Loading...
Logo TinLit
Read Story - Pacarku Pergi ke Surga, Tapi Dia Lupa Membawa Buku Catatan Biru Tua Itu
MENU
About Us  

Waktu terus merangkak maju, membawa serta penyembuhan yang perlahan namun pasti. Setelah kebenaran menghantamku, aku merasa seperti kanvas kosong yang baru. Semua coretan lama tentang Adit, Maya, dan Mayadi dalam imajinasiku telah terhapus, digantikan oleh goresan-goresan baru dari kenyataan. Aku mulai menerima fakta bahwa tragedi kecelakaan itu adalah kesalahanku, bukan takdir yang kejam semata. Rasa bersalah itu masih ada, namun kini dibalut dengan pemahaman yang lebih jernih dan keinginan untuk menebusnya.

Mayadi menjadi pilar terpenting dalam proses penyembuhanku. Ia tak pernah pergi. Setiap sore, setelah pulang sekolah, ia akan datang ke rumah, membawa gitar, dan kami akan duduk di beranda, sekadar berbagi cerita. Ia menceritakan bagaimana ia melangkah maju di sekolah, bagaimana ia memimpin band, dan bagaimana ia mempersiapkan diri untuk Berklee. Ia tidak lagi menjadi kekasih di dalam mimpi, melainkan sahabat karib yang tulus di dunia nyata. Rasa nyaman yang ia berikan kini terasa lebih murni, tanpa beban ekspektasi romantis.

"Kamu sudah lebih baik," kata Mayadi suatu hari, senyumnya hangat. "Aku bisa melihatnya."

Aku mengangguk. "Aku mencoba."

"Dan novelmu?" tanyanya, matanya berbinar. "Sudah sejauh mana?"

Aku meraih buku catatan baruku, yang kini bersampul biru tua. Buku ini adalah simbol kebangkitanku. Di dalamnya, kuceritakan semua yang telah kulalui: duka yang menghancurkan, ilusi yang menyesatkan, hingga kebenaran pahit yang membebaskan. Aku menulis tentang Adit, bukan sebagai sosok yang sempurna atau pecundang, melainkan sebagai manusia biasa dengan impian dan pergumulannya sendiri. Aku menulis tentang Maya dan Mayadi, sebagai teman yang peduli di tengah kekacauan. Dan yang terpenting, aku menulis tentang diriku sendiri.

"Hampir selesai," jawabku, merasa bangga. "Aku akan mengirimkannya ke kompetisi Tinlit."

Mayadi tersenyum lebar. "Aku tahu kamu bisa, Lil. Kamu penulis yang hebat."

Pujian itu terasa begitu nyata, begitu membangkitkan semangat. Ini bukan pujian dari bayangan, melainkan dari seorang sahabat yang percaya padaku.

Maya juga datang menjengukku beberapa kali. Awalnya terasa canggung. Aku tahu semua "pengkhianatan" dalam mimpiku tidak nyata, tapi ada jejak emosi yang tertinggal. Namun, Maya begitu tulus. Ia bercerita tentang betapa ia khawatir saat aku koma, tentang bagaimana ia merasa tidak berdaya. Ia juga berbagi sedikit cerita tentang persahabatannya dengan Adit di masa lalu, yang kini terasa begitu sederhana dan jauh dari drama yang kubayangkan. Perlahan, dinding di antara kami mulai runtuh. Aku mulai bisa memandang Maya sebagai teman biasa, tanpa bayang-bayang masa lalu yang menyakitkan.

Keluarga Adit, terutama Ibu Adit, sering menghubungiku. Mereka memastikan aku baik-baik saja, dan sesekali mengajakku makan bersama. Hubungan kami kini dilandasi oleh pengertian dan maaf. James, adik Adit, juga mulai sering bermain ke rumah, dan kami bisa berbagi cerita tentang Adit tanpa rasa canggung atau sakit hati. Aku menceritakan padanya tentang sisi Adit yang kulihat dari buku catatan hariannya, tentang mimpi musiknya yang terpendam. Itu membantu James untuk memahami kakaknya lebih baik.

Waktu pendaftaran Harvard jalur reguler semakin dekat. Aku tahu ini adalah langkah besar. Aku tidak lagi terikat pada harapan Adit, atau pada imajinasi masa laluku. Ini adalah impianku sendiri. Aku menyelesaikan personal statement itu dengan hati yang penuh kejujuran, menceritakan seluruh perjalananku dari kegelapan menuju cahaya. Dari ketergantungan menjadi kemandirian. Dari ilusi menuju realitas.

Hari pengumuman penerimaan universitas tiba, dan aku tidak setegang dulu. Aku sudah belajar bahwa hidup tidak selalu berjalan sesuai rencana, dan kadang, jalan memutar justru membawa kita ke tempat yang seharusnya. Aku membuka email dari Harvard. Dan ya, aku diterima.

Senyum merekah di wajahku. Ini adalah hasil dari kerja kerasku sendiri, tanpa campur tangan ilusi, tanpa beban masa lalu yang menyesatkan. Aku diterima di Harvard, bukan karena bayangan Adit, melainkan karena Lily.

Mayadi meneleponku setelah pengumuman. "Selamat, Lily! Aku tahu kamu pasti diterima!" suaranya penuh kebahagiaan.

"Terima kasih, Mayadi," kataku, hatiku dipenuhi rasa syukur. "Bagaimana denganmu? Berklee?"

"Sudah kutegaskan," jawabnya dengan nada ceria. "Beasiswa penuh! Aku akan terbang bulan Agustus."

Kami berdua tertawa. Dua sahabat yang akan mengejar impian masing-masing di tempat berbeda, namun dengan dukungan yang tak terbatas.

Aku tahu jalan di depanku tidak akan mudah. Trauma dari kecelakaan itu akan selalu menjadi bagian dari diriku, begitu juga rasa bersalah yang akan terus kupanggul. Namun, aku tidak lagi sendirian. Aku memiliki keluarga yang mendukung, teman-teman yang peduli, dan sebuah cerita untuk dibagi.

Novelku, "Pacarku Pergi ke Surga, Tapi Dia Lupa Membawa Buku Catatan Biru Tua Itu," akhirnya rampung. Aku mengeditnya berulang kali, memastikan setiap kata menyampaikan esensi perjalananku. Ini adalah pengakuan. Sebuah penebusan. Dan sebuah perayaan untuk menemukan jati diri setelah badai.

Aku mengirimkan naskah itu ke kompetisi Tinlit Writing Marathon 2025 x Bentang Belia, tepat pada batas waktu. Aku tidak tahu apakah akan menang, atau bahkan diterbitkan. Tapi itu tidak lagi menjadi tujuan utamaku. Tujuan utamaku adalah menulis. Menulis untuk menyembuhkan. Menulis untuk memahami. Dan menulis untuk mengukir jejakku sendiri di dunia.

Kini, setiap kali aku melihat buku catatan biru tua itu, aku tidak lagi melihat bayangan Adit yang menghantuiku. Aku melihat jejak. Jejak dari perjalanan yang kelam, yang membuatku nyaris hancur, namun juga jejak yang membimbingku untuk menemukan kekuatan yang tidak pernah kubayangkan kumiliki.

Peta hanyalah panduan. Jiwa yang tersesat tidak membutuhkan peta yang sempurna. Mereka hanya membutuhkan langkah yang berani.

Dan aku, Lily, akan terus melangkah. Dengan berani. Menuju masa depan yang kubangun sendiri.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • itsbooo

    😭😭😭😭

    Comment on chapter Bab 12: "ADIT - BARANG PRIBADI"
  • lizuyy

    Brooo ide nya fresh bangettt, sumpil sumpill bedaaa..
    pliss ngeship lily dan siapa yak?

Similar Tags
Too Sassy For You
1528      691     4     
Fantasy
Sebuah kejadian di pub membuat Nabila ditarik ke masa depan dan terlibat skandal sengan artis yang sedang berada pada puncak kariernya. Sebenarnya apa alasan yang membuat Adilla ditarik ke masa depan? Apakah semua ini berhubungan dengan kematian ayahnya?
Fallin; At The Same Time
3154      1427     0     
Romance
Diadaptasi dari kisah nyata penulis yang dicampur dengan fantasi romansa yang mendebarkan, kisah cinta tak terduga terjalin antara Gavindra Alexander Maurine dan Valerie Anasthasia Clariene. Gavin adalah sosok lelaki yang populer dan outgoing. Dirinya yang memiliki banyak teman dan hobi menjelah malam, sungguh berbanding terbalik dengan Valerie yang pendiam nan perfeksionis. Perbedaan yang merek...
My Rival Was Crazy
135      118     0     
Romance
Setelah terlahir kedunia ini, Syakia sudah memiliki musuh yang sangat sulit untuk dikalahkan. Musuh itu entah kenapa selalu mendapatkan nilai yang sangat bagus baik di bidang akademi, seni maupun olahraga, sehingga membuat Syakia bertanya-tanya apakah musuhnya itu seorang monster atau protagonist yang selalu beregresi seperti di novel-novel yang pernah dia baca?. Namun, seiring dengan berjalannya...
Benang Merah, Cangkir Kopi, dan Setangan Leher
268      218     0     
Romance
Pernahkah kamu membaca sebuah kisah di mana seorang dosen merangkap menjadi dokter? Atau kisah dua orang sahabat yang saling cinta namun ternyata mereka berdua ialah adik kakak? Bosankah kalian dengan kisah seperti itu? Mungkin di awal, kalian akan merasa bahwa kisah ini sama seprti yang telah disebutkan di atas. Tapi maaf, banyak perbedaan yang terdapat di dalamnya. Hanin dan Salwa, dua ma...
THE CHOICE: PUTRA FAJAR & TERATAI (FOLDER 1)
3182      1211     0     
Romance
Zeline Arabella adalah artis tanah air yang telah muak dengan segala aturan yang melarangnya berkehendak bebas hanya karena ia seorang public figure. Belum lagi mendadak Mamanya berniat menjodohkannya dengan pewaris kaya raya kolega ayahnya. Muak dengan itu semua, Zeline kabur ke Jawa Timur demi bisa menenangkan diri. Barangkali itu keputusan terbaik yang pernah ia buat. Karena dalam pelariannya,...
Gray November
3668      1286     16     
Romance
Dorothea dan Marjorie tidak pernah menyangka status 'teman sekadar kenal' saat mereka berada di SMA berubah seratus delapan puluh derajat di masa sekarang. Keduanya kini menjadi pelatih tari di suatu sanggar yang sama. Marjorie, perempuan yang menolak pengakuan sahabatnya di SMA, Joshua, sedangkan Dorothea adalah perempuan yang langsung menerima Joshua sebagai kekasih saat acara kelulusan berlang...
WALK AMONG THE DARK
806      445     8     
Short Story
Lidya mungkin terlihat seperti gadis remaja biasa. Berangkat ke sekolah dan pulang ketika senja adalah kegiatannya sehari-hari. Namun ternyata, sebuah pekerjaan kelam menantinya ketika malam tiba. Ialah salah satu pelaku dari kasus menghilangnya para anak yatim di kota X. Sembari menahan rasa sakit dan perasaan berdosa, ia mulai tenggelam ke dalam kegelapan, menunggu sebuah cahaya datang untuk me...
Meteor Lyrid
539      375     1     
Romance
Hujan turun begitu derasnya malam itu. Dengan sisa debu angkasa malam, orang mungkin merasa takjub melihat indahnya meteor yang menari diatas sana. Terang namun samar karna jaraknya. Tapi bagiku, menemukanmu, seperti mencari meteor dalam konstelasi yang tak nyata.
Warna Jingga Senja
4396      1214     12     
Romance
Valerie kira ia sudah melakukan hal yang terbaik dalam menjalankan hubungan dengan Ian, namun sayangnya rasa sayang yang Valerie berikan kepada Ian tidaklah cukup. Lalu Bryan, sosok yang sudah sejak lama di kagumi oleh Valerie mendadak jadi super care dan super attentive. Hati Valerie bergetar. Mana yang akhirnya akan bersanding dengan Valerie? Ian yang Valerie kira adalah cinta sejatinya, atau...
Unexpectedly Survived
104      93     0     
Inspirational
Namaku Echa, kependekan dari Namira Eccanthya. Kurang lebih 14 tahun lalu, aku divonis mengidap mental illness, tapi masih samar, karena dulu usiaku masih terlalu kecil untuk menerima itu semua, baru saja dinyatakan lulus SD dan sedang semangat-semangatnya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP. Karenanya, psikiater pun ngga menyarankan ortu untuk ngasih tau semuanya ke aku secara gamblang. ...