Motor abu-abu ayah Keiza berhenti di pelataran parkir SMK Teruna Angkasa. SMK yang dipilih sendiri oleh Keiza Mazaya. Anak cewek pemilik lesung pipit dan tahi lalat di bawah mata sebelah kanan. Rambutnya yang panjang lurus tersembunyi dibalik jilbab segi empat yang kedua ujungnya disampirkan ke pundak.
Begitu kaki Keiza menjejak batu alas di parkiran, matanya langsung menjelajahi lingkungan sekolah yang rimbun segar. Ia Menarik nafas dalam-dalam, merasakan udara bersih yang berasal dari pepohonan sekolah. Merasa bangga karena berhasil membujuk Ayah dan…terutama Bunda untuk masuk ke sekolah bergengsi ini.
Sebenarnya Bunda Keiza lebih suka—dan agak memaksa, Keiza masuk jurusan IPA di SMA swasta favorit. Sementara ayahnya membiarkan Keiza masuk ke sekolah manapun yang ia suka. Perdebatan antara Keiza dan ibundanya sempat terjadi, tetapi Keiza bisa memenangkan semua sesi argumentasi yang mencekam itu.
Bukan tanpa sebab, Keiza tertarik pada Teruna Angkasa berkat mbak-mbak admission sengaja datang ke SMPnya untuk menyebarkan flyer. Dari lembaran kertas promosi itu Keiza tahu kalau Teruna Angkasa punya gedung yang sangat bagus dan luas. Setelah mencari informasi lebih jauh di sosial media, Keiza juga menemukan fasilitas sekolah itu menakjubkan! Coba hitung, berapa jumlah sekolah swasta kejuruan yang punya laboratorium kejuruan, kolam renang dan panggung teater sendiri? Yakin sih, pasti cuma dapat hitungan jari. Karena itu Keiza memutuskan untuk masuk ke sekolah ini, sekolah untuk calonnya para tenaga ahli!
Tentu saja sekolah dengan fasilitas sebagus itu tak datang dengan harga murah. Kedua orang tua Keiza sempat pusing karena kendala biaya. Tapi ternyata Keiza berhasil mendapatkan kursi beasiswa. Hal itu jadi satu-satunya alasan kenapa akhirnya sang Ibunda mengizinkan.
Keiza membetulkan jilbab segi empatnya. Lalu sekali lagi menikmati tampilan depan SMKnya. Hati berdebar-debar menerima kenyataan ia benar-benar diterima di sini. Coba lihat pemandangan menyegarkan dari pohon akasia yang berderet rapi di tepo jalan masuk, seperti karpet merah yang menuntunnya menuju pintu masa depan yang cemerlang.
Kanan kiri parkiran terdapat petak-petak rumput segar dan tanaman hias. Keiza berharap bisa mejelajahi area sekolah yang terkenal luas. Gadis itu berhasil mendapatkan angan-angan indah tiga tahun bersekolah di Teruna Angkasa. Mendapatkan teman-teman yang baik dan ikut dalam kegiatan ekstrakurikuler sepertinya seru.
“Seneng Ja?” Ayah bertanya.
“Iya dong, Yah! Ini kan SMK pilihanku!” Keiza tersenyum semringah.
Keiza menghirup nafas sekali lagi. Ini masih sangat pagi, langit di bagian barat masih menyisakan warna biru gelap. Tetapi Keiza menemukan beberapa peserta MPLS mulai hadir dengan seragam SMP mereka sebelumnya, sama seperti dirinya.
“Yaudah, Ayah harus cepet berangkat ke kantor. Kamu semangat MOSnya.”
“Bukan MOS Yah, tapi MPLS.” Keiza meralat penyebutan kegiatan yang akan dia jalani hari ini.
Ayah tertawa, “ya ya, terserah kamu. Yaudah Ayah berangkat ya.”
Keiza mengulurkan tangannya untuk mencium tangan Ayah. Setelah selesai ia tak buru-buru menarik tangannya. Telapaknya tetap melebar menuntut uang jajan. Ayah hanya nyengir melihat putri sulungnya bersikap seperti itu.
“Kamu kan tadi udah dapet dari Bunda.”
“Lagi dong, buat beli es! Hehehe.”
“Es terus, Ayah adukan nanti ke Bunda.” Meski begitu Ayah tetap memberikan lembar uang kertas warna biru, “baik-baik di sekolah ya. Ayah berangkat, Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumusalam, dadaaah!” Keiza melambaikan tangan kepada Ayah dan motornya yang menderu meninggalkan sekolah. Keiza sangat bersyukur, Ayahnya mau mendukung keputusannya untuk masuk ke Sekolah ini. Syarat dari Ayah hanya satu, belajar yang baik dan Keiza sudah menurutinya. Semalam Ayah mewanti-wanti, ujian masuk ke Teruna Angkasa baru awal, Keiza masih punya hutang tiga tahun untuk giat belajar supaya tidak kehilangan beasiswa, supaya Keiza tetap bisa mempertahankan satu-satunya alasan ia bisa bersekolah di sini.
Setelahnya Keiza celingukkan. Lewat grup online khusus informasi sekolah, Keiza mendapat instruksi tentang MPLS dan posisi kelasnya, yaitu kelas Sepuluh Design Komunikasi Visual Satu atau disingkat X DKV 1. Misi pertama hari ini, ia harus menemukan letak kelasnya sendiri.
Gedung SMK Teruna Angkasa benar-benar luas. Terdiri dari dua gedung utama yang disambung oleh koridor koneksi yang terbuat dari kaca. Kedua gedung itu juga bertingkat mengikuti kontur tanah yang melandai ke bawah. Sisi-sisi gedung banyak ditanami pepohonan dan tanaman hias, sangat rimbun. Bagai dua bangunan villa tiga lantai di daerah puncak yang dijadikan sekolahan. Keiza melangkah memasuki pintu depan gedung utama yang lebar dan sebagian besarnya terbuat dari kaca. Ia langsung disambut oleh aula luas dengan meja tamu tepat berhadapan dengan pintu. Meja tamu itu masih kosong, hanya ada satpam yang sibuk mengobrol dengan beberapa orang tua murid yang datang kepagian, sama seperti Keiza.
Keiza sendiri memutuskan untuk masuk ke bagian dalam gedung, perutnya tergelitik, merasa tertantang untuk menjelajah lebih jauh. Keiza kemudian terkagum melihat desain karya mural yang digambar di beberapa dinding koridor dan ruang kelas. Ada yang menggambar rumus matriks, doodle art berbagai jenis makanan, sketsa kota megapolitan sampai ke mural siluet pegunungan dan senja.
Mendadak Keiza merasa hidupnya penuh warna. Ia lalu melihat papan nama kelas X DKV 1. Ia mempercepat langkah, tak sabar mengetahui gambar apa yang menghiasi kelasnya sendiri. Namun sebelum sampai ke pintu kelas, seseorang menangkap lengannya. Keiza tersentak dan segera menoleh. Cowok! Pakai seragam bernuansa ungu milik salah satu SMP swasta favorit Jakarta. Nampak sedikit mengatur nafas karena kesusahan mengejar langkah Keiza. Begitu mereka beradu mata, cowok itu langsung mengembangkan senyum lalu menjauhkan diri. Keiza sempat terkesima, tapi kesadarannya kembali saat mendengar suara cewek berteriak.
“Nice catch, Vis!” Asal suaranya dari ujung lorong. Berlari seorang cewek memakai seragam SMP ungu yang sama seperti si cowok. Cewek ini berpenampilan tomboy dengan rambut lurus sepanjang tengkuk. Bagian poninya dijepit ke atas supaya tak menghalangi pandangan. Kulitnya sawo matang, satu lesung tampak di pipi sebelah kiri saat ia nyengir. Ia mengulurkan tangan, hendak memberi sesuatu.
“Ini pin lo?” tanyanya ketika sudah mendekat pada Keiza dan si cowok.
Mata Keiza melebar melihat pin bergambar karakter anime movie lawas Spirited Away karya Hayao Miyazaki, Chihiro. Pin berharga yang Keiza pesan secara daring dari platform e-commerce luar negeri! Tentu Keiza segera mengambilnya.
“Makasih!” Keiza lantas memberi senyum semringah pada mereka. Hampir saja ia kehilangan pin yang berharga.
“Jatoh di depan tadi, itu limited edition, kan? Gue mau manggil buat balikin tapi gue nggak tahu nama lo. Lo jalan cepet banget sih, untung ada Avis," Cewek tomboy itu terkekeh sembari menepuk pundak si cowok. “Thanks Vis, udah bantuin gue ngejar dia.”
Keiza manggut-manggut antusias, Oh iya, dia belum memperkenalkan diri. “Sekali lagi makasih ya, aku Keiza Mazaya, dari SMP 111.”
“Ooh, anak triple one! SMP keren tuh, Gue Radhi. Ini Avis, er… Avissena” si cewek memperkenalkan diri. Mata Keiza membaca nama yang terajut pada seragam dua orang di depannya. Radhina Geastari dan Avissena Hussaibi A.
“Kalian jurusan DKV juga?” Keiza bertanya girang. Senangnya dapat teman baru di sekolah baru.
“Gue iya, Avis bukan, dia anak RPL.” Radhi menyebutkan kode singkatan untuk jurusan Rekayasa Perangkat Lunak. Keiza ternganga, RPL Teruna Angkasa terkenal berisi anak-anak super pintar. Sudahlah senyumnya menawan hati, kelasnya pun berhasil bikin Keiza iri!
“Yaudah gue cari kelas gue dulu.” Avis pamit, sekali lagi melempar senyum pada Keiza dan memberikan anggukkan singkat pada Radhi. Kedua cewek itu mengiringi kepergian Avis dengan cengiran.
“Lo duduk dimana?” Radhi bertanya.
“Baru mau liat kelasnya,” Keiza nyengir.
“Kalo gitu kita sebangku aja!” Radhi mengusulkan.
“Oke.” Keiza mengangguk, mengiyakan dengan senang hati. “Halo, teman sebangku!”
Kemudian Radhi mengajak Keiza masuk ke dalam kelas. Keduanya langsung kompak merasa takjub melihat mural di dinding belakang kelas. Sebuah mural hitam putih dengan tipografi DKV 1, Learn and Grow Together.
oOo