Loading...
Logo TinLit
Read Story - Maju Terus Pantang Kurus
MENU
About Us  

Juna tidak pernah berniat menjual nama Griss untuk melindungi rambutnya dari hukuman botak karena tidak sengaja melanggar janji. Hazel saja yang heboh menyorakinya karena datang terlambat dan Dewangga terus-terusan memelototinya.

"Astaga, guys ... gue beneran nggak berniat kabur, kok!" Juna yang jengah dipelototi satu ruangan mencoba membela diri. Juna memang sudah terbebas dari hukuman dibotaki setelah Dewangga tahu alasan keterlambatannya, tapi tidak dengan ledekan dan sorakan dari teman-temannya. Terutama Hazel yang pada dasarnya memang musuh bebuyutan Juna.

"Gue pura-pura percaya, deh. Kalau bukan karena lo nolong Griss dari tekanan Nindi, udah beneran gue botakin lo sealis-alisnya!"

Juna meringis. "Ampun, Bang. Jadi, apa aja yang udah dibahas?" tanyanya, mencoba membelokkan arah pembicaraan menuju tujuan yang benar.

HUT Nusa Indah akan diperingati sekitar dua minggu lagi. Panitia menghendaki Chill Zone jadi bintang acara. Setidaknya, ada lima buah lagu yang harus mereka tampilkan. Untuk itu, Dewangga mengumpulkan semua anggotanya untuk berdiskusi.

"Sementara ini kandidat lagu yang bakal kita tampilkan." Dewangga mendorong selembar kertas penuh coretan ke dekat Juna. Sementara anggota lain yang mengikuti jalannya diskusi, sudah lebih dulu membaca isi kertas itu.

Juna membaca tulisan tangan yang sejatinya sulit dipahami itu dengan saksama. Biar dia tebak, tulisan mirip cacing menggeliat itu ditulis oleh Mali. Ada lagu Peri Cintaku milik Ziva, Selamat Ulang Tahun-nya Jamrud, Cinta Luar Biasa milik Andmesh, Can't Take My Eyes Off of You yang pernah dicover Jayan, serta Kompor Meleduk milik Benjamin Sueb. Juna menggelengkan kepalanya. Lagu terakhir yang ditulis sepertinya usulan dari Hazel.

"Ini kenapa ada Kompor Meleduk?" tanya Juna.

"Biar heboh, dong!" jawab Hazel dengan semangat empat lima.

Benar, kan, tebakan Juna? Memang Hazel itu agak aneh anaknya.

"Masih ada lagu cadangan di baliknya itu, Jun. Lo kalau mau nambah list juga boleh. Nanti kita diskusiin lagi mengingat kemepetan waktu." Melodi melempar pulpen yang langsung ditangkap oleh Juna. Kemudian, vokalis Chill Zone sekaligus satu-satunya perempuan di lingkaran itu beranjak dari kursi. Melodi mengambil mikrofon dan memulai pemanasan.

Kegiatan Melodi diikuti oleh anggota yang lain. Jayan langsung memosisikan diri di balik keyboard, Juna dan Mali bersiap dengan gitar kesayangan mereka, Hazel pun langsung bersiap bersama drumnya, dan Dewangga menempatkan diri tak jauh di sebelah Melodi.

Dengan begitu, latihan resmi dimulai sampai dua minggu ke depan.

^^^

HUT Nusa Indah akan segera tiba, lebih tepatnya besok. H-1 ini, semua pengisi acara akan melakukan gladi resik. Termasuk Chill Zone yang akan membawakan lima buah lagu. Dari banyaknya pilihan lagu yang sempat dibahas pada saat rapat waktu itu, akhirnya lagu Selamat Ulang Tahun, Cinta Luar Biasa, At My Worst, Falling, dan Menghapus Jejak dipilih atas berbagai macam pertimbangan, salah satunya pembagian suara agar semua member bisa unjuk suara.

Pukul sembilan pagi, panitia acara yang terdiri dari anggota OSIS dan beberapa guru mulai kembali menyibukkan diri. Hari ini, semua jam pelajaran dikosongkan untuk kepentingan acara besok.

Jayan dan Juna membantu panitia menata alat musik mereka di atas panggung. Dewangga dan Hazel sibuk berdiskusi dengan sie perlengkapan untuk kesiapan kostum. Sementara Mali dan Melodi, sejak pagi belum terlihat.

"Lo beneran udah hubungin si Mali, kan? Tumben banget dia telat." Dewangga kembali bertanya kepada Hazel di sela negosiasinya dengan panitia. Mereka sedang berada di ruang ekskul menjahit yang sedang dialihfungsikan menjadi ruang makeup.

Hazel mengangguk-angguk. "Namanya juga rumahnya jauh, Bang. Semalem, kan, kita hampir nginep di sini buat ngurusin ini." Hazel mengangkat kostum-kostum yang diberikan panitia. "Kali aja Mali masih bobok. Capek."

Benar. Semalam member Chill Zone hampir tidak pulang karena tiba-tiba teringat dengan kostum yang belum disiapkan. Untungnya, salah satu dari panitia ada yang bersedia dihubungi dan datang malam-malam ke sekolah.

"Gimana, Kak? Ini cakep sih gue kata," ujar Sinta. Cewek berkuncir kuda itu menunjuk tumpukan jaket kulit di tangan Hazel. "Kata Mpok gue yang stylist, anak band cocok pakai apa aja. Karena kita adanya jaket-jaket itu, ya kalian pakai aja buat besok."

"Nggak. Kita, kan, bakal nge-band, bukan mau jalan-jalan. Ini jaket anak motor, Sinta!" Hazel menggeram kesal. Sejak semalam, Sinta terus membicarakan jaket kulit itu. Padahal, lagu-lagu yang akan Chill Zone bawakan bukan lagu rock. "Kalau gue mau nyanyi lagunya Slank, baru cakep pakai ini."

Sinta mendengkus. "Ya udah, terserah kalian aja." Dia mengalah.

Sementara di atas panggung, Juna, Jayan, panitia, dibantu seorang bapak-bapak, mulai mengecek sound system.

"Tes, tes, tes, bunyi hujan .... Dah bunyi, nih, Pak, tapi bisa dikerasin dikit, nggak?" Juna mengecek satu per satu mikrofon yang ada di sana. "Nah, udah, Pak. Thank you." Cowok itu mengacungkan ibu jarinya.

Setelah mengecek semua mikrofon, Juna berjalan mendekati Jayan yang masih mengutak-atik keyboard-nya. Bersamaan dengan itu, sosok Mali terlihat sedang berlari menuju ke area panggung.

"BAAAAANG!" teriak Mali. Keringat mengucur dari pelipisnya.

"Ke mana aja lo? Tumben telat," tanya Jayan. Cowok itu turun untuk menghampiri Mali yang terlihat kelelahan. "Lo jangan lari-larian kayak anak kecil, Mal. Ingat, lo itu remaja jompo."

Jika biasanya Mali akan langsung tertawa receh setelah mendengar candaan Jayan, kini cowok berkaos olahraga itu cuma mendengkus. Ekspresinya terlihat begitu panik.

"Kenapa panik gitu, sih, Mal?" tanya Juna yang baru menyusul. Matanya bergerak-gerak mencari sesuatu. "Tumben lo nggak sama Melodi. Dia di mana?" lanjut Juna karena tidak menemukan Melodi a.k.a Mali's bestie yang biasanya tidak pernah terpisahkan.

"Melo ... dia—"

Kalimat Mali terinterupsi oleh kedatangan Hazel dan Dewangga.

"Dateng juga lo, Mal. Niatnya mau gue jemput, siapa tahu motor lo macet."

Mali tidak menanggapi ucapan Dewangga. Wajahnya makin terlihat gusar saat berkata, "Sorry, guys, I have a bad news."

^^^

Dewangga, Hazel, Janu, Juna, dan Mali duduk melingkar di lantai ruang musik yang kosong karena semua alat musiknya dipindah ke panggung. Semua menunjukkan ekspresi bingung setelah Mali berkata bahwa Melodi tidak bisa ikut berpartisipasi untuk acara besok karena sakit.

"Dokter bilang, Melo kena DBD," ucap Mali, tubuhnya yang lunglai menyandar pada dinding.

"Kira-kira kapan sembuhnya?" tanya Hazel yang sama lemasnya.

Mali mengedikkan bahu. "Entah. Semoga secepatnya, tapi tetap aja, Melo nggak akan bisa tampil besok."

"Terus kita gimana? Melodi ambil bagian penting di band kita. Dia juga punya bagian di setiap lagu." Dengan kegalauan yang sama, Dewangga ikut bersuara. Sebagai sesama vokalis, Dewangga merasa sedih mengetahui salah satu partnernya tidak bisa ikut tampil.

Lagi, Mali mengedikkan bahunya. "Do we have to change her part?"

"Nggak semudah itu, Mal," sahut Jayan. Cowok itu juga ikut kalut. "Kita belum jadi band profesional. Apalagi kita udah nggak ada waktu buat latihan lagi selain hari ini."

"Then, what should we do?"

Semua orang diam, memikirkan bagaimana kelanjutan nasib mereka. Latihan serta kerja keras selama dua minggu terakhir tidak boleh berakhir sia-sia. Namun, tampil tidak maksimal di depan banyak orang juga bukan opsi yang bisa dipilih.

Dewangga mengangkat pandangannya. Dia merasa bertanggung jawab atas masalah ini karena dia pemimpinnya. Cowok itu menghela napas cukup panjang sebelum berkata, "Mau nggak mau, kita harus cari pengganti sementara buat mengisi bagian Melo."

"Lo nggak bisa nge-back up bagian dia emang, Bang?" tanya  Juna yang tampak tidak yakin dengan usulan Dewangga.

"Nggak, Jun. Gue belum latihan. Lagi pula, part Melo itu banyak suara duanya. Gue nggak jago yang begituan."

Bahu Juna merosot. "Hadeh ... terus siapa yang bisa gantiin dia? Kita butuh orang yang bukan cuma bisa nyanyi, tapi juga tahu musik kita."

Mendengar apa yang dikatakan Juna, Hazel langsung menjentikkan jari. "Kalau begitu, hanya ada satu orang yang memenuhi kriteria."

"Siapa?" tanya Mali, Jayan, Juna, dan Dewangga nyaris bersamaan.

"Grissilia."

"Hah?"

Hazel menganggukkan kepalanya untuk meyakinkan teman-temannya. "Gue pernah satu kelompok sama dia waktu MPLS dulu. Waktu itu, Griss telat, terus dikasih hukuman nyanyi sama OSIS. Suaranya bagus."

"Bagus doang nggak cukup!"

"Makanya lo dengerin gue dulu. Gue belum habis ngomong." Hazel memelototi Juna yang memotong ucapannya. Sebelum melanjutkan, cowok berambut mangkuk itu membenarkan posisi duduknya. "Jadi gini, lo bilang, kita butuh orang yang ngerti musik kita. Gue nggak yakin kalau Griss itu bagian dari Chills, tapi gue yakin seratus persen kalau dia paham musik kita."

"Kenapa lo yakin?" tanya Dewangga. Sebelah alisnya dinaikkan.

Hazel menggeram gemas. "Ayolah, Bang ... Griss, kan, setiap hari nongkrongin kita latihan!"

Mali yang akhirnya terkoneksi dengan apa yang Hazel katakan, langsung membuka lebar matanya. "O ... wow! Kok, gue nggak kepikiran sampai ke situ, ya?"

"Jadi kita bakal minta tolong sama Griss?" tanya Jayan.

"Yep!" Hazel menjawab dengan mantap.

"Kalau dia nggak mau?"

"Paksa lah, Bang. Biar itu jadi tugas Juna."

Juna, yang sedari tadi diam karena merasa belum cocok, mengerutkan keningnya saat semua orang memperhatikannya. "Kok, jadi gue?"

"Lo orang terdekatnya, Jun. Please ...."

Dewangga, Hazel, Jayan, dan Mali kompak mengerjap-ngerjapkan mata seperti sedang kelilipan. Hal itu membuat Juna merasa tidak enak. Akan tetapi, Juna tidak bisa buru-buru mengiakan. Pertama, karena dia tidak yakin Griss bisa diyakinkan. Kedua, karena Griss tidak biasa tampil di depan umum. Juna bukan meragukan kemampuan Griss yang sudah dijelaskan oleh Hazel, dia hanya takut Griss merasa tertekan.

Eh, tapi bukannya ini akan menjadi kesempatan buat Griss membungkam haters-nya, seperti Nindi dan yang lain?

Tiba-tiba Juna punya rencana.

"Okay. Gue bakal coba."

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Surat yang Tak Kunjung Usai
657      443     2     
Mystery
Maura kehilangan separuh jiwanya saat Maureen saudara kembarnya ditemukan tewas di kamar tidur mereka. Semua orang menyebutnya bunuh diri. Semua orang ingin segera melupakan. Namun, Maura tidak bisa. Saat menemukan sebuah jurnal milik Maureen yang tersembunyi di rak perpustakaan sekolah, hidup Maura berubah. Setiap catatan yang tergores di dalamnya, setiap kalimat yang terpotong, seperti mengu...
Trying Other People's World
136      118     0     
Romance
Lara punya dendam kesumat sama kakak kelas yang melarangnya gabung OSIS. Ia iri dan ingin merasakan serunya pakai ID card, dapat dispensasi, dan sibuk di luar kelas. Demi membalas semuanya, ia mencoba berbagai hidup milik orang lain—pura-pura ikut ekskul jurnalistik, latihan teater, bahkan sampai gabung jam tambahan olimpiade MIPA. Kebiasan mencoba hidup-hidup orang lain mempertemukannya Ric...
Smitten Ghost
181      148     3     
Romance
Revel benci dirinya sendiri. Dia dikutuk sepanjang hidupnya karena memiliki penglihatan yang membuatnya bisa melihat hal-hal tak kasatmata. Hal itu membuatnya lebih sering menyindiri dan menjadi pribadi yang anti-sosial. Satu hari, Revel bertemu dengan arwah cewek yang centil, berisik, dan cerewet bernama Joy yang membuat hidup Revel jungkir-balik.
One Milligram's Love
1047      804     46     
Inspirational
Satu keluarga ribut mendapati Mili Gram ketahuan berpacaran dengan cowok chindo nonmuslim, Layden Giovani. Keluarga Mili menentang keras dan memaksa gadis itu untuk putus segera. Hanya saja, baik Mili maupun Layden bersikukuh mempertahankan hubungan mereka. Keduanya tak peduli dengan pandangan teman, keluarga, bahkan Tuhan masing-masing. Hingga kemudian, satu tragedi menimpa hidup mereka. Layden...
Kaca yang Berdebu
93      74     1     
Inspirational
Reiji terlalu sibuk menyenangkan semua orang, sampai lupa caranya menjadi diri sendiri. Dirinya perlahan memudar, seperti bayangan samar di kaca berdebu; tak pernah benar-benar terlihat, tertutup lapisan harapan orang lain dan ketakutannya sendiri. Hingga suatu hari, seseorang datang, tak seperti siapa pun yang pernah ia temui. Meera, dengan segala ketidaksempurnaannya, berjalan tegak. Ia ta...
Glitch Mind
45      42     0     
Inspirational
Apa reaksi kamu ketika tahu bahwa orang-orang disekitar mu memiliki penyakit mental? Memakinya? Mengatakan bahwa dia gila? Atau berempati kepadanya? Itulah yang dialami oleh Askala Chandhi, seorang chef muda pemilik restoran rumahan Aroma Chandhi yang menderita Anxiety Disorder......
Andai Kita Bicara
573      458     3     
Romance
Revan selalu terlihat tenang, padahal ia tak pernah benar-benar tahu siapa dirinya. Alea selalu terlihat ceria, padahal ia terus melawan luka yang tak kasat mata. Dua jiwa yang sama-sama hilang arah, bertemu dalam keheningan yang tak banyak bicaratetapi cukup untuk saling menyentuh. Ketika luka mulai terbuka dan kenyataan tak bisa lagi disembunyikan, mereka dihadapkan pada satu pilihan: tetap ...
Kini Hidup Kembali
70      62     1     
Inspirational
Sebenarnya apa makna rumah bagi seorang anak? Tempat mengadu luka? Bangunan yang selalu ada ketika kamu lelah dengan dunia? Atau jelmaan neraka? Barangkali, Lesta pikir pilihan terakhir adalah yang paling mendekati dunianya. Rumah adalah tempat yang inginnya selalu dihindari. Namun, ia tidak bisa pergi ke mana-mana lagi.
Dear Future Me: To The Me I'm Yet To Be
354      260     2     
Inspirational
Bagaimana rasanya jika satu-satunya tempat pulang adalah dirimu sendiri—yang belum lahir? Inara, mahasiswi Psikologi berusia 19 tahun, hidup di antara luka yang diwariskan dan harapan yang nyaris padam. Ayahnya meninggal, ibunya diam terhadap kekerasan, dan dunia serasa sunyi meski riuh. Dalam keputusasaan, ia menemukan satu cara untuk tetap bernapas—menulis email ke dirinya di masa dep...
Switch Career, Switch Life
351      295     4     
Inspirational
Kadang kamu harus nyasar dulu, baru bisa menemukan diri sendiri. Therra capek banget berusaha bertahan di tahun ketiganya kerja di dunia Teknik yang bukan pilihannya. Dia pun nekat banting setir ke Digital Marketing, walaupun belum direstui orangtuanya. Perjalanan Therra menemukan dirinya sendiri ternyata penuh lika-liku dan hambatan. Tapi, apakah saat impiannya sudah terwujud ia akan baha...