diabaikan, itu lebih baik. Merasa kondisi sudah aman, barulah Kikan mengganti seragamnya.

Setelah selesai, ia keluar dari bilik, tetapi berjingkat kaget melihat sosok seorang gadis sedang memasang lensa kontak. Gadis itu tidak terkejut sedikit pun, tetapi memandang Kikan dengan ujung matanya—persis seperti seorang pembunuh. Dia adalah Leia—salah satu teman kelas yang tidak banyak bicara, berkulit putih pucat, rambut lurus yang panjang, serta bibir semerah darah. Hobinya berdandan, tak heran masuk nominasi gadis tercantik di SMA Karya. Walaupun tahun ini, dimenangkan oleh sosok yang sudah mati—Chelsea.

Kikan menelah salivanya dengan susah payah lalu berjalan pelan menuju pintu. Namun, tak disangka, Leia menahan tangannya dengan cepat. Kikan menoleh dengan takut. Di antara teman kelas lainnya, Leia adalah satu-satunya orang yang tidak pernah mem-bully Kikan. Seringkali ia hanya menjadi penonton. Sosoknya yang pendiam dan misterius itu lebih suka menyiksa Kikan lewat kaki tangannya—Bara dan Baro.

“Mau ke mana?” tanya Leia dengan suara rendah. Kikan bergidik, hendak melepaskan diri. Akan tetapi, tubuhnya selalu tidak kuasa.

“A-aku ….”

“Bar!” panggil Leia dengan suara keras, hampir memekik.

Dalam waktu sekejap, kedua lelaki kembar itu muncul. Tatapan kedua bersaudara itu tampak memuja pada Leia. Katanya, kedua lelaki itu memang jatuh cinta pada gadis yang sama, Leia. Apa pun mereka lakukan demi gadis sepucat mayat itu. Padahal, siapa pun tahu bahwa kembar itu hanya diperbudak oleh Leia. Namun, tampaknya cinta membutakan segalanya.

“Kenapa, Baby?” Entah Baro atau Bara yang bertanya. Kikan tidak bisa membedakan kedua lelaki yang kembar identik itu. Jika ia lebih perhatian, Baro memiliki mata yang lebih sipit daripada Bara.

“Gue butuh model baru.”

Kikan menegang. Model baru.

Bukan sekali, dua kali, Kikan mendengar kata “model” dari bibir Leia. Gadis itu sangat menyukai dunia make up, tak heran jika ada isu bahwa dia melakukan operasi plastik. Walaupun tahu bahwa Leia mahir berdandan dan mendandani, bahkan sampai berencana membuka salon kecantikan, Kikan tidak membayangkan jika ia menjadi modelnya. Ia mungkin akan menjadi kelinci percobaan.

Terlalu banyak berpikir. Kikan sampai tidak menyadari bahwa ia ditarik paksa oleh kedua lelaki itu. Digiring menuju tempat terlarang—sejak Bu Rona dinyatakan bunuh diri, gudang sekolah. Mereka membekap mulut Kikan dan mengancam dengan kejam.

Diam atau didiamkan.”

Pilihan yang sama-sama berakhir buruk. Namun, menjadi patuh adalah cara meringankan penyiksaan.

Bruk!

Tubuh Kikan dilempar dengan kejam ke lantai. Ia merasa kesakitan, tetapi hanya bisa meringis pelan. Hanya dengan tatapan Leia, Bara dan Baro mendudukkannya di kursi. Ia diikat dengan tangan ke belakang. Benar-benar seperti korban penculikan.

“Hei, jangan takut,” ucap Leia sembari tersenyum tipis. Gadis itu mendekati Kikan lalu mengulurkan tangannya menyentuh wajah Kikan. Jari-jarinya bergerak halus, menelusuri wajah Kikan. Namun, di akhir ia menggoreskan wajah Kikan dengan ujung kuku jari telunjuknya. Satu cakaran, terasa pedih.

“Gue iri,” ucapnya memasang wajah sedih, lalu tiba-tiba mencengkeram dagu Kikan dengan kuat. “Wajah lo tetap halus walaupun sering kena kotoran.”

Plak!

Kepala Kikan terhuyung, sejalan dengan tamparan yang begitu kuat. Diam-diam, Kikan mengepalkan tangannya.

“Lo gak pantes dapetin muka ini!” Leia berteriak kesal lalu mencakar-cakar wajah Kikan dengan kuku-kukunya yang panjang.

“Argh!!”

Kikan menyeruduk wajah Leia, sehingga kedua erangan menyatu. Tubuh Leia terhuyung, yang kemudian disambut oleh dua lelaki kembar itu. Mereka panik, bidadarinya terluka. Benar saja, hidung Leia mengeluarkan darah.

Kikan mencoba menghilangkan ketakutan di hatinya, sekalipun Bara dan Baro menatapnya seolah ingin memangsa. Ia tidak mau ditindas lagi. Sekarang, ia punya aplikasi Tic Tac Toe. Ia bisa membunuh mereka dengan hanya mengetik namanya. Namun, dia ….

“Argh!”

Kikan mengerang saat Leia menghampirinya lalu menjambak dengan kuat.

“Sial! Lo bahkan masih punya rambut yang halus. Bakal gue rontokin sampe botak!”

Kikan tidak punya kekuatan, seolah suaranya ditelan habis. Kepalanya benar-benar berdenyut. Gudang sekolah selalu menjadi andalan. Selain terbelakang, jarang ada orang yang berani ke sana. Bukankah itu artinya meminta tolong tidak ada gunanya?
Kikan tidak ingin menangis, tetapi air mata tidak bisa dibendung. Penderitaannya adalah kebahagiaan bagi Leia. Gadis kejam itu tertawa bahagia.

“Kikan … lo memang cocoknya begini. Lo gak pantes bahagia. Lo—“

“Kenapa?” Kikan bersuara. Ia tidak bisa menahan diri saat seseorang mengemukakan secara gamblang bahwa dia tidak berhak bahagia.

“Kenapa aku gak pantes bahagia?”

“Karena lo Kikan! Lahir di keluarga kaya, harmonis, jadi siswa berprestasi, cantik. Apa lo pikir semua itu pantas buat lo?”

Harmonis?

Kikan tersenyum miris. Satu kata itu menghancurkan impiannya untuk menjadi gadis yang bahagia selamanya. Harmonis dalam artian bagaimana? Ia tidak memiliki keluarga yang harmonis, teman yang harmonis, dan lingkungan yang harmonis. Semuanya hilang dalam sekejap. Ia tidak tahu hukuman apa yang diberikan Tuhan padanya. Ia merasa, ia tidak melakukan kesalahan apa pun.

“Ke-kenapa aku gak pantes? Aku gak minta semua itu. Itu takdir. Kenapa kalian harus iri dan nge-bully aku?”

Ketika air mata itu mengalir, maka luka-luka pun akan muncul dengan sendirinya. Kikan tidak tahu sudah berapa lama ia memendam ini. Ia ingin tahu, selain tuduhan menjadi penyebab kematian Gadis 13, apa lagi yang ia lakukan? Seberapa banyak fitnah? Seberapa banyak hukuman?

Drama queen!” celetuk Leia.

Wajar, mereka adalah iblis. Bagaimana mungkin Kikan menarik simpati mereka?

“Siapin alat-alat gue, Bar!” ucap Leia santai.
Kikan menegang, mencoba melepaskan diri walau nihil. Dalam beberapa waktu kemudian. Leia sudah duduk di depannya dengan peralatan make up yang ditempatkan di kursi lain.

“A-apa yang mau kamu lakuin?” tanya Kikan ketakutan.

“Apa lagi? Dandani lo dengan cantik.”

Kikan menggeleng-gelengkan kepalanya saat Leia hendak menyentuh wajahnya. Namun, Bara dan Baro melakukan tugas mereka dengan menahan kepala Kikan agar tidak bergerak. Ia tidak bisa melawan, hanya pasrah.

Kikan tahu, bahwa wajahnya tak sekadar didandan. Beruntung jika hanya dipoles hingga menor atau tampak seperti badut. Namun, bagaimana jika bahan-bahan yan digunakan adalah bahan berbahaya yang bisa merusak kulit?

Dan ternyata … Kikan telah menjadi lelucon. Seperti yang diduga, ia didandan seperti badut, difoto, dan kemudian tersebarlah di forum sekolah.

Setelah puas tertawa dengan menganggap Kikan sebagai lelucon, Leia dan dua budaknya meninggalkannya sendiri tanpa melepaskan ikatan. Kikan pasrah, tetapi memupuk perasaan bencinya. Ia akan menuliskan ketiga nama mereka di aplikasi Tic Tac Toe.

Ia tidak sadar telah tertidur, hingga suara dobrakan cukup keras menyentaknya. Dapat dilihat suasana di luar yang hampir gelap. Sementara tepat di depan pintu, sosok lelaki menghampirinya. Samar, tetapi ia yakin bahwa lelaki yang menolongnya adalah Kaelan.

Tolong, jangan sakiti mereka. Tolong jadi Kikan yang baik.”

Kikan hanya tahu, gelap telah menantinya.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Harap sang Pemimpi
571      386     4     
Short Story
Setiap sukses bukanlah dari hal yang mudah, melainkan dari sebuah pengorbanan yang indah.
Love Warning
1366      634     3     
Romance
Pacar1/pa·car/ n teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih; kekasih. Meskipun tercantum dalam KBBI, nyatanya kata itu tidak pernah tertulis di Kamus Besar Bahasa Tasha. Dia tidak tahu kenapa hal itu seperti wajib dimiliki oleh para remaja. But, the more she looks at him, the more she's annoyed every time. Untungnya, dia bukan tipe cewek yang mudah baper alias...
Bunga Hortensia
1828      232     0     
Mystery
Nathaniel adalah laki-laki penyendiri. Ia lebih suka aroma buku di perpustakaan ketimbang teman perempuan di sekolahnya. Tapi suatu waktu, ada gadis aneh masuk ke dalam lingkarannya yang tenang itu. Gadis yang sulit dikendalikan, memaksanya ini dan itu, maniak misteri dan teka-teki, yang menurut Nate itu tidak penting. Namun kemudian, ketika mereka sudah bisa menerima satu sama lain dan mulai m...
Comfort
1330      588     3     
Romance
Pada dasarnya, kenyamananlah yang memulai kisah kita.
Chrisola
1173      674     3     
Romance
Ola dan piala. Sebenarnya sudah tidak asing. Tapi untuk kali ini mungkin akan sedikit berbeda. Piala umum Olimpiade Sains Nasional bidang Matematika. Piala pertama yang diraih sekolah. Sebenarnya dari awal Viola terpilih mewakili SMA Nusa Cendekia, warga sekolah sudah dibuat geger duluan. Pasalnya, ia berhasil menyingkirkan seorang Etma. "Semua karena Papa!" Ola mencuci tangannya lalu membasuh...
Langit-Langit Patah
42      36     1     
Romance
Linka tidak pernah bisa melupakan hujan yang mengguyur dirinya lima tahun lalu. Hujan itu merenggut Ren, laki-laki ramah yang rupanya memendam depresinya seorang diri. "Kalau saja dunia ini kiamat, lalu semua orang mati, dan hanya kamu yang tersisa, apa yang akan kamu lakukan?" "Bunuh diri!" Ren tersenyum ketika gerimis menebar aroma patrikor sore. Laki-laki itu mengacak rambut Linka, ...
Diskusi Rasa
1136      671     3     
Short Story
Setiap orang berhak merindu. Tetapi jangan sampai kau merindu pada orang yang salah.
Sweet Like Bubble Gum
2179      1290     2     
Romance
Selama ini Sora tahu Rai bermain kucing-kucingan dengannya. Dengan Sora sebagai si pengejar dan Rai yang bersembunyi. Alasan Rai yang menjauh dan bersembunyi darinya adalah teka-teki yang harus segera dia pecahkan. Mendekati Rai adalah misinya agar Rai membuka mulut dan memberikan alasan mengapa bersembunyi dan menjauhinya. Rai begitu percaya diri bahwa dirinya tak akan pernah tertangkap oleh ...
Snazzy Girl O Mine
564      358     1     
Romance
Seorang gadis tampak berseri-seri tetapi seperti siput, merangkak perlahan, bertemu dengan seorang pria yang cekatan, seperti singa. Di dunia ini, ada cinta yang indah dimana dua orang saling memahami, ketika dipertemukan kembali setelah beberapa tahun. Hari itu, mereka berdiam diri di alun-alun kota. Vino berkata, Aku mempunyai harapan saat kita melihat pesta kembang api bersama di kota. ...
The Best I Could Think of
545      392     3     
Short Story
why does everything have to be perfect?