Loading...
Logo TinLit
Read Story - Maju Terus Pantang Kurus
MENU
About Us  

Ucapan selamat ulang tahun menghujani Mira. Begitu juga dengan kado-kado dan kue ulang tahun. Karena Mira termasuk golongan anak-anak populer dan hampir seisi Nusa Indah mengikuti Instagram pribadinya, tidak heran bila seisi Nusa Indah heboh memberinya ucapan selamat setelah Mira memposting foto kue ulang tahun yang berbaris dengan namanya.

Kehebohan turut terjadi di ruang musik. Banyaknya kado dan kue yang membuat Mira kerepotan di bawa ke sana. Para penghuni ruangan itu jelas senang luar biasa. Mereka bisa ikut menikmati kue-kue Mira dan membantu model sekolah itu unboxing kado-kadonya.

"Sering-sering ultah, deh, Mir. Banyak rezeki."

"Iya, Kak Mira. Gue jadi ikutan seneng ini kalau lo ultah."

"Tapi, kan, ultah itu setahun sekali."

Mali, Melodi, Hazel, Mira, dan Dewangga tertawa. Sementara Jayan hanya tersenyum kecil menanggapi lelucon teman-temannya.

"Kalau aku ultah setiap hari, nanti yang ngasih hadiah malah bosan."

"Bang Jayan nggak akan bosan," celetuk Hazel. Alisnya dinaik-turunkan. "Ya, kan, Bang?"

"Yoi," sambar Dewangga, padahal Hazel nggak ngomong sama dia. Cowok itu mencomot sepotong kue coklat bertoping ceri yang menggoyangkan lidahnya. "Jayan tuh care banget ke kamu, Mir. Mau ultah kamu per jam juga bakal dikadoin sama dia."

"Bangkrut dong, gue!" ujar Jayan. Dia ikut mencomot kue yang sama seperti Dewangga, memakannya dalam sekali hap. "Gue care ke Mira, ke kalian juga, tapi bukan berarti gue sudi menghabiskan tabungan gue buat makan-makan doang."

Mira mengangguk setuju. "Bener tuh. Kamu juga harusnya nggak perlu bikin kejutan kayak semalam, tahu, Jay! Aku jadi merasa ngerepotin kamu banget. Pasti tabungan kamu habis banyak," tebaknya, mengingat bentuk kado dan kue yang Jayan berikan semalam.

Lagi-lagi Jayan cuma senyum. Hazel, Mali, dan Melodi yang langsung heboh menanggapi.

"Santai, Kak. Bang Jay, kan, sultan."

"Duitnya nggak berseri."

"Angkat gue jadi adik lo, Bang!"

Keriuhan tiga bocah itu terus berlanjut. Kadang, Dewangga ikut menambahi. Jayan dan Mira bagian ketawanya. Saat kue-kue Mira tersisa remahannya saja, keenam remaja itu baru sadar kalau sejak tadi Juna tidak ikut meramaikan suasana.

"Juna ke mana, dah? Tumben banget nggak ke markas."

^^^

Karena Juna—tumben sekali—tidak memesan makan siang untuk hari ini, Griss tetap bertahan di kelas saat jam makan siang tiba. Tidak ada lunch box seperti biasa, di mejanya hanya ada sekotak salad buah yang dijamin tidak bikin kenyang. Sebenarnya Griss lumayan penasaran dengan alasan Juna yang tidak menghubungi mamanya untuk memesan katering. Namun, mengingat hubungannya dengan cowok itu sedang tidak biasa-biasa saja—setelah kejadian di lapangan basket—Griss tidak punya keberanian untuk menghubungi Juna. Lagi pula, akan menguntungkan buat Griss kalau Juna meliburkan jadwal teman makannya. Ya, setidaknya Griss tidak harus makan terlalu banyak hari ini.

Griss membuka tutup kotak saladnya. Terlihat tumpukan keju yang cukup tebal menutupi permukaan potongan kecil buah-buahan. Griss mencolok potongan anggur menggunakan garpu plastik. Rasa asam bercampur manis dan asin dari keju menyerbu lidahnya begitu dikunyah. Kalau boleh jujur, Griss lebih suka rasanya nasi padang. Namun, semenjak Griss memutuskan untuk berubah, makanan khas Nusantara itu jarang menjamah lidah. Griss lebih sering memakan buah atau sayur, atau menu apa pun yang dimasak mamanya atas nama Juna.

Kalau dipikir-pikir, kok, Griss mau-mau saja diminta jadi Teman Makan Juna, padahal kesepakatan soal nilai olahraganya sudah berakhir sejak Bu Dewi mengatakan bahwa nilai olahraganya sudah di atas KKM dan berat badan Juna mulai naik. Aneh.

Srek.

Suara pintu yang dibuka lebih lebar mengalihkan perhatian Griss. Kelas memang sedang sepi di jam makan siang ini, kebanyakan teman sekelas Griss turun ke kantin untuk mengisi amunisi, jadi Griss bisa mendengar dengan jelas derit pintu yang engselnya sudah harus diberi pelumas lagi.

"Kak Juna, mau ke Griss, ya?"

Pertanyaan Ananta—tetangga meja Awan—menyalakan alarm waspada yang berada di bawah alam sadar Griss. Cewek itu menahan napasnya beberapa saat seiring langkah Juna yang semakin mendekat ke arahnya. Wajah Juna tidak terlihat bersahabat begitu tiba di depan meja Griss.

"Ke-napa, Jun?"

Juna tidak menjawab, malah menarik tangan kanan Griss yang memegang garpu. Tanpa memberi jeda untuk Griss memahami maksud kedatangannya, Juna membawa cewek itu keluar dari kelas XI IPS 2.

"Lo mau bawa gue ke mana, sih, Jun? Ya, ampun." Griss terseok-seok mengikuti langkah Juna yang dua kali lebih panjang dari langkahnya.

Akan tetapi, Juna terlihat tidak peduli. Langkahnya semakin cepat ketika menuruni anak tangga. Griss kira, Juna akan membawanya ke kantin, tapi Juna tidak berhenti di tempat itu, malah berjalan memutar ke ruang kecil di balik tangga dan memojokkan Griss di sana.

"Jun, lo mau ngapain?" pekik Griss. Gadis itu panik, takut-takut kalau Juna kerasukan hantu bule dan berniat menyakitinya.

"Juna!" panggil Griss sekali lagi, tapi Juna masih diam, hal yang jarang sekali cowok hiperaktif itu lakukan. Tanpa sadar Griss menelan ludahnya saat wajah penuh amarah Juna mendekat ke arahnya. "J-jun ... lo—"

"Sejak kapan lo dekat dengan Jayan?"

Kalimat pertama yang Juna katakan membuat bulu kuduk Griss meremang. Sepertinya sedang terjadi kesalahpahaman.

^^^

"Kak Juna ngomong gitu ke elo?"

Seketika Wina nyaris tersedak bobanya. Cewek itu melotot kepada Griss yang melesak di sofa kamarnya setelah menceritakan apa yang terjadi di sekolah ketika jam makan siang tiba.

Grisss bilang, Juna terus mencecarnya dengan pertanyaan, "sejak kapan Griss dekat dengan Jayan?" Griss juga bilang kalau Juna memperingatkannya agar tidak mau diajak keluar malam sembarangan. Padahal, malam itu Griss hanya membantu Jayan, pun atas izin mamanya.

Wina bangkit dari tepian kasur, berjalan menghampiri Griss yang terlihat frustrasi. "Griss, fix Kak Juna cemburu."

"Hah?" Hipotesis Wina serta merta membuat Griss terlonjak di tempatnya. "Ngomong apa lo?"

"Dia cemburu." Wina merangkul teman sebangkunya itu. "Griss, gue yakin kalau Kak Juna nggak suka lo dekat-dekat sama Kak Jayan karena dia cemburu," ucapnya.

Seluruh bulu kuduk Griss berdiri. Cewek itu bergidik merinding. "Ngaco lo. Tahu apa Juna soal cemburu? Lagian, dia, kan, nggak suka sama gue," sergahnya.

Wina mengedikkan bahunya, kembali menyedot boba rasa taro yang dibelinya di depan sekolah sebelum pulang ke rumah. "Lo mana tahu, Griss? Perasaan orang nggak ada yang tahu selain Tuhan dan orang itu sendiri. Kecuali lo peramal."

Debus terdengar dari mulut Griss. "Jawaban lo nggak membantu sama sekali, Win. Gue malah makin pusing." Dijambaknya rambut panjangnya yang belum kembali disisir. Tujuan utama Griss datang dan bercerita kepada Wina adalah untuk mencari solusi dari masalahnya, siapa yang menyangka Wina justru membuatnya makin bingung.

"Ayolah, lo harus setuju sama pemikiran gue kalau Kak Juna itu sebenarnya suka sama lo." Wina mengguncang lengan Griss yang lingkarnya menyusut, kiranya tiga sentimeter.

Griss kembali mendengkus sebal. "Suka ngajak berantem maksud lo? Yang suka sama Juna banyak, Win, cantik-cantik pula. Dia nggak mungkin malah suka sama gue yang dia anggap beruang. Lagian, kayaknya Juna marah ke gue karena gue mengabaikan chat-nya. My mistake, gue ngearsip kontaknya."

Masih hangat di kepala Griss bagaimana Juna menyerocos karena Griss tidak membaca pesannya. Griss kira Juna tidak memesan makan siang karena dia tidak menghubungi Indira. Ternyata eh ternyata, cowok itu menghubungi Griss di pagi buta. Sialnya, kontak Juna masuk kotak arsip. Griss jadi tidak melihat pesannya.

"Hadeh ... lo tuh kapan bisa sadar kalau diri lo juga berharga, sih, Griss?"

Kalimat Wina membuat kening Griss berkerut. "Maksudnya?"

"Lo bilang, yang suka Juna banyak dan cantik-cantik, jadi Juna nggak mungkin suka sama lo yang dia anggap beruang?" tanya Wina, yang dibalas dengan anggukkan. "Griss ... Griss ... kapan lo sadar kalau lo juga cewek dan panggilan Grizzly yang Kak Juna kasih ke elo itu bukan berarti beruang?"

"Hah?"

"Lo juga cantik, Griss. Lo juga potensial disukai banyak cowok. Dan, lo harus tahu, Grizzly itu panggilan sayang Kak Juna buat lo," seru Wina, gemas luar biasa.

"Siapa yang bilang gitu?"

"Kak Juna, pas gue sama Awan nggak sengaja ketemu dia."

Tiba-tiba jantung Griss menggelegak. Bagaimana bisa?

"Griss, Kak Juna itu sayang sama lo, dia marah karena dia cemburu. Dan, lo harus tahu, cemburu itu tanda cinta."

Wina menepuk bahu Griss. Griss jadi ingin menangis.

"Wina, lo tahu, nggak? Gue sangat berterima kasih sama lo yang udah berpikiran positif tentang sikap Juna ke gue, tapi ... gue nggak yakin apa yang lo pikirkan bisa dibenarkan. Pertama, Juna nggak mungkin suka sama gue. Kedua, semalem itu Kak Jayan pesen kue ke Mama, dan gue disuruh bantuin dia belanja. Aduhlah ...." Kenapa hari ini teman-teman gue pada aneh semua?

Bahu Wina mengedik. "Whatever lah, Griss. Seperti yang gue bilang sebelumnya, kita nggak pernah bisa mengerti dan memahami perasaan orang lain, dan lo itu potensial disukai banyak cowok. Jangan kaget kalau kebenaran udah terungkap." Cewek berkaos oblong dan celana pendek selutut itu melenggang keluar kamar.

"Mau ke mana lo?"

"Ambil nasi padang, tadi gue delivery order."

Griss mengangguk.

Tak lama setelahnya Wina kembali membawa satu kantong plastik berukuran sedang. Dengan mata berbinar, dia mengeluarkan bungkusan-bungkusan dari dalam plastik untuk diletakkan di atas piring.

"Nasi padang pakai hati dan otak?" tanya Griss begitu Wina menyelesaikan kegiatannya. Piring-piring yang sebelumnya kosong, kini sudah diisi dengan nasi berlumur bumbu, sambal, hati ayam, dan otak.

Masih dengan wajah semringahnya, Wina mengangguk semangat. "Yups. Nasi padang pakai hati dan otak. Biar bisa seimbang. Kita nggak boleh melakukan sesuatu hanya berdasarkan kata hati, tapi juga harus dipikirkan pakai otak."

Makjleb! Sepertinya, Wina bukan sedang membicarakan menu makan malamnya, tapi sedang menyindir Griss yang hati dan otaknya belum bisa sinkron.

Semua gara-gara Juna.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
7°49′S 112°0′E: Titik Nol dari Sebuah Awal yang Besar
469      318     0     
Inspirational
Di masa depan ketika umat manusia menjelajah waktu dan ruang, seorang pemuda terbangun di dalam sebuah kapsul ruang-waktu yang terdampar di koordinat 7°49′S 112°0′E, sebuah titik di Bumi yang tampaknya berasal dari Kota Kediri, Indonesia. Tanpa ingatan tentang siapa dirinya, tapi dengan suara dalam sistem kapal bernama "ORIGIN" yang terus membisikkan satu misi: "Temukan alasan kamu dikirim ...
Catatan Takdirku
1247      739     6     
Humor
Seorang pemuda yang menjaladi hidupnya dengan santai, terlalu santai. Mengira semuanya akan baik-baik saja, ia mengambil keputusan sembarangan, tanpa pertimbangan dan rencana. sampai suatu hari dirinya terbangun di masa depan ketika dia sudah dewasa. Ternyata masa depan yang ia kira akan baik-baik saja hanya dengan menjalaninya berbeda jauh dari dugaannya. Ia terbangun sebegai pengamen. Dan i...
Kaca yang Berdebu
115      93     1     
Inspirational
Reiji terlalu sibuk menyenangkan semua orang, sampai lupa caranya menjadi diri sendiri. Dirinya perlahan memudar, seperti bayangan samar di kaca berdebu; tak pernah benar-benar terlihat, tertutup lapisan harapan orang lain dan ketakutannya sendiri. Hingga suatu hari, seseorang datang, tak seperti siapa pun yang pernah ia temui. Meera, dengan segala ketidaksempurnaannya, berjalan tegak. Ia ta...
FAYENA (Menentukan Takdir)
536      351     2     
Inspirational
Hidupnya tak lagi berharga setelah kepergian orang tua angkatnya. Fayena yang merupakan anak angkat dari Pak Lusman dan Bu Iriyani itu harus mengecap pahitnya takdir dianggap sebagai pembawa sial keluarga. Semenjak Fayena diangkat menjadi anak oleh Pak Lusman lima belas tahun yang lalu, ada saja kejadian sial yang menimpa keluarga itu. Hingga di akhir hidupnya, Pak Lusman meninggal karena menyela...
Heavenly Project
592      402     5     
Inspirational
Sakha dan Reina, dua remaja yang tau seperti apa rasanya kehilangan dan ditinggalkan. Kehilangan orang yang dikasihi membuat Sakha paham bahwa ia harus menjaga setiap puing kenangan indah dengan baik. Sementara Reina, ditinggal setiap orang yang menurutnya berhaga, membuat ia mengerti bahwa tidak seharusnya ia menjaga setiap hal dengan baik. Dua orang yang rumit dan saling menyakiti satu sama...
Wabi Sabi
145      105     2     
Fantasy
Seorang Asisten Dewi, shinigami, siluman rubah, dan kucing luar biasa—mereka terjebak dalam wabi sabi; batas dunia orang hidup dan mati. Sebuah batas yang mengajarkan jika keindahan tidak butuh kesempurnaan untuk tumbuh.
Konfigurasi Hati
557      380     4     
Inspirational
Islamia hidup dalam dunia deret angka—rapi, logis, dan selalu peringkat satu. Namun kehadiran Zaryn, siswa pindahan santai yang justru menyalip semua prestasinya membuat dunia Islamia jungkir balik. Di antara tekanan, cemburu, dan ketertarikan yang tak bisa dijelaskan, Islamia belajar bahwa hidup tak bisa diselesaikan hanya dengan logika—karena hati pun punya rumusnya sendiri.
Me vs Skripsi
2170      929     154     
Inspirational
Satu-satunya yang berdiri antara Kirana dan mimpinya adalah kenyataan. Penelitian yang susah payah ia susun, harus diulang dari nol? Kirana Prameswari, mahasiswi Farmasi tingkat akhir, seharusnya sudah hampir lulus. Namun, hidup tidak semulus yang dibayangkan, banyak sekali faktor penghalang seperti benang kusut yang sulit diurai. Kirana memutuskan menghilang dari kampus, baru kembali setel...
Di Punggungmu, Aku Tahu Kau Berubah
2044      785     3     
Romance
"Aku hanya sebuah tas hitam di punggung seorang remaja bernama Aditya. Tapi dari sinilah aku melihat segalanya: kesepian yang ia sembunyikan, pencarian jati diri yang tak pernah selesai, dan keberanian kecil yang akhirnya mengubah segalanya." Sebuah cerita remaja tentang tumbuh, bertahan, dan belajar mengenal diri sendiri diceritakan dari sudut pandang paling tak terduga: tas ransel.
Lovebolisme
167      147     2     
Romance
Ketika cinta terdegradasi, kemudian disintesis, lalu bertransformasi. Seperti proses metabolik kompleks yang lahir dari luka, penyembuhan, dan perubahan. Alanin Juwita, salah seorang yang merasakan proses degradasi cintanya menjadi luka dan trauma. Persepsinya mengenai cinta berubah. Layaknya reaksi eksoterm yang bernilai negatif, membuang energi. Namun ketika ia bertemu dengan Argon, membuat Al...