Keiza menengok kanan kiri. Sekarang tugasnya bukan cuma mencari tanda tangan para ketua ekskul, tetapi juga mencari Radhina Geastari. Kemana sih gadis itu pergi? Tak disusul sebentar jejak langkahnya sudah menghilang bak ditelan bumi.
Sebenarnya sekarang sudah lebih mudah mencari ketua ekskul ketimbang Radhi. Sejauh mata memandang, Keiza bisa menemukan kelompok-kelompok kecil berkerumun. Yang menjadi Pusatnya adalah orang-orang yang ‘disangka’ atau memang ketua ekskul. Yah, daripada Keiza sia-sia keliling, lebih baik ia tuntaskan sedikit misinya dengan ikut berkerumun meminta tanda tangan.
“Hai, kenalin, gue Keiza dari DKV 1.” Keiza berusaha berkenalan dengan seorang cewek dari kelasnya. Cewek itu juga sedang berusaha mendekati kerumunan yang paling besar. Ia tersenyum kecil dan segera menanggapi perkenalan Keiza,
"Hallo, Gue Abella, lo mau minta tanda tangan juga?"
"Iya,"
"Ini yang jadi pusatnya tuh Kak Bayu, ketua ekskul basket." Cewek itu berbisik, wajahnya agak bersemu. Keiza tahu nama Bayu, sosok yang jadi selebriti sekolah karena bentuk visualnya yang memanjakan mata. Pantas saja kerumunannya seramai ini.
“Oh, tapi kayaknya antriannya masih panjang ya.” Keiza berjingkat-jingkat, berusaha melihat sosok yang sedang kewalahan menandatangani buku catatan anak-anak.
“Nggak kok, dikit lagi!” Abella optimis. Namun sepertinya Kak Bayu mulai jengah dan ia pamit karena alasan dipanggil panitia MPLS yang lain.
“S-sori ya, sori. Saya kembali ke ruang OSIS dulu,” ucapnya ketika mendengar para peserta MPLS keberatan. Bahu Keiza yang semula terangkat mendadak lemas. Abella juga kecewa, tetapi ia lebih merasa kasihan pada Keiza yang belum mendapatkan tanda tangan. Abella kemudian memutuskan untuk menunjukkan buku catatannya.
“Ini nama kakak kelas yang udah gue dapetin tanda tangannya. Kamu coba minta ke mereka aja.” Namun penjelasan itu terpotong karena seorang cewek berwajah galak datang dan memanggil Abella, “Bel! Ayo, kita harus ngejar Kak Bayu!”
Keiza lantas mengambil waktu beberapa detik untuk menyalin nama-nama ketua ekskul yang sudah Abella dapatkan.
“Hati-hati, sama yang ini. Yang ini agak susah diajak komunikasi.” Abella menunjuk satu nama, mewanti-wanti. Hanya saja Keiza terlalu fokus menulis dan si teman galak Abella terus-terusan memanggil, Keiza tak sempat menghafal lebih jauh.
Hm? Siapa tadi yang susah diajak komunikasi?
oOo
Ah… ternyata orang yang dimaksud Abella adalah ketua ekskul Paskibra. Orangnya sih kalem. Sibuk mengerjakan sesuatu di sudut ruang ekskul. Keiza memilih ketua ekskul paskibra karena ia tak harus berkerumun. Lagipula ruangan ekstrakurikuler itulah yang paling dekat dengan lokasinya sekarang. Namun ternyata justru Si Ketua Paskib inilah orang—yang menurut Abella, susah diajak berkomunikasi.
“Buku tanda tangan kamu masih kosong? Nggak bisa yah, harus cari dulu minimal tiga tanda tangan baru kamu bisa ke sini.” Begitulah penjelasan dari ajudan sang Ketua Paskibra. Cewek berambut pendek model bob ala-ala polisi wanita. Membuat Keiza teringat tayangan malam hari yang menampilkan polisi wanita cantik sibuk menilang para pengendara liar. Hanya saja yang ini versi remajanya. Pemilik ucapan-ucapan ramah tapi sarat akan palang-halang-rintang-menghadang.
“Tapi Kak, aku…” sudah gagal dapat tanda tangan Kak Bayu si Ketua Basket, masa sih Keiza harus kehilangan tanda tangan Ketua Paskibra juga?
Lalu Radhi muncul entah dari mana, menyodorkan buku catatannya pada ajudan Ketua Paskibra. “Saya juga mau minta tanda tangan, Kak.”
Si Ajudan tampak malas menanggapi, tapi dia tetap saja mengatakan kalimat, “harus cari dulu minimal tiga tanda tangan,” seolah-olah itu telah jadi standar operasional prosedur. Keiza sudah akan mundur, tetapi Radhi bergeming, hanya menatap si ajudan dengan tatapan menuntut.
Si Ajudan mendengkus sembari melipat tangan di depan dada. “Gini ya Dek, kalian kan punya kuping, terus juga kalau kalian bener lulus ke jurusan DKV, nalar kalian pasti bagus kan? Perlu banget saya ulang lagi kata-kata saya?”
Radhi baru mau buka mulut, tapi kerumunan anak yang sudah dapat tiga tanda tangan langsung datang dan si Ajudan membiarkan mereka masuk. Mengabaikan keberadaan Keiza dan Radhi.
“Yaudahlah, kita cari yang lain aja.” Keiza mengajak Radhi pergi. Namun sebelum keduanya melangkah, Radhi menarik nafas dan mengucapkan,
“mana katanya nggak ada tindas-menindas? Nggak dimana-mana tetep aja ada yang namanya senioritas!” Sengaja ia katakan keras-keras supaya seisi ruangan ekskul Paskibra bisa mendengarnya. Setelahnya Radhi langsung memboyong Keiza dengan langkah setengah gusar.
Keiza kaget sendiri melihat teman barunya yang satu ini. Tindakannya berani sekali! Memang sih, Keiza juga kesal dengan perlakuan para ketua ekskul yang pada sok jual mahal. Namun kalau sampai seperti tadi sih… ngeri juga.
“Dhi, kamu kayaknya berlebihan deh.”
“Nggak apa-apa, biar mereka tahu kalau mereka tuh punya bakat mempersulit orang.” Jawab Radhi ketus. “Dahlah, kita cari ketua yang lain aja.”
Keiza kemudian melihat nama kedua di dalam daftar yang ia sontek dari Abella. Untungnya, nama-nama itu memberi mereka tanda tangan tanpa syarat yang aneh-aneh. Membuat Keiza senang, mood Radhi bisa baik kembali.
“Omong-omong, gue pikir lo bakal ngumpulin tanda tangan bareng Avis.” Radhi teringat beberapa saat yang lalu meninggalkan kedua orang itu di lorong. Ia membuka satu lagi permen lolipop, menawari Keiza sebelum mengemutnya.
“Nggak,” jawab Keiza sekaligus menolak tawaran permen.
“Kenapa? Gue yakin dia udah dapet banyak tanda tangan.”
Keiza teringat buku catatan Avis yang lembar pertamanya hampir penuh. “Nggak mau. Aku takut sama dia.”
“Lah kenapa?”
Keiza berpikir sebentar, tapi ia tak menemukan alasan atau kata-kata yang tepat. Kalau bisa dibilang, Keiza jarang berinteraksi dengan teman laki-laki. Mungkin saja ia akan lebih rileks bila bicara dengan Avis saat ada Radhi di sampingnya. Namun Keiza tak ingin mengatakan hal itu sekarang. Cewek itu lebih suka mengalihkan topik.
“Selanjutnya ketua ekskul Animasi!”
Radhi memutar bola matanya, malas. Kemudian ada satu hal yang membuatnya tertarik.
“Lo nggak mau ikutan ekskul ini, Ja?” ia bertanya, tetap sembari mengemut permen lolipop.
“Animasi? Hmm…” lagi-lagi Keiza berpikir. Ia suka gambar, bahkan saat SMP Keiza membuat komik sendiri. Hanya saja komik-komik itu untuk konsumsi pribadi. Keiza tak percaya diri dengan gambar tangannya. Ia lebih suka mempublikasikan tulisan-tulisannya.
“Gambarku jelek.”
“Lah, DKV kan materinya kebanyakan ngegambar?” Radhi tertawa heran.
“Mm, sebenernya aku masuk DKV karena nggak bisa masuk RPL,” Keiza nyengir. “Kenapa? Kamu mau masuk Animasi?” Cewek itu balik bertanya.
“Ng… gue juga nggak terlalu bisa gambar.” Radhi mengakui.
“Laaah,” Keiza tak mampu menahan tawanya. “Terus kenapa tertarik di jurusan ini?”
“Ya nggak apa-apa, DKV SMK kan belajarnya bener-bener dari awal. Lagian gue doyan nonton anime (kartun Jepang) kok! Otak gue udah kebanyakan liat gambar, jadi gue suka ngebayangin, kayaknya gue bisa gambar. Contohnya kayak anime yang di pin lo kemarin. Apa tuh namanya,” Radhi mengingat-ingat. “Ng, gue suka sama lagunya.”
Keiza nyengir-nyengir, merasa sedikit lucu. Radhi hampir mirip seperti dirinya. Masuk DKV hanya berlandaskan modal suka nonton kartun? Bisa dibilang, dengan banyak melihat gambar, otak akan terstimulus untuk menggambar juga kan?
“Chihiro, dari Spirited Away.” Keiza menyebut salah satu karakter dan judul film anime yang ia suka.
“Ah iya! Gue sangat suka gaya gambarnya Studio Ghibli, tapi sekarang gue lagi nonton anime lawas, judulnya Bleach, season terakhirnya lagi hype di platform film gue, pas gue cari yang season awal, lagunya bagus-bagus.” Radhi menggumamkan sebuah nada random. Keiza yang juga penikmat animasi Jepang kebetulan tahu lagu apa yang Radhi maksud.
“Nobody knows who I really am. I never felt this empty before. And if I ever need someone to come along. Who's gonna comfort me and keep me strong.” Keiza menyanyikan apa yang Radhi lantunkan dengan gumaman.
“Ah iya itu!”
“Life is Like a Boat-nya Rie Fu. Bagus lagu-lagunya, tapi animenya terlalu banyak adegan berantem jadi aku agak pusing nontonnya.”
Tiba-tiba langkah kaki dan obrolan kartun mereka terhenti karena dua orang kakak kelas datang menghalangi jalan. Satu laki-laki dan satu perempuan. Keiza pernah melihat kedua orang ini saat sesi Peraturan Baris-Berbaris.
“X DKV 1 dapat sesi khusus untuk PBB. Kalian harus balik ke lapangan sekarang.” Kata kakak kelas itu tanpa tedeng aling-aling. Kakak kelas yang satunya sibuk melihat lolipop di mulut Radhi dengan sinis.
“Selama sedang dalam masa MPLS, dilarang makan permen!” Ucapnya sembari meminta Radhi membuang lolipopnya ke tempat sampah terdekat.
Keiza dan Radhi saling pandang. Mereka memikirkan hal yang sama, kebanyakan berburuk sangka. Apa ini karena sikap Radhi kepada ketua ekskul Paskibra tadi? Jika iya, keadaan bisa jadi gawat karena ini melibatkan semua anak X DKV 1.
“Kak, saya—“
“Cepet buang permennya, kita balik dulu ke lapangan.” Bahkan kakak kelas melarang Keiza mengucapkan sepatah katapun. Keiza dan Radhi hanya bisa menurut, berharap sesi ini tak berubah menjadi seperti yang mereka pikirkan. Semoga saja panggilan itu benar-benar sesi khusus X DKV 1 untuk menyempurnakan latihan PBB. Semoga.
oOo