Loading...
Logo TinLit
Read Story - Waktu Mati : Bukan tentang kematian, tapi tentang hari-hari yang tak terasa hidup
MENU
About Us  

Di rumah ini, ada yang selalu lebih: lebih dipilih, lebih disayang, lebih diperhatikan. Dan aku hanya ada di sisi bayangnya, menunggu tempat yang tak pernah kutemukan.

**

Bara sedang menuang susu ke gelas bening, kausnya lusuh dan rambutnya masih acak-acakan. Jam baru menunjukkan pukul enam pagi, dapur masih setengah gelap. Lampu utama belum dinyalakan, hanya sisa cahaya lembut dari jendela yang temaram.

Aku berdiri ragu-ragu di ambang pintu. Langkahku membunyikan suara pelan di atas ubin yang dingin. Bara menoleh sekilas, lalu kembali menutup pintu kulkas dengan perlahan.

“Udah bangun?” tanyanya pelan, suaranya masih berat seperti orang yang baru saja terjaga dari tidur.

Aku mengangguk. Suaraku belum siap keluar.

Dia meletakkan kembali botol susu ke dalam kulkas, lalu jalan ke arah wastafel. Aku duduk di meja makan. Entah kenapa, pagi itu aku ingin bicara. Tapi entah juga harus mulai dari mana.

“Kalau mau, ada roti di piring yang sudah aku buatkan,” katanya, sambil mencuci gelas.

Aku tidak menjawab. Hanya melihat punggungnya. Dulu, waktu kecil, aku sering berada di punggung itu. Bara suka menggendongku kalau mati lampu. Tapi sekarang.. aku bahkan tidak ingat kapan terakhir kali kami bersalaman.

Selesai mencuci, dia mengelap tangan ke celana. Lalu berjalan pelan ke arah pintu. Sebelum keluar, dia sempat menoleh dan bilang, “Kalau mau bikin susu, air panasnya masih sisa di teko.” Kalimat itu sederhana. Tapi ada sesuatu di dalamnya. Seperti... perhatian yang tidak berani tampil utuh.

Aku hanya mengangguk. Lalu menatap rotinya. Ada dua potong roti dengan selai nanas. Kesukaanku.

Bara memang bukan tipe orang yang suka bertanya, “Kamu kenapa? Atau mau apa?” Tapi dia pernah diam-diam menyisihkan satu potong nugget terakhir ke piringku. Tanpa bilang apa-apa.

Dia juga bukan orang yang akan mengantarkan ku ke dokter kalau aku demam. Tapi pernah suatu malam, aku terbangun karena batuk tak berhenti, dan kudapati segelas air hangat sudah ada di meja, lengkap dengan minyak kayu putih yang dibuka setengah. Mama tidak mungkin menaruhnya. Papa juga tidak. Dan cuma Bara yang tahu aku sering batuk di malam hari.

Bara juga bukan tipe Abang yang berbagi pelukan kepada Adeknya. Bahkan seingatku dia tidak pernah memelukku. Tidak pernah bilang sayang. Tidak pernah membelaku saat Papa membentak. 

Tapi dia pernah mengganti channel TV diam-diam saat aku kesal tidak bisa menonton kartun, karena remote-nya disembunyikan Papa, katanya aku harus belajar, bukan nonton. Saat itu, Bara pura-pura lagi iseng nyari acara bola, lalu tiba-tiba kartun pagi itu muncul lagi di layar. Dia tidak bilang apa-apa, cuma duduk di ujung sofa sambil makan biskuit kayak biasa. Tapi aku tahu, itu ulahnya.

Dia juga pernah memotongkan buah untukku tanpa diminta. Pernah juga, sekali, mengelus kepalaku saat aku ulang tahun. Cepat sekali, kayak angin lewat. Tapi aku mengingatnya lebih dari kejutan apapun.

Aku jadi ingat sesuatu. Dulu, waktu aku kelas dua SD, aku pernah terjatuh dari sepeda. Lututku sobek, darahnya mengucur deras. Mama lagi di pasar dan Papa belum pulang. Yang pertama datang waktu mendengar aku menangis bukan tetangga. Tapi Bara. Dia tidak bilang apa-apa, tapi langsung mengangkat ku ke kamar mandi, menyirami luka pelan-pelan, lalu menyobek kausnya sendiri untuk dijadikan perban.

“Jangan bilang Mama, ya,” katanya waktu itu, setengah takut. “Nanti Mama panik.”

Aku hanya mengangguk sambil terisak.

Bara duduk di lantai kamar mandi, tangannya tetap menekan lututku yang berdarah. Dan saat itu, aku merasa... dilindungi, diperhatikan, dan disayang. Tapi setelah hari itu, kami tidak pernah membicarakannya lagi.

Semenjak aku SMA, kami benar-benar semakin jauh. Bukan karena ada pertengkaran besar. Tapi karena terlalu banyak diam yang dibiarkan tumbuh, sampai jadi jurang.

Bara jarang ada di rumah. Alasannya selalu tugas kampus, atau lembur di tempat magang. Kalaupun pulang, dia lebih sering mengurung diri di kamar. Pintunya selalu tertutup rapat, dan hanya ada cahaya dari sela bawah pintu yang menandakan dia ada di dalam. Sehingga keberadaannya nyaris tak terasa. Seperti bayangan: ada, tapi tak bisa disentuh.

Pernah suatu hari, aku pulang sekolah lebih cepat karena guru sedang rapat. Rumah sepi. Tapi lampu kamar Bara menyala. Aku hampir mengetuk pintunya, cuma karena.... entahlah, mungkin aku hanya ingin mendengar suaranya. Tapi tanganku berhenti di udara. Aku sadar, aku tidak punya alasan apa-apa untuk mengetuk. Tidak ada yang perlu kutanyakan, dan tidak ada juga yang harus kujawab.

Jadi aku pergi ke dapur, mengambil air, dan kembali ke kamar. Sambil menutup pintu, aku mendengar suara langkahnya. Tapi tidak ada yang saling menyapa. Seperti dua orang asing yang tidak sengaja tinggal di rumah yang sama. Dan itulah masalahnya—kami terlalu terbiasa saling membiarkan, sampai lupa caranya saling hadir.

Aku tahu bara bukan orang jahat.., tapi aku merasa selalu hidup dalam bayang-bayang dirinya. Bara tumbuh dengan pelukan dari Mama dan Papa, dengan seluruh perhatian dan cinta yang harusnya dibagi rata denganku. Tapi tidak, semuanya hanya tertuju pada Bara, mungkin karena Bara lahir duluan atau karena saat kecil Bara sering sakit-sakitan. Sehingga ia lupa, bahwa tidak semua orang tumbuh dengan pelukan yang sama.

Pernah sekali, waktu aku demam sampai muntah-muntah, aku mengira akan mendapatkan perhatian yang sama seperti Bara dapatkan. Aku menunggu. Di kamar, dengan badan gemetar dan kepala berat. Tapi yang datang hanya suara Mama dari dapur, “Minum obatnya jangan lupa, Ra.” Tidak ada yang duduk di sampingku. Tidak ada tangan yang menyeka keningku pakai handuk dingin. Tidak ada yang bertanya, “Mau dimasakin apa?”

Sejak hari itu, aku semakin merasa bahwa Bara itu seperti matahari di rumah. Semua gravitasi keluarga kami bergerak mengelilinginya. Dia juga seperti hadiah—yang dibanggakan, dijaga, dan diceritakan ke mana-mana. Sedangkan aku… Aku seperti bayangan di sudut ruangan, ada tapi tak pernah jadi pusat. Seperti ruang kosong yang tidak dicari, kecuali saat dibutuhkan.

Mungkin karena itulah hubungan kami semakin lama semakin rumit. Bukan karena dia jahat, bukan juga karena aku membencinya. Tapi karena ada sesuatu yang mengendap lama, semacam perasaan tidak dipilih, tidak cukup berharga untuk diprioritaskan.

Bahkan di balik perhatian Mama dan Papa kepadanya, aku kadang merasa iri… atau entahlah, mungkin cemburu. Bara seolah selalu tahu cara membuat mereka tersenyum. Sementara aku… hanya bisa diam, menonton dari jauh, seperti penonton yang tidak pernah diberi panggung.

Aku mencoba menjadi anak baik. Tidak banyak menuntut. Tidak membuat masalah. Tapi justru di situlah letak kesalahannya, karena aku terlalu senyap, sehingga mereka lupa aku juga butuh dilihat.

Pernah aku berpikir, mungkin kalau aku lebih hancur, lebih keras, dan lebih berantakan.., mereka mungkin akan mulai memperhatikan. Tapi aku tak pernah benar-benar bisa melakukannya. Yang aku tahu hanyalah bertahan dalam diam, menunggu… sambil pelan-pelan belajar untuk tidak merasa asing di rumah sendiri. Belajar menerima bahwa mungkin begini caraku ada—tidak mencolok, tidak dicari, tapi harus tetap bertahan.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (13)
  • limbooo

    Eh eh eh eh bab selanjutnya kapan ini? Lagi seru serunya padahal.. kira-kira Nara suka Nata juga ga ya??? Soalnya kan dia anhedonia🧐 .

  • limbooo

    Nara yang OCD, aku yang sesak nafas 🫠
    Ceritanya sampe ke relung hati🥹

  • rirydudidam

    aku memang sedang terlalu kacau, lalu baca ini, nangis lagi lah aku. padahal aku tidak pernah seperti Nara, tapi aku tetap nangis.

  • ervina

    Kasian si Nara

  • patraya

    Can't believe that the author could convey the emotion so thoroughly in the story.. this story simply bring the reader into an emotional rollercoaster. Love it!

  • niningdoyosyi

    Ceritanya perlahan ku baca, benar benar sesuai realita, hampir semua orang mengalaminya kurasa,,,
    Semakin nagih bacanya😍

  • iin

    Ceritanya bagus

    Comment on chapter PROLOG
  • amandabee

    Ini novel bener2 keren bgt sih, tata penulisannya, alurnya, bener kita terbawa ke ceritanya jadi bacanya bikin canduuuu bgttttt

  • witri

    Ceritanya seru, nagih bacanya.
    Ditunggu kelanjutannya 🫶🏻

    Comment on chapter PROLOG
  • sabitah

    sedih banget sumpah, bergetar bacanya

Similar Tags
Kamu Tidak Harus Kuat Setiap Hari
2410      1354     0     
Inspirational
Judul ini bukan hanya sekadar kalimat, tapi pelukan hangat yang kamu butuhkan di hari-hari paling berat. "Kamu Tidak Harus Kuat Setiap Hari" adalah pengingat lembut bahwa menjadi manusia tidak berarti harus selalu tersenyum, selalu tegar, atau selalu punya jawaban atas segalanya. Ada hari-hari ketika kamu ingin diam saja di sudut kamar, menangis sebentar, atau sekadar mengeluh karena semua teras...
The Call(er)
1782      1031     10     
Fantasy
Ketika cinta bukan sekadar perasaan, tapi menjadi sumber kekuatan yang bisa menyelamatkan atau bahkan menghancurkan segalanya. Freya Amethys, seorang Match Breaker, hidup untuk menghancurkan ikatan yang dianggap salah. Raka Aditama, seorang siswa SMA, yang selama ini merahasiakan kekuatan sebagai Match Maker, diciptakan untuk menyatukan pasangan yang ditakdirkan. Mereka seharusnya saling bert...
Maju Terus Pantang Kurus
1235      686     3     
Romance
Kalau bukan untuk menyelamatkan nilai mata pelajaran olahraganya yang jeblok, Griss tidak akan mau menjadi Teman Makan Juna, anak guru olahraganya yang kurus dan tidak bisa makan sendirian. Dasar bayi! Padahal Juna satu tahun lebih tua dari Griss. Sejak saat itu, kehidupan sekolah Griss berubah. Cewek pemalu, tidak punya banyak teman, dan minderan itu tiba-tiba jadi incaran penggemar-penggemar...
Trust Me
68      61     0     
Fantasy
Percayalah... Suatu hari nanti kita pasti akan menemukan jalan keluar.. Percayalah... Bahwa kita semua mampu untuk melewatinya... Percayalah... Bahwa suatu hari nanti ada keajaiban dalam hidup yang mungkin belum kita sadari... Percayalah... Bahwa di antara sekian luasnya kegelapan, pasti akan ada secercah cahaya yang muncul, menyelamatkan kita dari semua mimpi buruk ini... Aku, ka...
May I be Happy?
630      380     0     
Inspirational
Mencari arti kebahagian dalam kehidupan yang serba tidak pasti, itulah kehidupan yang dijalani oleh Maya. Maya merupakan seseorang yang pemalu, selalu berada didalam zona nyamannya, takut untuk mengambil keputusan, karena dia merasa keluarganya sendiri tidak menaruh kepercayaan kepada dirinya sejak kecil. Hal itu membuat Maya tumbuh menjadi seperti itu, dia tersiksa memiliki sifat itu sedangka...
Batas Sunyi
1966      896     108     
Romance
"Hargai setiap momen bersama orang yang kita sayangi karena mati itu pasti dan kita gak tahu kapan tepatnya. Soalnya menyesal karena terlambat menyadari sesuatu berharga saat sudah enggak ada itu sangat menyakitkan." - Sabda Raka Handoko. "Tidak apa-apa kalau tidak sehebat orang lain dan menjadi manusia biasa-biasa saja. Masih hidup saja sudah sebuah achievement yang perlu dirayakan setiap har...
DocDetec
447      283     1     
Mystery
Bagi Arin Tarim, hidup hanya memiliki satu tujuan: menjadi seorang dokter. Identitas dirinya sepenuhnya terpaku pada mimpi itu. Namun, sebuah tragedi menghancurkan harapannya, membuatnya harus menerima kenyataan pahit bahwa cita-citanya tak lagi mungkin terwujud. Dunia Arin terasa runtuh, dan sebagai akibatnya, ia mengundurkan diri dari klub biologi dua minggu sebelum pameran penting penelitian y...
Layar Surya
1746      1011     17     
Romance
Lokasi tersembunyi: panggung auditorium SMA Surya Cendekia di saat musim liburan, atau saat jam bimbel palsu. Pemeran: sejumlah remaja yang berkutat dengan ekspektasi, terutama Soya yang gagal memenuhi janji kepada orang tuanya! Gara-gara ini, Soya dipaksa mengabdikan seluruh waktunya untuk belajar. Namun, Teater Layar Surya justru menculiknya untuk menjadi peserta terakhir demi kuota ikut lomb...
YANG PERNAH HILANG
1733      658     24     
Romance
Naru. Panggilan seorang pangeran yang hidup di jaman modern dengan kehidupannya bak kerajaan yang penuh dengan dilema orang-orang kayak. Bosan dengan hidupnya yang monoton, tentu saja dia ingin ada petualangan. Dia pun diam-diam bersekolah di sekolah untuk orang-orang biasa. Disana dia membentuk geng yang langsung terkenal. Disaat itulah cerita menjadi menarik baginya karena bertemu dengan cewek ...
Imperfect Rotation
182      160     0     
Inspirational
Entah berapa kali Sheina merasa bahwa pilihannya menggeluti bidang fisika itu salah, dia selalu mencapai titik lelahnya. Padahal kata orang, saat kamu melakukan sesuatu yang kamu sukai, kamu enggak akan pernah merasa lelah akan hal itu. Tapi Sheina tidak, dia bilang 'aku suka fisika' hanya berkali-kali dia sering merasa lelah saat mengerjakan apapun yang berhubungan dengan hal itu. Berkali-ka...