Beberapa hari kemudian, Aluna memberitahu Rania jika Raihan ingin melanjutkan proses ta’aruf mereka ke proses selanjutnya, Rania yang mendengar hal itu merasa sedikit bahagia karena kali ini proses ta’arufnya mulai menunjukkan progres tidak seperti yang sebelum-sebelumnya. Aluna juga mengatakan saat proses nadzar nanti akan dilakukan di cafe agar suasananya tidak terlalu tegang, dan nantinya Raihan akan didampingi oleh sahabatnya begitu pun dengan Rania yang akan didampingi Aluna juga suaminya.
Hari yang ditunggu pun tiba, seusai pulang dari sekolah Rania segera bergegas pergi ke cafe yang sudah disepakati bersama, jalanan sore itu cukup padat namun dengan sigap ia mengendarai motornya dan tepat waktu sampai di cafe. Di sana sudah ada Aluna bersama suaminya yang tengah menunggu Rania, belum terlihat Raihan di sana, Rania berpikir mungkin Raihan terjebak macet.
“Assalamu’alaikum, maafin telat ya.” Ucap Rania
“Wa’alaikumussalam, engga apa-apa Ran, kita juga baru dateng. Raihan juga bilang kayaknya agak telat karena kejebak macet.” Ucap Aluna
“Oh gitu.” Ucap Rania sambil duduk dan membereskan barangnya
“Apa kabarnya Ran? Sehat?”
“Alhamdulillah mas sehat.” Jawab Rania
“Eh Ran, pesen dulu gih. Belum makan kan?” ujar Aluna
“Iya nih, aku belum makan. Coba mana menunya.” Ketika sedang memilih makanan dibuku menu, terdengar suara langkah seseorang yang mendekati meja mereka. Suara yang begitu enak didengar dan begitu santun, Rania hanya fokus pada buku menunya, ia tak berani untuk melihat langsung Raihan meski Raihan kini sudah ada didepan matanya.
“Assalamu’alaikum, afwan ana telat ya tadi macet banget.” Ucap Raihan
“Iya engga apa-apa Han, silakan duduk atau mau pesen makan sekalian? Mumpung Rania juga mau pesen makan juga.”
“Oh iya boleh apa aja.” Ucap Raihan
“Ini buku menunya.” Ucap Rania malu sambil memberikan buku menu pada Raihan. Mereka pun memulai acara nadzar tersebut sambil menunggu makanan datang, pertemuan nadzar menjadi titik penting di mana Rania memberanikan diri untuk melontarkan banyak pertanyaan pada Raihan.
“Jika nanti kita menikah, bagaimana cara kamu menangani konflik?” tanya Rania memberanikan dirinya
“Aku percaya setiap konflik itu akan bisa diselesaikan dengan komunikasi yang baik dan doa. Aku engga bakalan memaksakan pendapat aku tapi kita akan selalu berdiskusi dalam hal apapun dan aku juga akan selalu mencoba mendengar.” Jawab Raihan terseyum lembut
“Apa pendapat kamu tentang me time dan apa itu penting buat kamu?”
“Menurut aku, me time itu penting banget karena bukan hanya untuk menjaga kesehatan mental tapi juga biar diri kita juga bisa mengenal diri sendiri, merecharge energi kita, refleksi, atau sekadar menikmati hal-hal kecil yang bikin kita bahagia.” Tutur Raihan
“Kalo misalnya nanti aku masih pengen kerja, engga apapa? atau aku pengen lanjut kuliah boleh?”
“Tentu aja boleh. Aku senang kalo kamu mau terus berkembang mau itu lewat kerja atau kuliah. Semua itu adalah bagian dari impian dan perjalanan kamu, aku akan mendukung apapun selama hal itu positif.” Ujar Raihan
“Terakhir, kalo misalnya setelah nikah nanti kita menunda dulu punya anak gimana? Atau kalo misalnya ternyata Allah ngasih anak buat kita itu lama atau bahkan tidak mengkaruniakan kita anak gimana?”
“Buat aku, apapun keputusan kita soal punya anak atau apapun itu semua rencana Allah, dan hal itu tidak akan mengubah tujuan dan niat aku untuk menikah dengan kamu. Kalau kita sepakat untuk menunda untuk punya anak, aku engga apa-apa karena artinya waktunya bisa kita pakai untuk saling belajar, mengenal lebih dalam, dan membangun pondasi yang kuat buat keluarga kita. Dan kalo misalnya Allah menguji kita dengan waktu yang lama atau engga mengaruniakan kita anak, aku yakin ada hikmah di balik setiap rencana-Nya itu. Yang terpenting kita menjalani semuanya bareng-bareng, tetap saling menguatkan, dan terus bersyukur atas apa yang udah kita punya.” Tutur Raihan dengan lembut
Jawaban demi jawaban yang dituturkan oleh Raihan begitu sederhana namun hal itu justru menenangkan bagi hati Rania. Raihan pun menjawab pertanyaan-pertanyaan Rania dengan penuh kesabaran yang membuat Rania perlahan merasa nyaman, jawaban dari Raihan pun seperti begitu menjanjikan baginya. Namun, rasa takutnya masih membayanginya dan ia khawatir Raihan hanya akan menjadi cerminan dari masa lalunya.
Setelah obrolan panjang itu, mereka semua berpamitan namun Rania dan Aluna juga suaminya masih tetap berada di cafe itu karena di luar hujan turun sangat deras dan kebetulan kendaraan yang mereka bawa adalah motor. Setelah Raihan pamit, Aluna pun mengajak ngobrol Rania.
“Gimana Ran? Setelah ngobrol dan ketemu langsung?” tanya Aluna
“Kalo liat dari jawaban-jawabannya mah sih seperti menjanjikan ya omongannya tapi aku juga belum bisa yakin sepenuhnya kalo hal yang aku takutkan itu engga bakalan kejadian.” Ucap Rania
“Banyak-banyak istikharah aja Ran, semoga Allah ngasih jawaban yang terbaik buat kalian. Kalo memang kalian berjodoh alhamdulillah, kalo memang belum berjodoh nambah saudara aja.” Ucap Aluna
“Iya Lun, mudah-mudahan ada jawaban terbaik dari Allah ya.” Ucap Rania
“Tapi Ran, aku bukan mau bagus-bagusin Raihan karena dia temen aku ya. Tapi sejauh yang aku kenal dia memang sesuai dengan apa yang diomonginnya, dia anak yang engga banyak janji tapi banyak bukti.”
“Iya mudah-mudahan aja ya mas.” Ucap Rania
*****