Loading...
Logo TinLit
Read Story - Matahari untuk Kita
MENU
About Us  

"Apapun yang terjadi di masa depan nanti, kalian tidak boleh saling menjauh. Jadilah sahabat yang saling menguatkan, saling menolong, dan terus tumbuh lebih positif sama-sama." --ibunya Hadi.

∆∆∆∆∆

 

 

Jelita senang sekali untuk ulang tahun yang sekarang dia tidak mengeluarkan uang guna membeli kue tart sebab Hadi yang membelinya seorang diri. Lagipula gadis itu sedang berhemat untuk persiapan kalau-kalau dia harus kabur.

Masih ada dua minggu lagi sebelum pengumuman kelulusan tes SBMPTN. Setidaknya Jelita masih punya waktu untuk memikirkan tujuannya jika memang dia tidak lolos.

Jelita datang lebih dulu. Dia duduk di perahu kecil sesuai perjanjiannya dengan Hadi. Gadis itu sudah menunggu selama dua puluh menit, namun Hadi belum juga sampai di sana.

"Aduh, nyamuk, ih!" Jelita bergelut dengan nyamuk-nyamuk yang menggigiti kulitnya. Hadi lama sekali sih, Jelita bisa-bisa kehabisan darah karena nyamuk.

Empat puluh menit hingga satu jam lebih telah berlalu, tetapi Hadi tidak juga datang. Sudah pukul sembilan malam, suasana pantai semakin gelap dan sunyi. Jelita sudah puas menunggu. Dia kemudian bangkit dari sana, berjalan dengan kesal menjauhi perahu kecil itu.

"Dasar menyebalkan, kenapa dia tidak datang sih?"

Sudahlah, Jelita tidak mau menunggu seorang diri. Dia tidak sesabar itu membiarkan darahnya disedot nyamuk-nyamuk jahat. Mendingan dia pulang, lalu tidur dan memikirkan rencana kaburnya bersama Raka.

"Jelita!" Itu suara Mbak Tina. Jelita yang sudah sangat mengenalinya pun segera menoleh ke sumber suara. Mbak Tina berlari menghampirinya dengan eskpresi cemas.

"Kenapa, Mbak?" tanya Jelita was-was.

"Ternyata kamu di sini? Itu, si Hadi. Dia... dia kecelakaan, Ta!"

"Apa?!"

Ya Tuhan, ternyata alasan Hadi tidak bisa datang itu karena terkena musibah. Ya ampun, bisa-bisanya dia berpikir aneh-aneh padahal Hadi sepertinya sedang kesakitan.

"Pantas Hadi minta Mbak kasih tau ke kamu, katanya pasti kamu lagi nunggu sendirian di tempat biasa. Ternyata kamu tidak tau ya kalau si Hadi habis kecelakaan."

"Ya Allah. Ya sudah, aku ke sana sekarang. Makasih banyak infonya ya, Mbak. Jadi ngerepotin nih lari-larian ke sini."

Mbak Tina menggelengkan kepala. "Repot apa, orang sekalian mbak jalan pulang. Tadi tuh Mbak habis ke alfa beli snack, eh ketemu ibunya Hadi. Terus ya udah deh Mbak nengokin bentar, jadinya si Hadi nitip ngasih tau ke kamu takut kamu nungguin katanya."

Setelah mendengar penjelasan Mbak Tina, Jelita pamit pada perempuan itu untuk pergi ke rumah Hadi. Dia berlarian seorang diri dari pantai hingga ke rumah Hadi. Ternyata laki-laki itu ada di teras rumah, sedang duduk bersama Azka.

"Hai, Ta!" sapa Hadi dengan senyum lebar.

Azka juga tidak kalah antusias melihat kedatangan Jelita. "Mbak Ta, halo..."

Jelita semakin mendekati Hadi dan adiknya. Untuk sapaan dua laki-laki itu hanya dia balas dengan mengangkat telapak tangan saja. Jelita sedang tidak bisa tersenyum mendapati fakta bahwa sahabatnya sedang terluka begitu.

Dia meneliti penampilan Hadi dari ujung rambut sampai ujung kakinya. Di bagian lutut Hadi ada perban melilit, tepatnya di lutut sebelah kanan. Kaki kirinya baik-baik saja. Hanya itu, selebihnya aman.

"Gimana kejadiannya?" tanya Jelita.

"Ada anak kecil asal nyebrang di jalan raya. Dia mau beli tahu bulat Abang, kurang hati-hati. Abang yang sigap langsung dorong anak kecil itu, eh, dirinya malah terserempet motor. Itu, lho, Mbak, anaknya koko-koko cina seberang SD." Azka yang menjelaskan untuk menjawab pertanyaan Jelita.

Gadis itu mendengarkan dengan seksama sembari membayangkan luka di lutut Hadi yang pasti sangat sakit. "Lutut kamu parah banget, Di? Gak bisa dibawa jalan?"

Hadi menggaruk tengkuknya dengan menyematkan pula senyum kikuk. "Ya... Bisa sih, Ta. Maaf, gak bisa ke pantai. Tapi aku udah beli kuenya kok, tart bertingkat, sama kado juga."

"Ih, jangan mikirin ulang tahun. Aku nanya gitu karena khawatir aja kamu nanti catat dan gak bisa jalan, bukan nyindir, kok."

"Kamu do'ain aku cacat, Ta?"

"Nggak gitu, ya ampun, salah mulu deh."

Azka turun dari kursi di teras. Dia menarik lengan Jelita untuk menempati posisinya tadi. "Nah, tunggu di sini. Nanti aku balik lagi!"

Jelita dan Hadi sudah duduk beriringan. Mereka diam saja disuruh Azka untuk tidak protes walaupun tidak tahu apa yang akan dilakukan anak itu. Jelita masih memandangi lutut Hadi, sedangkan cowok itu menguruti sekitar lukanya.

"Sakit banget ya?" ringis Jelita.

"Sakit aja, Ta. Tenang aja, besok juga sembuh," kata Hadi menenangkan. Meskipun dia tidak yakin, kemungkinan besoknya luka itu akan membuat kakinya semakin kaku digerakkan.

"Jangan kerja dulu, ya. Sholatnya duduk aja, bisa kan? Tahu caranya?" pinta Jelita menasihatinya.

Seperti murid yang patuh pada gurunya, Hadi mengangguk takzim. "Iya, tau kok. Pelajaran Bapak Karim Alfarizi, waktu itu aku dapat A."

"Sombong!"

"Validasi aja siapa tau kamu ngeraguin apa aku bisa sholat sambil duduk atau gak."

"Sakit aja sombong, gimana sembuh!" sindir Jelita.

Hadi selanjutnya tertawa keras. Ya Tuhan, lucu sekali sahabatnya yang satu itu. Selain suka membuat Hadi darah tinggi, ternyata Jelita mampu juga menghiburnya.

"Ta-raaaaa!" Suara Azka melengking di telinga Hadi dan Jelita. Anak laki-laki 14 tahun itu sudah kembali sambil membawa kue tart bertingkat. Dia juga telah memakai topi kertas kerucut, lalu di belakangnya menyusul Pak Gugun dan istrinya. Hanya Salsa yang tidak diajak, anak itu sudah terlelap satu jam yang lalu.

Jelita melompat turun dari kursi. Dia menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan, terharu sekali. Matanya sudah berkaca-kaca, seakan Jelita memang mendapatkan kejutan paling mewah.

"Selamat ulang tahun, anak-anakku. Hadi, Jelita, semoga kalian selalu tumbuh bersama-sama menjadi pribadi yang tidak hanya berguna untuk diri sendiri, tetapi juga berguna untuk orang banyak. Semoga Allah selalu memberi kalian nikmat sehat, kebahagiaan, dan kelak menjadi anak-anak yang sukses."

"Aamiin..." koor Azka dan ibunya. Hadi dan Jelita ikut mengamini, hanya saja suara mereka tidak selantang itu.

Setelah Pak Gugun yang memberikan doa, kini berganti istrinya. "Selamat bertambah umur, Jelita, Hadi. Ibu cuma mau berpesan, apapun yang terjadi di masa depan nanti, kalian tidak boleh saling menjauh. Jadilah sahabat yang saling menguatkan, saling menolong, dan terus tumbuh lebih positif sama-sama, ya."

"Aamiin... Terima kasih Ibu," ucap Jelita.

"Aku juga mau doain, semoga Abang sama Mbak Ta tidak terpisahkan, hehe..." Azka mendapatkan pelototan dari kakaknya yang sudah tersindir. Padahal Azka tulus mengatakan itu tanpa ada niat tersembunyi.

"Eh, ayo tiup lilin!" Pak Gugun berseru lantaran melihat lilin angka 18 di atas kuenya mulai habis.

Azka mendekatkan kuenya pada Hadi yang tidak bisa berdiri. Jelita merapat agar bisa bersejajar dengan Hadi. Mereka akan meniupnya bersama-sama dalam hitungan ketiga.

"Satu... Dua... Tiga!"

"Hore!"

"Selamat ulang tahun!"

Malam itu seru sekali. Jelita merasa seperti tengah merayakan ulang tahun bersama orangtuanya. Dulu, dia pernah, tapi itu dulu sekali ketika kakaknya masih ada. Diam-diam Jelita menghapus air matanya yang akan menetes sambil memalingkan wajah.

"Ibu potong-potong kuenya ya. Karena ada banyak, nanti Ibu bungkusin biar Jelita bisa bawa pulang juga." Ibunya Hadi repot sekali mengurusi kue.

"Bapak ke dalam ya, anak-anak. Mau tidur bentar, nanti jam satu mau melaut soalnya."

"Iya, Pak, silakan. Makasih banyak, Pak, sudah mau ikut merayakan ulang tahun kami," ujar Jelita.

Pak Gugun tersenyum. "Sama-sama, Nak."

"Aku juga mau tidur, ah. Besok harus pagi-pagi ke sekolah. Duluan ya, Kak!" pamit Azka.

Tetapi kala itu Hadi memberikan kode pada Azka. Untungnya anak itu segera menangkap maksud kakaknya. Dia melayangkan ibu jari, kemudian berlari masuk ke dalam rumah. Hanya sebentar, butuh lima detik saja Azka kembali keluar dengan meletakkan kotak kado pada Hadi.

"Ayo silakan, ini kuenya. Sisanya di dalam, kalau kurang nanti Hadi yang ambil ya." Ibunya Hadi keluar membawa kue tart yang sudah dipotong-potong, meletakkannya di meja. Ia juga sudah mengepak kue di tempat makan yang akan dibawa pulang Jelita. "Nah, ini yang buat dibawa pulang Jelita. Ini, Nak."

"Makasih, Bu..."

"Sama-sama. Ya sudah, Ibu masuk ya."

Kini mereka tinggal berdua saja. Jelita kembali duduk di sebelah Hadi yang mendadak canggung. Laki-laki itu jelas-jelas sudah memegang kotak kado, tetapi malah diam saja.

Jadilah, akhirnya Jelita duluan yang mengeluarkan sesuatu dari saku cardigan yang dikenakannya. Kado yang terbungkus rapi, kotak kecil seukuran 5x5 cm. "Maaf, kadonya sederhana banget. Happy birthday ya, partnerku."

Hadi memandang dengan takjub kotak kado kecil dari Jelita yang diletakkan gadis itu di sebelah piring kue. Tiba giliran dirinya yang mengangsurkan kotak kado berukuran sedang pada Jelita.

"Ini, kado dariku. Isinya juga nggak segede kotaknya, kok, Ta. Happy birthday juga, partner."

"Ayo buka bareng-bareng!" ajak Jelita.

Hadi menganggukinya cepat. Dia segera mengambil kado dari Jelita, begitupun juga sebaliknya. Hadi yang lebih dulu menerima isi kadonya karena tidak susah untuk dibuka.

Laki-laki yang baru saja berusia 18 tahun itu termenung melihat isi kadonya. Di sana ada sebuah cincin perak yang berkilau karena terkena pantulan lampu teras rumah Hadi.

Sementara itu, tak jauh berbeda, Jelita pun sama-sama termenung. Dia sudah selesai membuka kado dari Hadi. Ternyata memang kotaknya saja yang besar, di dalamnya ada kotak lagi yang lebih kecil, persis kotak kado dari Jelita yang berukuran 5x5 cm. Seolah memang memiliki insting yang kuat, Hadi pun memberikan cincin untuk ulang tahun Jelita.

"Kamu mau lamar aku, Ta?"

"Kamu juga, Di?" Jelita bertanya hal yang sama sambil memandangi cincin emas di tangannya.

"Haha... Kok bisa samaan gini, sih? Kamu nyontek ya!" kekeh Hadi.

"Ih, aku gak tau, lho. Tapi kok lucu banget, bisa samaan ya."

"Kamu kenapa kasih cincin? Laki-laki lho aku, Ta, masa pakai cincin?" protes Hadi.

Jelita menoleh ke arah Hadi, menatapnya dengan sinis. "Itu silver, tapi asli, kok. Bisa dijual lagi, lumayan kalau kamu butuh duit. Dan, kenapa aku ngasih cincin? Alasannya simpel, supaya kamu selalu ingat aku. Bentar lagi kamu pasti sukses jadi arsitek. Aku mau, setiap kamu mendesign, kamu akan ingat aku juga. Jadi, tolong dipakai ya."

Jelita ingin Hadi selalu merasa dia ada bersamanya. Takutnya setelah ini, mereka tidak bisa lagi sama-sama.

"Lucu banget sih, Ta. Makasih ya, pasti aku pakai. Eh, tapi sekarang mah aku simpan dulu aja, soalnya kalau kena air laut pasti jadi hitam."

"Sekarang gantian, aku juga mau dengar kenapa kamu kasih aku cincin?" tanya Jelita penasaran.

"Karena itu mahal dan berguna. Kamu bisa jual kalau butuh duit. Punyaku lebih mahal tuh, emas asli."

"Wah, berasa dilamar beneran aku, hehe. Thanks ya, sahabat. Aku mah pasti akan pakai terus." Jelita mengeluarkan cincin emas dari kotaknya, lalu dia pasang di jari manisnya yang tangan kiri. "Cantik banget design cincinya. Simpel tapi elegan."

"Aku malu banget ngasih kado tahun kemarin gelang manik-manik yang harganya sepuluh ribu doang, jadi sekarang aku mau kasih yang mahal."

"Ya ampun, Hadi... Makasih banyak. Padahal kasih kue tart bertingkat saja aku udah senang banget, kok."

"Nggak apa-apa, Ta. Itu tanda terima kasih aku karena kamu sudah selalu ngeyakinin aku untuk menemukan jati diri dan mimpi aku. Makasih banyak, Jelita. Hadi Ardian yang sekarang sudah tau apa tujuan hidupnya."

Jelita mengangguk-angguk dengan bibir yang tersenyum semakin lebar. Dia bersyukur sekali sahabatnya itu menemukan impiannya. Tetapi rasanya kini Jelita sendiri yang terjebak kenyataan pahit. Hadi boleh jadi pasti lolos SBMPTN, sedangkan Jelita... Dia harus siap kabur dari desa.

"Pengumumannya nanti kita buka di warnet Mang Sanusi juga?"

"Gak, Raka katanya mau bantu, sekalian pamitan sama kita. Nanti dia ke sini, Di."

"Oh, syukur deh, hehe..."

"Ya, syukurnya ada Raka..." lirih Jelita.

Benar, Jelita amat sangat bersyukur karena ada Raka. Laki-laki itu akhirnya setuju membantu Jelita untuk kabur. Jelita akan ikut Raka, dia mantap akan kabur karena yakin sekali dirinya tidak mungkin lolos SBMPTN.

Sekali lagi, Jelita tidak mungkin lolos SBMPTN.

Jelita tidak bisa kuliah.

Jelita akan dinikahkan secara paksa dengan orang kaya.

 

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
May I be Happy?
426      287     0     
Inspirational
Mencari arti kebahagian dalam kehidupan yang serba tidak pasti, itulah kehidupan yang dijalani oleh Maya. Maya merupakan seseorang yang pemalu, selalu berada didalam zona nyamannya, takut untuk mengambil keputusan, karena dia merasa keluarganya sendiri tidak menaruh kepercayaan kepada dirinya sejak kecil. Hal itu membuat Maya tumbuh menjadi seperti itu, dia tersiksa memiliki sifat itu sedangka...
Smitten Ghost
179      146     3     
Romance
Revel benci dirinya sendiri. Dia dikutuk sepanjang hidupnya karena memiliki penglihatan yang membuatnya bisa melihat hal-hal tak kasatmata. Hal itu membuatnya lebih sering menyindiri dan menjadi pribadi yang anti-sosial. Satu hari, Revel bertemu dengan arwah cewek yang centil, berisik, dan cerewet bernama Joy yang membuat hidup Revel jungkir-balik.
Alex : He's Mine
2438      921     6     
Romance
Kisah pemuda tampan, cerdas, goodboy, disiplin bertemu dengan adik kelas, tepatnya siswi baru yang pecicilan, manja, pemaksa, cerdas, dan cantik.
A & O
1657      794     2     
Romance
Kehilangan seseorang secara tiba-tiba, tak terduga, atau perlahan terkikis hingga tidak ada bagian yang tersisa itu sangat menyakitkan. Namun, hari esok tetap menjadi hari yang baru. Dunia belum berakhir. Bumi masih akan terus berputar pada porosnya dan matahari akan terus bersinar. Tidak apa-apa untuk merasakan sakit hati sebanyak apa pun, karena rasa sakit itu membuat manusia menjadi lebih ma...
Heavenly Project
501      348     5     
Inspirational
Sakha dan Reina, dua remaja yang tau seperti apa rasanya kehilangan dan ditinggalkan. Kehilangan orang yang dikasihi membuat Sakha paham bahwa ia harus menjaga setiap puing kenangan indah dengan baik. Sementara Reina, ditinggal setiap orang yang menurutnya berhaga, membuat ia mengerti bahwa tidak seharusnya ia menjaga setiap hal dengan baik. Dua orang yang rumit dan saling menyakiti satu sama...
Menanti Kepulangan
40      36     1     
Fantasy
Mori selalu bertanya-tanya, kapan tiba giliran ia pulang ke bulan. Ibu dan ayahnya sudah lebih dulu pulang. Sang Nenek bilang, suatu hari ia dan Nenek pasti akan kembali ke bulan. Mereka semua akan berkumpul dan berbahagia bersama di sana. Namun, suatu hari, Mori tanpa sengaja bertemu peri kunang-kunang di sebuah taman kota. Sang peri pun memberitahu Mori cara menuju bulan dengan mudah. Tentu ada...
Qodrat Merancang Tuhan Karyawala
974      677     0     
Inspirational
"Doa kami ingin terus bahagia" *** Kasih sayang dari Ibu, Ayah, Saudara, Sahabat dan Pacar adalah sesuatu yang kita inginkan, tapi bagaimana kalau 5 orang ini tidak mendapatkan kasih sayang dari mereka berlima, ditambah hidup mereka yang harus terus berjuang mencapai mimpi. Mereka juga harus berjuang mendapatkan cinta dan kasih sayang dari orang yang mereka sayangi. Apakah Zayn akan men...
Me vs Skripsi
1806      743     154     
Inspirational
Satu-satunya yang berdiri antara Kirana dan mimpinya adalah kenyataan. Penelitian yang susah payah ia susun, harus diulang dari nol? Kirana Prameswari, mahasiswi Farmasi tingkat akhir, seharusnya sudah hampir lulus. Namun, hidup tidak semulus yang dibayangkan, banyak sekali faktor penghalang seperti benang kusut yang sulit diurai. Kirana memutuskan menghilang dari kampus, baru kembali setel...
Rumah Tanpa Dede
121      81     1     
Inspirational
Kata teteh, Bapak dan Mama bertengkar karena Dede, padahal Dede cuman bilang: "Kata Bapak, kalau Bi Hesti jadi Mama kedua, biaya pengobatan Dede ditanggung Bi Hesti sampai sembuh, Mah." Esya---penyintas penyakit langka Spina Bifida hanya ingin bisa berjalan tanpa bantuan kruk, tapi ekonomi yang miskin membuat mimpi itu terasa mustahil. Saat harapan berwujud 'Bi Hesti' datang, justru ban...
Alicia
1376      664     1     
Romance
Alicia Fernita, gadis yang memiliki tiga kakak laki-laki yang sangat protektif terhadapnya. Gadis yang selalu menjadi pusat perhatian sekolahnya karena memiliki banyak kelebihan. Tanpa mereka semua ketahui, gadis itu sedang mencoba mengubur luka pada masa lalunya sedalam mungkin. Gadis itu masih hidup terbayang-bayang dengan masa lalunya. Luka yang berhasil dia kubur kini terbuka sempurna beg...