Loading...
Logo TinLit
Read Story - Tic Tac Toe
MENU
About Us  

Aku ingin mati.

Kalimat yang selalu Kikan ucapkan di dalam hati ketika matanya memerah dengan pipi yang basah. Keinginan yang sangat kuat, tetapi kontradiksi saat melakukannya. Bagaikan hidup dengan dua sisi, satu yang ingin mati dan lainnya ingin hidup. Terkadang ia merasa, tubuhnya telah terbagi, bukan miliknya lagi.

Kikan menggesekkan ujung lengan bajunya ke pipi, mengusap bekas air mata yang membanjiri. Namun, seberapa banyak pun ia menghapus jejak itu, air matanya kembali keluar dan pastinya kedua mata itu membengkak.

Bruk! Bruk! Bruk!

Jantungnya berdebar kencang. Diremasnya ujung rok dengan kuat, digigitnya bibir bawah hingga dirasanya asin dari luka akibat gesekan yang terlalu kuat. Ia ketakutan dan menahan isakannya agar tidak terdengar.

Bruk! Bruk!

Pintu di depannya kembali bersuara. Seseorang memang sengaja menendangnya dari luar, untuk membuat Kikan semakin ketakutan. Terdengar cekikikan beberapa gadis sesaat kemudian. Itu mereka. Para iblis.

"Woi, Kikan! Masih di dalam, kan, lo? Udah mati belom?" teriak seseorang dari luar diikuti tawa yang menggelegar.

Kikan memundurkan langkahnya, sehingga menubruk kloset di belakangnya. Ia sadar bahwa takada ruang untuk berlari. Toilet begitu sempit sehingga, ia tidak bisa bersembunyi. Napasnya tidak beraturan, bahkan hampir lupa mengembuskannya. Mati sekarang lebih baik, pikirnya.

"Kikan! Jawab gue! Udah bisu lo? Gue tau Lo di dalam!" teriak orang luar lagi.

Kikan meletakkan kedua tangannya di pintu, menahannya. Walaupun ia tahu, sepertinya sia-sia.

Gedubrak!

Benar saja, pintu akhirnya terbuka menampilkan seringai jahat dari ketiga wanita iblis itu. Hampir saja pintu itu mengenai wajahnya jika Kikan tidak segera berpindah tempat. Kikan masih mencoba bersembunyi di balik tembok sebelah pintu, berharap tidak ditemukan. Namun, itu hanyalah asa yang tidak mungkin. Dalam sekejap, rambutnya yang berantakan berada di dalam genggaman seorang gadis.

"Akh!"

Percuma bagi Kikan untuk mengerang ataupun meminta pertolongan, tak akan ada yang mendengar. Jikalau pun ada, mereka tidak akan peduli.

Rasa nyeri menyerang kepalanya, tarikan itu benar-benar membuatnya merasa bahwa rambutnya akan terlepas dari kepala. Ia pusing, tetapi masih dipaksa oleh gadis yang menjambaknya untuk mengarahkan pandangan ke mereka. Mau tak mau, Kikan harus memandang mereka-yang sebenarnya tak ingin dilihat.

"Berani lo kabur?!" tanya Siska-sang penjambak yang memelototi Kikan dengan tatapan iblis.

Kikan tidak berani menjawab. Bagaimana bisa ia memberi mereka alasan? Tentu saja, ia tidak ingin di-bully. Setiap harinya, ia akan menjadi umpan dengan dicemooh, dipukuli, diperbudak dan dijadikan anjing percobaan, seolah ia bukan manusia. Jika dulu sekolah adalah rumah kedua, sekarang menjadi neraka kedua. Tidak lagi menjadi tempat mencari ilmu, apalagi tempat teraman. Jika bisa, mungkin ia akan memilih berhenti sekolah. Namun, bagaimana tanggapan orang tuanya di rumah?

Hari ini ia nekad kabur dari mereka, setelah diguyur air selokan yang bau dan diceburkan ke kolam ikan di belakang sekolah. Dengan alasan, "Hari ini Kikan ulang tahun."

Benar, ia berulang tahun hari ini. Hari yang paling buruk dan tersial. Hari yang membuatnya terlahir di dunia yang kejam. Sehingga ia sangat benci hari ini sama seperti membenci dirinya sendiri. Sejak dulu, hari ulang tahunnya memang tidak pernah normal. Jangankan hadiah, bahkan ucapan selamat yang tulus pun tak ada. Lagipula tidak masalah, ia merasa ketika ada seseorang yang merayakan itu pertanda mengolok-oloknya. Bukankah buktinya sudah terlihat jelas?

Entah dari mana Siska dan teman-teman sekelasnya tahu, yang penting mereka telah menyiapkan kejutan besar jauh-jauh hari untuk hari ini. Pantas saja Kikan merasa aneh sejak dua hari yang lalu, takada yang merundung, bahkan mereka memberi senyuman yang penuh arti. Berpura-pura baik hanya untuk membunuhnya di hari ini.

"Berani lo nangis?!" teriak Sena yang tiba-tiba menendang betis Kikan hingga gadis itu mengerang. Tendangan Sena bukanlah tendangan biasa. Gadis bertubuh besar itu adalah juara provinsi pencak silat. Kekuatan yang dikerahkan tidaklah main-main. Kikan merasa kakinya akan dipatahkan.

Kikan mengigit bibir bawahnya lagi, berusaha untuk menahan tangisan. Bahkan tangisan pun dilarang, ia sepenuhnya dikendalikan oleh manusia-manusia amoral tersebut. HAM seolah tidak berlaku baginya.

"Kikan, Kikan, kan udah gue bilang jangan nakal. Kita semua rayain ulang tahun lo, kenapa lo malah kabur? Gak suka sama hadiah kita? Lo belum tiup lilinnya, loh." Kali ini Chelsea-gadis bersuara lembut dan bertampang polos. Namun, siapa sangka wajah lugunya hanyalah topeng yang menyembunyikan kekejamannya.

"Argh! Ampun! Ampun!"

Kikan tidak bisa berhenti berteriak saat tiba-tiba sebelah tangannya dimasukkan ke dalam ember yang ternyata berisi air panas oleh Chelsea. Ia tidak bisa menahan diri untuk tidak menangis. Mencoba memberontak pun percuma, mereka tidak akan membiarkannya hingga puas.

Beberapa detik kemudian, tangan Kikan dikeluarkan dari air panas. Sekarang, tangan kirinya melepuh dan memerah. Bukannya iba, ketiga gadis itu tertawa puas seolah melihat pertunjukan yang lucu.

"Ini baru hadiah dari Chelsea, temen-temen lain belom, loh."

Kikan menggeleng kuat, tetapi Sena malah tersenyum miring. Ia menyeret Kikan keluar dari toilet menuju tempat eksekusi selanjutnya. Kikan benar-benar lemah, tidak punya kekuatan sama sekali untuk melawan. Tak hanya tangannya, ia juga merasakan sakit di sekujur tubuh. Ia berharap langsung mati sebelum mendapat penyiksaan lagi.

Rumah kosong tua di belakang sekolah selalu menjadi tempat permainan mereka dan Kikan adalah objek mainannya. Kikan tahu, bahwa penyiksaan yang sebenarnya baru saja dimulai. Padahal ia berharap bisa pulang dan segera tidur-seperti anak normal lainnya. Namun, teman-temannya juga tidak normal, sehingga ia tidak bisa menghindar.

Hingga kakinya menyentuh ruang tamu rumah tua itu, beberapa pasang mata langsung mengarah padanya. Seringai mengerikan yang ditunjukkan padanya membuatnya ciut. Tubuh Kikan dilempar hingga jatuh di lantai. Ditatapnya beberapa orang yang mulai mengelilinginya. Mereka semua adalah teman sekelasnya, tanpa terkecuali.

"Yang ulang tahun udah datang."

Entah suara siapa itu, Kikan tidak tahu. Ia merunduk, memandang lantai kotor dengan jantung yang berdegup tidak keruan. Ia tidak berani memandang mereka yang membencinya. Sejujurnya ia tidak tahu mengapa mereka membencinya. Apakah karena ia lemah? Atau karena ia bodoh? Yang jelas, alasan utama mereka adalah untuk menyalurkan kesenangan.

Mereka begitu bahagia melihat tangisan Kikan, tidak membiarkannya tersenyum sedikit pun. Awalnya, mereka mengucilkan Kikan di setiap acara kelas, menganggapnya tidak ada. Lalu tiba-tiba mendekatinya, menyuruhnya ini-itu bak budak. Hingga lama-kelamaan, mereka mulai bertindak kasar. Menyiksanya di berbagai kesempatan.

Kikan tidak pernah berpikir bahwa siswa-siswa di kelasnya adalah monster. Padahal mereka adalah murid kebanggaan sekolah. Setiap dari mereka memiliki bakat yang berhasil mengharumkan nama sekolah. Mereka juga berasal dari orang-orang kaya yang tidak akan kekurangan apa pun, kecuali kasih sayang, tampaknya. Ia pun sama, seperti mereka. Memiliki keluarga yang tak kekurangan harta, tetapi dari luar keluarganya tampak harmonis. Mungkin itulah sebabnya mereka membenci Kikan.

Padahal, mereka tidak tahu apa-apa tentang kehidupan Kikan yang sebenarnya lebih mengerikan dari mereka. Takada tempat baginya untuk menenangkan diri, semuanya tampak seperti neraka. Dan, anehnya ia tetap hidup walaupun mengalami berbagai penyiksaan lahir dan batin.

"Kikan, happy birth-die!"

Argh!

***

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Jadi Diri Sendiri Itu Capek, Tapi Lucu
676      327     5     
Humor
Jadi Diri Sendiri Itu Capek, Tapi Lucu Buku ini adalah pelukan hangat sekaligus lelucon internal untuk semua orang yang pernah duduk di pojok kamar, nanya ke diri sendiri: Aku ini siapa, sih? atau lebih parah: Kenapa aku begini banget ya? Lewat 55 bab pendek yang renyah tapi penuh makna, buku ini mengajak kamu untuk tertawa di tengah overthinking, menghela napas saat hidup rasanya terlalu pad...
The Eye
428      284     2     
Action
Hidup sebagai anak yang mempunyai kemampuan khusus yang kata orang namanya indigo tentu ada suka dan dukanya. Sukanya adalah aku jadi bisa berhati-hati dalam bertindak dan dapat melihat apakah orang ini baik atau jahat dan dukanya adalah aku dapat melihat masa depan dan masa lalu orang tersebut bahkan aku dapat melihat kematian seseorang. Bahkan saat memilih calon suamipun itu sangat membantu. Ak...
The First 6, 810 Day
382      258     2     
Fantasy
Sejak kecelakaan tragis yang merenggut pendengarannya, dunia Tiara seakan runtuh dalam sekejap. Musik—yang dulu menjadi napas hidupnya—tiba-tiba menjelma menjadi kenangan yang menyakitkan. Mimpi besarnya untuk menjadi seorang pianis hancur, menyisakan kehampaan yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Dalam upaya untuk menyembuhkan luka yang belum sempat pulih, Tiara justru harus menghadapi ke...
Loveless
3619      1650     573     
Inspirational
Menjadi anak pertama bukanlah pilihan. Namun, menjadi tulang punggung keluarga merupakan sebuah keharusan. Itulah yang terjadi pada Reinanda Wisnu Dhananjaya. Dia harus bertanggung jawab atas ibu dan adiknya setelah sang ayah tiada. Wisnu tidak hanya dituntut untuk menjadi laki-laki dewasa, tetapi anak yang selalu mengalah, dan kakak yang wajib mengikuti semua keinginan adiknya. Pada awalnya, ...
Pacarku Pergi ke Surga, Tapi Dia Lupa Membawa Buku Catatan Biru Tua Itu
45      32     6     
Fantasy
Impian Lily hancur, bahkan sebelum sempat benar-benar dimulai. Adit, tunangannya, pergi. Meninggalkannya dengan janji masa depan Harvard yang kini hanya menjadi coretan hampa di sebuah buku catatan biru tua. Lily mengisolasi diri, tidak menghadiri pemakaman, terkunci dalam duka yang tak terucap. Namun, dalam keheningan yang menyiksa itu, halaman-halaman kosong di jurnalnya mulai berbisik. Tuli...
Seharusnya Aku Yang Menyerah
94      82     0     
Inspirational
"Aku ingin menyerah. Tapi dunia tak membiarkanku pergi dan keluarga tak pernah benar-benar menginginkanku tinggal." Menjadi anak bungsu katanya menyenangkan dimanja, dicintai, dan selalu dimaafkan. Tapi bagi Mutia, dongeng itu tak pernah berlaku. Sejak kecil, bayang-bayang sang kakak, Asmara, terus menghantuinya: cantik, pintar, hafidzah, dan kebanggaan keluarga. Sementara Mutia? Ia hanya mer...
Old day
563      414     3     
Short Story
Ini adalah hari ketika Keenan merindukan seorang Rindu. Dan Rindu tak mampu membalasnya. Rindu hanya terdiam, sementara Keenan tak henti memanggil nama Rindu. Rindu membungkam, sementara Keenan terus memaksa Rindu menjawabnya. Ini bukan kemarin, ini hari baru. Dan ini bukan,Dulu.
Of Girls and Glory
3951      1605     1     
Inspirational
Pada tahun keempatnya di Aqiela Ru'ya, untuk pertama kalinya, Annika harus berbeda kamar dengan Kiara, sahabatnya. Awalnya Annika masih percaya bahwa persahabatan mereka akan tetap utuh seperti biasanya. Namun, Kiara sungguh berubah! Mulai dari lebih banyak bermain dengan klub eksklusif sekolah hingga janji-janji yang tidak ditepati. Annika diam-diam menyusun sebuah rencana untuk mempertahank...
Dandelion
895      457     0     
Short Story
Sepasang gadis kembar, menjalani masa muda mereka dengan saling mengisi. Lika-liku kehidupan menjadikan mereka gadis-gadis yang berani layaknya bunga dandelion.
SATU FRASA
15434      3268     8     
Romance
Ayesha Anugrah bosan dengan kehidupannya yang selalu bergelimang kemewahan. Segala kemudahan baik akademis hingga ia lulus kuliah sampai kerja tak membuatnya bangga diri. Terlebih selentingan kanan kiri yang mengecapnya nepotisme akibat perlakuan khusus di tempat kerja karena ia adalah anak dari Bos Besar Pemilik Yayasan Universitas Rajendra. Ayesha muak, memilih mangkir, keluar zona nyaman dan m...