Loading...
Logo TinLit
Read Story - FaraDigma
MENU
About Us  

Mata Digma membelalak ketika tanpa sengaja ia membaca komentar dari akun yang sangat dikenalnya di unggahan terbaru Gery di Instagram. Jari-jarinya menggenggam ponsel dengan erat. Mata menyipit penuh curiga. Suaranya nyaris seperti bisikan, namun sarat ancaman.
"Lo cari masalah, ya?"

Aldino yang sedang duduk santai di kursi restoran nyaris terjungkal. Tatapan Digma yang tajam bagaikan pisau membuatnya buru-buru mematikan layar ponselnya, lalu kembali menyesap sisa mojito yang tak lagi dingin.

"Hapus sekarang juga ... atau gue kirim lo langsung ke bokap gue," ucap Digma dengan dingin, nada suaranya tak main-main.

Aldino langsung tersedak. Ia terbatuk-batuk sambil menatap Digma penuh protes. "Bang, gue nggak komentar yang aneh-aneh kok! Sumpah! Gue cuma nulis 'wah hadiahnya menarik' doang, beneran! Lagian, gue nggak sebarin apa-apa soal kalian."

Digma mendengus, tak percaya. "Terus buat apa lo komen? Mau nyari panggung? Mau cari mati?"

"Bang, gue tuh cuma nyari kesempatan! Kalo bisa dapet lambo, kan lumayan– AW!" Jitakan keras dari Digma mendarat tepat di kepala Aldino, menyadarkannya dari lamunan imajinatifnya.

Fara yang duduk di sebelah Aldino hanya bisa melirik tajam. Aldino pun langsung menunduk, lalu memegang tangan Fara pelan, seolah ingin meyakinkannya.

"Tenang, Ra. Gue nggak bakal ngecewain lo. Gue orangnya setia, nggak akan ngekhianatin temen ... apalagi sampe masukin ke penjara," ucapnya sambil melirik Digma seolah menyindir.

"Masukin ke penjara?" gumam Fara bingung, mencoba memproses maksud ucapan itu.

Seketika, Digma berdiri dan menyingkirkan tangan Aldino dari Fara dengan sigap. "Udah, nggak usah dengerin omongannya. Kita pergi aja, Ra."

Fara mengangguk pelan dan bersiap berdiri. Namun langkah mereka tertahan oleh suara yang datang dari arah pintu depan restoran.

"Permisi, Kak. Di sini ada pesanan atas nama Digma atau Fara, nggak, ya?" suara dua siswa berseragam yang tampak mencurigakan terdengar dari area depan.

Digma dan Fara langsung saling tatap. Seperti dua buronan yang tahu waktu mereka hampir habis.

"Wah, wah, wah... dicariin tuh. Masih yakin nggak butuh jasa gue?" bisik Aldino seraya tersenyum nakal. "Repurchase? Diskon spesial lho."

"Banyak omong lo," desis Digma sambil menarik Fara.

Tanpa buang waktu, mereka bertiga berlari ke arah pintu belakang. Aldino membuka jalan, matanya menyapu area belakang restoran dengan hati-hati.

"Nih, pakai motor gue." Ia menyerahkan kunci NMax ke tangan Digma begitu saja.

Baru saja Digma hendak berterima kasih, Aldino menyelipkan satu kalimat lagi, "Isiin bensin sekalian, ya."

Digma memelototinya, tapi tahu ini bukan waktunya untuk debat. Ia pun menyalakan motor, memastikan pedal belakang siap dipijak Fara.

"Nih, pakai dulu," ujar Digma sembari menyodorkan helm Bogo hitam ke Fara.

"Lo aja yang pakai. Gue nggak papa kok."

Tanpa berkata apa-apa, Digma memutar tubuh, menatap Fara dengan lembut, lalu memasangkan helm itu ke kepalanya. Gerakannya pelan, penuh perhatian.

"Gue biasanya ngebut. Lo tolak helm ini, nanti nyesel sendiri," ucapnya dengan nada tenang.

Fara hanya diam dan mengangguk. Pipinya memerah, entah karena malu ... atau karena perasaan lain yang sulit dijelaskan.

Dalam perjalanan, Digma meminta alamat rumah Fara. Setelah melalui gang sempit dan tikungan-tikungan tajam, akhirnya mereka tiba.

Namun belum sempat Fara membuka helm, suara klakson dari kejauhan membuat mereka menoleh serempak.

Tatapan mereka bertemu. Tak perlu kata-kata. Fara langsung membuka gerbang, memberi jalan agar Digma bisa masuk ke halaman rumah.

Begitu gerbang tertutup dan terkunci, mereka berlari masuk dan menutup pintu dengan cepat.

"Nyaris banget ..." Fara menggenggam erat knop pintu. Nafasnya masih tersengal, matanya mengintip ke luar jendela.

Tak ada jawaban.

Saat ia menoleh, ia baru sadar rumah masih gelap gulita. Dan dalam kegelapan itu, Digma berdiri ... terlalu dekat. Tatapan tegas, rahangnya mengeras.

Fara reflek mundur beberapa langkah. Jantungnya berdetak kencang.

"So-sorry ... lampunya belum gue nyalain."

Digma menahan tangan Fara yang hendak menyentuh saklar. "Jangan. Kalau lampunya nyala, mereka bisa lihat kita dari luar."

Fara mengangguk pelan.

"Orang rumah nggak ada?" tanya Digma.

"Kayaknya Ayah sama Ibu lagi jemput abang gue di bandara."

"Oke. Lo duduk aja di ruang tamu. Biar gue yang jagain pintu."

Fara menurut. Ia menjauh dan duduk, memeluk bantal di sofa. Digma menarik napas panjang ... akhirnya bisa bernapas lega setelah menahan degup jantungnya yang sejak tadi liar tak terkendali.

Ia menatap Fara. Ada sesuatu dalam diri gadis itu. Sesuatu yang membuat jantungnya berdetak lebih cepat setiap kali mereka dekat. Apa mungkin ... ini rasa suka?

Ponselnya bergetar. Digma langsung menjawab.

"Siapa yang ngikutin gue?" tanyanya tajam.

Suara di ujung telepon terengah-engah. Aldino. "Theo, salah satu follower-nya Gery. Dia ngikutin lo dari restoran."

Digma mengepal tangan. Kalau tahu diikuti, ia tak akan kemari. Sekarang... Fara dalam bahaya.

"Bang! Gue ... gue ketangkep!!" teriak Aldino, lalu sambungan terputus.

"Al?" Digma memanggil. Tak ada jawaban. Ia menatap layar. Panggilan terputus sepihak.

Ia menghampiri Fara yang masih memeluk bantal.

"Ra," panggilnya lembut, menyentuh pundaknya. "Gue bakal keluar. Alihin perhatian mereka. Lo tetap di sini, ya."

Fara langsung menggeleng keras.
"Nggak! Kita tunggu di sini aja. Lama-lama mereka pasti pergi."

Digma menghela napas. "Kalau mereka masuk ... lo bisa dalam bahaya."

"Lo juga bahaya, Dig. Please... tunggu aja di sini. Lo bisa nginep kok."

BRAK!!

Sebuah suara keras terdengar dari arah dalam rumah. Mereka saling pandang, dengan tubuh menegang.

"Lo yakin nggak ada orang di rumah?" tanya Digma, suaranya berubah waspada.

Ia menarik Fara ke belakangnya, melangkah pelan ke arah sumber suara.

Fara menahan tangan Digma.

"Dig... kayaknya tadi... pintu depan nggak dikunci."

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Kini Hidup Kembali
166      153     1     
Inspirational
Sebenarnya apa makna rumah bagi seorang anak? Tempat mengadu luka? Bangunan yang selalu ada ketika kamu lelah dengan dunia? Atau jelmaan neraka? Barangkali, Lesta pikir pilihan terakhir adalah yang paling mendekati dunianya. Rumah adalah tempat yang inginnya selalu dihindari. Namun, ia tidak bisa pergi ke mana-mana lagi.
Lost in Drama
2089      865     4     
Romance
"Drama itu hanya untuk perempuan, ceritanya terlalu manis dan terkesan dibuat-buat." Ujar seorang pemuda yang menatap cuek seorang gadis yang tengah bertolak pinggang di dekatnya itu. Si gadis mendengus. "Kau berkata begitu karena iri pada pemeran utama laki-laki yang lebih daripadamu." "Jangan berkata sembarangan." "Memang benar, kau tidak bisa berb...
Paint of Pain
3523      1971     38     
Inspirational
Vincia ingin fokus menyelesaikan lukisan untuk tugas akhir. Namun, seorang lelaki misterius muncul dan membuat dunianya terjungkir. Ikuti perjalanan Vincia menemukan dirinya sendiri dalam rahasia yang terpendam dalam takdir.
Di Punggungmu, Aku Tahu Kau Berubah
7479      2442     3     
Romance
"Aku hanya sebuah tas hitam di punggung seorang remaja bernama Aditya. Tapi dari sinilah aku melihat segalanya: kesepian yang ia sembunyikan, pencarian jati diri yang tak pernah selesai, dan keberanian kecil yang akhirnya mengubah segalanya." Sebuah cerita remaja tentang tumbuh, bertahan, dan belajar mengenal diri sendiri diceritakan dari sudut pandang paling tak terduga: tas ransel.
Imajinasi si Anak Tengah
5601      3007     16     
Inspirational
Sebagai anak tengah, Tara terbiasa berada di posisi "di antara" Di antara sorotan dan pujian untuk kakaknya. Dan, di antara perhatian untuk adiknya yang selalu dimanjakan. Ia disayang. Dipedulikan. Tapi ada ruang sunyi dalam dirinya yang tak terjamah. Ruang yang sering bertanya, "Kenapa aku merasa sedikit berbeda?" Di usia dua puluh, Tara berhadapan dengan kecemasan yang tak bisa ia jel...
Senja di Balik Jendela Berembun
73      63     0     
Inspirational
Senja di Balik Jendela Berembun Mentari merayap perlahan di balik awan kelabu, meninggalkan jejak jingga yang memudar di cakrawala. Hujan turun rintik-rintik sejak sore, membasahi kaca jendela kamar yang berembun. Di baliknya, Arya duduk termangu, secangkir teh chamomile di tangannya yang mulai mendingin. Usianya baru dua puluh lima, namun beban di pundaknya terasa seperti telah ...
Cute Monster
739      436     5     
Short Story
Kang In, pria tampan yang terlihat sangat normal ini sebenarnya adalah monster yang selalu memohon makanan dari Park Im zii, pekerja paruh waktu di minimarket yang selalu sepi pengunjung. Zii yang sudah mencoba berbagai cara menyingkirkan Kang In namun selalu gagal. "Apa aku harus terbiasa hidup dengan monster ini ?"
XIII-A
2086      1381     4     
Inspirational
Mereka bukan anak-anak nakal. Mereka hanya pernah disakiti terlalu dalam dan tidak pernah diberi ruang untuk sembuh. Athariel Pradana, pernah menjadi siswa jeniushingga satu kesalahan yang bukan miliknya membuat semua runtuh. Terbuang dan bertemu dengan mereka yang sama-sama dianggap gagal. Ini adalah kisah tentang sebuah kelas yang dibuang, dan bagaimana mereka menolak menjadi sampah sejar...
Forbidden Love
10563      2468     3     
Romance
Ezra yang sudah menikah dengan Anita bertemu lagi dengan Okta, temannya semasa kuliah. Keadaan Okta saat mereka kembali bertemu membuat Ezra harus membawa Okta kerumahnya dan menyusun siasat agar Okta tinggal dirumahnya. Anita menerima Okta dengan senang hati, tak ada prangsaka buruk. Tapi Anita bisa apa? Cinta bukanlah hal yang bisa diprediksi atau dihalangi. Senyuman Okta yang lugu mampu men...
Main Character
4557      2288     0     
Romance
Mireya, siswi kelas 2 SMA yang dikenal sebagai ketua OSIS teladanramah, penurut, dan selalu mengutamakan orang lain. Di mata banyak orang, hidupnya tampak sempurna. Tapi di balik senyum tenangnya, ada luka yang tak terlihat. Tinggal bersama ibu tiri dan kakak tiri yang manis di luar tapi menekan di dalam, Mireya terbiasa disalahkan, diminta mengalah, dan menjalani hari-hari dengan suara hati y...