Loading...
Logo TinLit
Read Story - FaraDigma
MENU
About Us  

"Lo nggak akan bisa nyentuh dia sampe kapanpun, Bang," ungkap Aldino. Tatapannya kini melemah.

Perkataan lawan bicaranya sontak membuat Digma kesal. Ia maju selangkah. Deru napasnya mulai memburu.

"Maksud lo? Ngomong tuh yang jelas!" desak Digma. Nada bicaranya mulai meningkat satu oktaf.

"Dia itu anak ketua yayasan di sekolahnya, Bang!" Aldino ikut terpancing emosi.

Digma tersenyum kecut, "Ya terus kenapa kalo dia anak ketua yayasan?"

"Dia punya kuasa di sekolah itu. Main-main sama Gery, lo abis, Bang."

"Gue nggak takut. Gue yang bakal habisin tuh orang sekarang juga," Telunjuk Digma teracung. "Kalo boleh bunuh orang, udah gue bunuh dia dari kemarin!"

"Terus kalo bokap lo tahu?"

Suara Digma tercekat. Ia membisu seketika. Kalau sudah membawa nama bapaknya, Digma tak bisa berkutik. Jika perkelahiannya dengan Gery terdengar hingga telinga pria itu, Digma dan mamanya mungkin jelas akan ditinggal selamanya oleh bapaknya. Digma tidak ingin membuat mamanya bersedih.

Digma mengalihkan pandangan, berusaha memikirkan cara lain yang lebih aman untuk membalas perbuatan Gery. "Kita laporin mereka ke polisi," usul Digma yang langsung mendapat gelengan cepat Aldino.

"Jangankan polisi, lo mau lapor ke komite kekerasan juga nggak bisa, Bang."

Digma melirik Aldino beberapa detik. "Karena ... nggak ada bukti?"

Aldino mengangguk. Menatap kosong jalanan di depannya. "Info dari salah satu client gue, kata si Roni anak kelas 12, nggak ada yang bisa megang Gery karena bapaknya. Setiap bukti kasus perundungan yang bocah itu lakuin selalu dihilangkan tanpa jejak sama Pak Heri. Tempat-tempat yang biasa tuh anak gunain buat nge-bully orang adalah titik buta, jauh dari CCTV sekolah. Dan semua siswa, guru, karyawan, bahkan petugas kebersihan selalu disogok, Bang, buat tutup mulut kalo nggak sengaja lihat, atau ya kalo nggak mau, mereka dikeluarin dan bisa juga kehilangan pekerjaan."

Mendengar penjelasan Aldino, kemarahan Digma semakin mendidih. Wajahnya memerah, tangannya mengepal kuat, rahangnya mengeras, dan otot-otot lehernya mulai terlihat.

"Brengsek!" umpat Digma kecewa. Amarahnya kini sudah di ujung kepala. Ia sudah tak sabar melahap hidup-hidup Gery dengan tinjuan dan tendangan yang selama ini ia latih. Namun, apa yang cowok itu bilang sangatlah menjatuhkan harapannya.

Ia mengacak-acak rambut frustasi. Sebelum kemudian bergerak mendekati Aldino lagi. "Oke. Karena lo gagal dapetin bukti, gue bakal bikin bukti itu sendiri," tandas Digma, bertekad.

Setelah itu, dengan langkah cepat ia meninggalkan Aldino yang masih bingung dengan kalimat yang Digma lontarkan tadi.

***

[Mama 14.30 : Digma, mama udah urus perpindahan sekolah kamu. Kamu di mana?]

Mata Digma terpaku membaca satu pesan dari mamanya. Sebenarnya, dua hari yang lalu sejak mamanya baru saja tiba di Jakarta, wanita itu mau tidak mau langsung menuruti permintaan anak semata wayangnya untuk pindah sekolah. Kata Digma, ia ingin pindah ke sekolah yang lebih dekat dengan klub taekwondo dan rumah Abian. Mamanya yang selalu sibuk dan jarang memberikan apa yang Digma mau, sontak langsung iya-iya saja saat Digma meminta sesuatu untuk pertama kalinya.

Jauh di lubuk hati, Digma meminta maaf karena telah berbohong pada mamanya. Alasan pindah sekolah yang selama ini ia gaungkan ke semua orang dan mamanya tentu saja palsu. Alasan asli dibalik itu adalah untuk melancarkan misi balas dendamnya. Kurangnya bukti dan kebobrokan sekolah Abian membuat cowok itu harus bertindak lebih jauh lagi demi membantu membalas dendam sahabatnya. Ia akan mengumpukan bukti langsung dari tempat kejadian dan berani menerima segala risiko apapun yang terjadi nanti.

Usai mengetik ucapan terima kasih dan memberitahu lokasi terkini pada mamanya, Digma kembali melangkah mendekati ruang ICU VIP atas nama sahabatnya, Abian. Sore ini, cowok itu datang ke rumah sakit tempat Abian menginap. Setelah mata Digma menangkap sosok Abian dari jendela kecil di pintu, kaki Digma tertahan kaku. Pemandangan itu sontak menyulut rasa perih di matanya yang mulai memerah. Abian, partner-nya dalam segala hal, kini harus terbaring lemah di kasur dengan banyak selang tertaut di tubuhnya. Samar, suara khas monitor detak jantung pun terdengar di telinga cowok itu dari luar.

Digma menghela napas berat. Dadanya selalu terasa sesak jika memikirkan kembali bagaimana ia tak pernah memiliki kesempatan untuk membela dan membantu Abian lari dari cengkraman Gery dan gengnya. Entah apa yang sudah Gery lakukan, tapi perlakuan biadabnya tak pernah bisa ia maafkan. Dari balik celah kecil itu juga terlihat Bunda yang masih setia duduk di sisi ranjang. Wanita itu memegangi tangan anaknya erat-erat. Seolah tak akan pernah melepaskan Abian satu detik pun.

Digma menelan ludahnya kasar. Mata yang memancarkan dendam, kini menatap Abian penuh tekad

"Bi, lo tenang aja. Akan ada saatnya Gery bakal berlutut di hadapan lo!" gumamnya lirih namun penuh penekanan.

Bunda yang merasa dipandangi, lalu menoleh. Menatap kotakan kaca kecil di pintu kayu ruangan. Sayangnya, Digma sudah lebih dulu pergi. Dengan langkahnya yang lemas, Bunda lalu membuka pintu, memastikan sekali lagi. Namun, bukannya melihat seseorang, ia malah menemukan sebungkus makanan yang menggantung di gagang pintu.

Tanpa diketahui Bunda, sang pemberi makanan telah berjalan dengan langkah tegap dan cepat di koridor rumah sakit yang sepi. Ia berjalan ke parkiran dan segera melajukan motor Kawasaki W175 hitamnya ke tempat yang biasa ia kunjungi sepulang sekolah.

Setibanya di tempat itu, Digma mematikan mesin dan menurunkan standar motor. Ia terdiam sebentar menatap gedung serba putih dengan papan tulisan "Thunder Club Taekwondo" di atas jendela samping. Entah sudah berapa kali Digma mengajak Abian untuk latihan dengannya, namun selalu ditolak. Andai ia tetap memaksa sahabatnya latihan bela diri bersama, Abian tidak akan berakhir di rumah sakit seperti sekarang.

"Bro!" panggil Atha di ujung pintu. Ia memberi kode agar Digma segera masuk. Dari pakaiannya, ia sudah siap untuk latihan sore ini. Bahkan pelindung kaki, tangan, dan badan sudah ia kenakan juga.

Digma balas mengangguk singkat. Ia mengacak-acak rambutnya yang sedikit berantakan akibat helm, lalu menggeleng-gelengkan kepala untuk merapikannya.

"Mau sparring lo?" tanya Digma santai melewati Atha. Ia memandangi pelindung badan berwarna merah yang Atha kenakan. Sambil membenarkan letak pegangan training bag hitam di bahu kirinya, Digma melangkah memasuki aula pelatihan. Ruangan 10x10 meter yang didominasi dinding berwarna putih dan lantai karpet perpaduan biru dan merah ini terlihat sepi karena beberapa anak absen hari ini. Hanya terlihat dua orang yang sedang sparring atau latih tanding, dan dua orang lainnya sedang melakukan pemanasan.

"Sabeum Sin, kok, nggak keliatan?" tanya Digma. Mengeluarkan seragam taekwondo serba putih sambil sesekali menengok kanan-kiri, mencari pelatihnya berada. Ia lalu segera mengenakan celana dan kaos putih yang kemudian ditimpa lagi dengan atasan khas taekwondo berkerah hitam.

Sedangkan Atha, ia sibuk mengambil pelindung kepala merahnya yang tergeletak di atas nakas. "Lagi ada acara keluarga," balasnya singkat.

Digma mengangguk-angguk paham, ia lalu memasang pelindung kaki, tangan, dan badan yang berbeda warna dari Atha yaitu biru.

Saat Digma berdiri dan bersiap untuk memakai pelindung kepalanya, cowok itu tiba-tiba merasa ada yang hendak memukulnya dari belakang dan refleks dengan kecepatan penuh ia langsung menghindar ke arah kiri. Kakinya segera memasang kuda-kuda dan kedua tangannya mengepal dengan gaya bertahan dari serangan.

"Lo kenapa?" tanya Digma terkejut dengan raut Atha yang sedang tidak bersahabat.

Bukannya menjawab, Atha malah melancarkan serangan lagi berupa tinjuan yang menyasar perut Digma. Sambil membawa pelindung kepalanya yang belum sempat ia pakai, ia menangkis serangan itu dan balik menendang tubuh Atha dengan kaki kirinya. Hingga membuat cowok berbadan jangkung itu hampir kehilangan keseimbangan.

Kejadian itu pun langsung mengambil seluruh atensi anggota taekwondo yang lainnya. Mereka seketika menghentikan aktivitas masing-masing sambil memahami apa yang sedang terjadi.

"Bro? Lo kesurupa-" kalimat Digma terpotong karena lagi-lagi Atha memberikan tendangan belakang setelah berputar di udara. Digma dengan kecepatan penuh segera menghindar mundur dua langkah ke belakang.

Dengan napas yang terengah-engah, cowok itu berusaha menghentikan serangan Atha. "Tha! Udah! Kenapa sih lo?!" teriaknya bingung. Emosinya mulai tersulut.

Dada Atha yang juga naik turun kemudian menghentikan serangannya. Kilatan matanya kini berubah menatap Digma sedih. "Kenapa lo nggak bilang sama gue?" tanyanya dingin.

"Bilang apa sih?" Digma masih belum mengerti. Ia mengelap keringat yg mengalir di dahi.

"Abian koma, kan?" tanya Atha dengan kekecewaan yang terpampang jelas di matanya. Ia tak menyangka hal sebesar ini disembunyikan darinya. Sejak Digma yang sering membawanya ke rumah Abian, sejak saat itu Abian sudah seperti saudaranya juga.

"Lo tahu dari mana?"

"Kemarin gue ke rumahnya," lanjut Atha menjelaskan.

Mendengar pertanyaan itu, sontak Digma terdiam. Mulutnya terkunci tak tahu harus menjelaskan apa. Posisi kuda-kudanya kini berganti sikap berdiri biasa. Ia pun berjalan mundur dan duduk bersandar pada dinding dengan menaikan sebelah lutut.

"Itu, kan, alasan lo pindah ke sekolah Abian?" cecar Atha terus mendesak Digma memberi jawaban.

Digma tersenyum kecut. "Senin besok jangan galau ya, gue udah bukan temen sebangku lo lagi."

Atha menghembuskan napas lelah. Temannya yang satu itu memang keras kepala dan tak pernah bisa ditebak. "Mau apa lo di sana?"

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
My Doctor My Soulmate
110      98     1     
Romance
Fazillah Humaira seorang perawat yang bekerja disalah satu rumah sakit di kawasan Jakarta Selatan. Fazillah atau akrab disapa Zilla merupakan seorang anak dari Kyai di Pondok Pesantren yang ada di Purwakarta. Zilla bertugas diruang operasi dan mengharuskan dirinya bertemu oleh salah satu dokter tampan yang ia kagumi. Sayangnya dokter tersebut sudah memiliki calon. Berhasilkan Fazillah menaklukkan...
Sweet Seventeen
400      304     4     
Romance
Karianna Grizelle, mantan artis cilik yang jadi selebgram dengan followers jutaan di usia 17 tahun. Karianna harus menyeimbangkan antara sekolah dan karier. Di satu sisi, Anna ingin melewati masa remaja seperti remaja normal lainnya, tapi sang ibu sekaligus manajernya terus menyuruhnya bekerja agar bisa menjadi aktris ternama. Untung ada Ansel, sahabat sejak kecil yang selalu menemani dan membuat...
Venus & Mars
5829      1531     2     
Romance
Siapa yang tidak ingin menjumpai keagunan kuil Parthenon dan meneliti satu persatu koleksi di museum arkeolog nasional, Athena? Siapa yang tidak ingin menikmati sunset indah di Little Venice atau melihat ceremony pergantian Guard Evzones di Syntagma Square? Ada banyak cerita dibalik jejak kaki di jalanan kota Athena, ada banyak kisah yang harus di temukan dari balik puing-puing reruntuhan ...
IDENTITAS
698      475     3     
Short Story
Sosoknya sangat kuat, positif dan merupakan tipeku. Tapi, aku tak bisa membiarkannya masuk dan mengambilku. Aku masih tidak rela menjangkaunya dan membiarkan dirinya mengendalikanku.
God, why me?
138      118     5     
True Story
Andine seorang gadis polos yang selalu hidup dalam kerajaan kasih sayang yang berlimpah ruah. Sosoknya yang selalu penuh tawa ceria akan kebahagiaan adalah idaman banyak anak. Dimana semua andai akan mereka sematkan untuk diri mereka. Kebahagiaan yang tak bias semua anak miliki ada di andine. Sosoknya yang tak pernah kenal kesulitan dan penderitaan terlambat untuk menyadari badai itu datang. And...
Can You Hear My Heart?
279      137     11     
Romance
Pertemuan Kara dengan gadis remaja bernama Cinta di rumah sakit, berhasil mengulik masa lalu Kara sewaktu SMA. Jordan mungkin yang datang pertama membawa selaksa rasa yang entah pantas disebut cinta atau tidak? Tapi Trein membuatnya mengenal lebih dalam makna cinta dan persahabatan. Lebih baik mencintai atau dicintai? Kehidupan Kara yang masih belia menjadi bergejolak saat mengenal ras...
Izinkan Aku Menggapai Mimpiku
93      74     1     
Mystery
Bagaikan malam yang sunyi dan gelap, namun itu membuat tenang seakan tidak ada ketakutan dalam jiwa. Mengapa? Hanya satu jawaban, karena kita tahu esok pagi akan kembali dan matahari akan kembali menerangi bumi. Tapi ini bukan tentang malam dan pagi.
Hello, Me (30)
400      19     0     
True Story
Di usia tiga puluh tahun, Nara berhenti sejenak. Bukan karena lelah berjalan, tapi karena tak lagi tahu ke mana arah pulang. Mimpinya pernah besar, tapi dunia memeluknya dengan sunyi: gagal ini, tertunda itu, diam-diam lupa bagaimana rasanya menjadi diri sendiri, dan kehilangan arah di jalan yang katanya "dewasa". Hingga sebuah jurnal lama membuka kembali pintu kecil dalam dirinya yang pern...
Sebelum Kita Lanjut Kembali
24      22     0     
Inspirational
Kita semua pernah sampai di titik di mana hidup terasa terlalu berat. Tapi bagaimana kalau ada tempat yang memberi izin untuk berhenti sejenak… tanpa dihakimi? Enam orang asing tiba di sana, masing-masing membawa luka yang tak tampak mata: kehilangan, trauma, rasa bersalah, dan diri yang tercerai. Mereka tidak gila. Mereka hanya butuh diam. Butuh ruang untuk menangis tanpa ditanya, untuk be...
Love Dribble
10498      2020     7     
Romance
"Ketika cinta bersemi di kala ketidakmungkinan". by. @Mella3710 "Jangan tinggalin gue lagi... gue capek ditinggalin terus. Ah, tapi, sama aja ya? Lo juga ninggalin gue ternyata..." -Clairetta. "Maaf, gue gak bisa jaga janji gue. Tapi, lo jangan tinggalin gue ya? Gue butuh lo..." -Gio. Ini kisah tentang cinta yang bertumbuh di tengah kemustahilan untuk mewuj...