Loading...
Logo TinLit
Read Story - Imajinasi si Anak Tengah
MENU
About Us  

Hari-hari penuh Tara lewati sambil sesekali menyelam ke dalam lautan kata. Kadang ia menyelam begitu jauh sampai kebisingan dan hadirnya cemas tak mampu mengusiknya, kadang juga ia hanya berenang di dasarnya saja, sebab saat-saat datangnya panik mampu membuatnya kembali ke dunia nyata.

Tara menulis cerpennya selama kurang lebih lima hari. Ia membiarkan pikirannya larut, menumpahkan isi hatinya ke dalam cerita yang tidak hanya ia tulis, tapi juga ia rasakan. Setelah melalui proses yang penuh pertimbangan dan keraguan, akhirnya naskah itu rampung. Tepat tiga belas halaman Word-tidak lebih dari lima belas halaman seperti yang diminta panitia lomba. Itu artinya, ceritanya sudah sesuai dengan syarat dan ketentuan yang ditetapkan.

Tanpa menunda lebih lama, Tara langsung membuka tautan pengumpulan dan mengisi formulir dengan teliti. Saat tombol "Kirim" ditekan, ada napas lega yang keluar perlahan. Sesuatu terasa terlepas dari dadanya-sebuah kepuasan kecil yang lahir dari keberanian untuk mencoba.

Kini, ia tinggal menunggu. Hasil dan harapan menyatu dalam diam. Dalam hati kecilnya, ia hanya ingin satu: semoga tulisannya menjadi satu dari tiga cerita yang terpilih, agar suaranya-yang selama ini tersembunyi dalam sunyi-bisa sampai ke lebih banyak hati.

Hari Minggu itu, Tara memutuskan untuk mengistirahatkan pikirannya. Tak ada laptop, tak ada halaman kosong yang menunggu diisi. Hanya dirinya, secangkir teh hangat, dan drama Korea yang sudah lama ada di daftar tonton. Ia tertawa kecil melihat tingkah laku karakter favoritnya, lalu bersorak pelan saat idolanya tampil di layar. Hari itu adalah waktunya untuk menjadi Tara yang santai, yang bisa mencintai hal-hal kecil tanpa harus merasa bersalah karena tak produktif.

Tapi tiba-tiba, notifikasi DM masuk.

Dua pesan baru dari akun yang ia kenal tapi tak cukup familiar. Tara mengernyit pelan, penasaran. Saat jari-jarinya membuka pesan itu, hatinya langsung hangat.

Ternyata mereka adalah dua dari lima pembaca yang saat itu pernah ia hubungi, saat ia membeli lima eksemplar Tomorrow untuk dibagikan secara cuma-cuma. Tara memilih mereka secara hati-hati, mengingat-ingat siapa saja yang pernah memberinya komentar tulus saat cerita itu masih tayang online. Ia menghubungi mereka diam-diam, lalu mengirimkan masing-masing satu buku dengan catatan kecil di dalamnya.

Hari ini, dua dari mereka kembali muncul dengan pesan sederhana namun menggetarkan:

| "Kak Tara, makasih banget ya buat bukunya. Aku udah baca ulang ceritanya dan rasanya masih sehangat dulu. Rasanya aku gak sendiri."

| "Kak, aku udah selesai baca bukunya. Terima kasih udah nulis Tomorrow. Aku suka banget. Senang banget dapat buku gratis dari penulisnya langsung."

Tara menatap layar ponsel itu lama. Bukan karena kaget, tapi karena haru. Ia tidak menyangka bahwa niat kecilnya saat itu-membagikan lima buku sebagai bentuk terima kasih dan harapan, akan kembali padanya dalam bentuk apresiasi yang begitu jujur dan tulus.

Hari itu, bukan hanya drama Korea atau musik dari idol favoritnya yang membuat harinya indah.

Tapi dua pesan itu. Dua hati asing yang merasakan apa yang ia tulis.

Dan itu cukup untuk mengingatkan Tara-bahwa menulis bukan hanya tentang menang. Tapi tentang menyampaikan. Tentang didengar. Tentang menjadi bagian dari hidup orang lain, meski hanya lewat kata.

 

                                      ***

 

Dua minggu berlalu sejak Tara mengirimkan naskah cerpennya. Hari itu adalah hari pengumuman pemenang lomba menulis dari Purnama Books. Jam menunjukkan pukul 12 siang ketika gelisah mulai merayapi dirinya. Padahal, pengumuman baru akan diunggah pukul tiga sore. Tapi sejak tengah hari, Tara sudah mondar-mandir di kamarnya. Matanya sesekali melirik ke layar ponsel, lalu menutupnya lagi, seolah takut terlalu berharap.

Ia duduk di ujung kasur, menggenggam jemarinya yang dingin. Dalam hati, ia merapalkan doa-pelan tapi berulang, seperti mantra yang ingin diyakini. "Menang atau tidak menang, aku sudah mencoba. Aku sudah berani." Begitu katanya pada diri sendiri, berusaha membungkus harapan dengan logika. Tapi hatinya tetap saja berdegup tak karuan.

Pukul tiga sore, sebuah notifikasi dari Instagram akhirnya muncul di layarnya.

Tangan Tara gemetar saat membuka notifikasi itu. Akun Purnama Books baru saja mengunggah satu gambar dengan tulisan mencolok: Pengumuman Pemenang Lomba Cerpen Purnama Books. Ia menggulir pelan, napasnya tertahan. Matanya mencari... dan berhenti.

Urutan ketiga.

Namanya.

Tarasaraa.

Dan tepat di bawah namanya, judul cerpen yang ia tulis dengan sepenuh hati terpampang jelas: Anxiety: Simpul di Antara Kita.

Untuk sesaat, waktu terasa berhenti. Kemudian, seperti ledakan kecil di dalam dada, sorakan bahagia lolos dari bibirnya. Tara menutup mulut dengan tangan, menahan haru yang meluap tanpa peringatan. Matanya berair, bukan hanya karena senang, tapi karena lega-bahwa apa yang ia tuangkan dari luka, cemas, dan keberaniannya sendiri, kini menemukan tempat untuk diakui.

Ia berhasil.

Tara berhasil membuat karyanya bersuara, menembus batas layar dan masuk ke dunia nyata.

Dan sore itu, di kamarnya yang kecil, di tengah detak jantung yang belum juga tenang, ia tersenyum dengan mata berkaca-kaca.

Bukan hanya karena kemenangannya. Tapi karena akhirnya, ia tahu: suaranya pun pantas untuk didengar.

 

                                     ***

 

Satu minggu setelah pengumuman itu, hidup Tara terasa sedikit lebih berwarna. Di antara kesibukannya bekerja dan menulis, kini ada satu hal baru yang ia nantikan: interaksi dengan para pemenang lainnya.

Grup WhatsApp bernama Pemenang Cerpen Purnama Books dibuat oleh pihak penerbit. Tara dimasukkan bersama dua penulis lainnya yang menduduki peringkat pertama dan kedua. Begitu grup itu aktif, percakapan langsung mengalir.

Mereka memperkenalkan diri satu per satu. Suasana terasa hangat, seolah mereka adalah teman lama yang baru bertemu kembali. Tara merasa nyaman. Tidak ada kompetisi yang menegangkan di sana, hanya semangat yang saling mendukung dan kekaguman pada karya masing-masing.

Obrolan berkembang. Mereka membicarakan proses pengiriman hadiah, detail rekening untuk uang tunai, dan daftar buku terbitan penerbit yang bisa mereka pilih sebagai bonus. Tara, yang semula hanya ingin karyanya dibaca, tak menyangka akan sampai di titik ini; mendapat penghargaan, hadiah, dan kesempatan untuk melihat cerpennya diterbitkan secara fisik.

Sampai akhirnya, topik tentang cover buku muncul.

| "Ada ide buat tampilan bukunya nggak?" tanya pihak penerbit dalam grup.

Tara sempat termenung. Ia membayangkan bagaimana Novel antologi yang ada karyanya di sana, akan muncul di sampul. 

Tara menuliskan idenya dengan hati-hati, takut terlalu ambisius, tapi juga terlalu bersemangat untuk diam.

| "Mungkin cover yang nggak terlalu mewah tapi, mampu menggambarkan seluruh kisahnya."

Tak lama, dua pemenang lainnya ikut menanggapi dengan ide masing-masing. Grup itu berubah jadi ruang kreatif kecil yang hangat, tempat mereka menyulam harapan menjadi nyata.

Dan di balik layar ponselnya, Tara kembali merasa bahagia.

Kali ini, karena ia tahu: dirinya bukan lagi hanya gadis pendiam yang terjebak dalam suara-suara di kepala, tapi juga seorang penulis... yang suaranya sedang tumbuh.

Setelah semua pemenang berpendapat termasuk dirinya, penerbit sudah terbayang bagaimana cover bukunya nanti, ia lalu memberi informasi bahwa setelah semuanya siap nanti para pemenang akan dikabari kembali. 

 

                                    ***

 

Ternyata bukan waktu yang lama menunggu kabar dari Purnama books, sekitar satu minggu setelahnya, notif di grup kembali hadir, melihatkan privew cover untuk novel antologi mereka nanti. Tara membukanya, dan hasil cover itu, sangat sesuai dengan yang ia harapkan; tidak terlalu mewah, tidak juga terlalu sederhana. Itu hanyalah cover yang cantik tapi dengan gaya vintage. 

Ketiga pemenang langsung menyetujui itu. Buku mereka pun sampai ke proses cetak dan tiga hari kemudian proses pengiriman. 

Sampai paket itu tiba di Tara, ia merasa senang membuka hadiah yang ia dapatkan dari hasil imajinasinya sendiri. Ada dua buku hasil terbitan Purnama books sebagai hadiah utama, dan buku antologi dengan sampul vintage yang di dalamnya terdapat nama penanya, bersama judul dan kisahnya. 

Tara memotret semuanya termasuk sertifikat yang memampang nama dirinya besar-besar— mengeditnya supaya lebih aestetic, lalu mempostingnya di instagram story, tak lupa memasukan tag untuk penerbit Purnama books. 

Dan, disitulah DM-DM berupa pujian hadir dari teman-teman terdekatnya, sampai kekasihnya.

| "So proud of you." dari Nura. Tara membalasnya dengan cinta. 

| "Thanks, love you Nura^3^"

Lalu ia menggulir DM, dari teman sekolahnya, Mika.

| "Keren banget Ra. Selamat ya!" 

| "Makasih Mik!" balasan dari Tara.

Ia menggulir lagi, menemukan nama Amel di sana. 

| "Selama kak Tara♡" 

Dan, yang terakhir–yang menurutnya paling spesial diantara pujian-pujian yang lain. 

| "Gak berhenti-berhenti bangga sama kamu, selamat ya Ra," dari Awan. 

Tara ragu sebelum mengetik, seperti ini sesuatu yang jarang ia lakukan sekalipun status Awan sudah menjadi kekasihnya sejak lama, tapi ia mencoba berani, sudut bibirnya terangkat–ia mulai mengetik.

| "Makasih sayang."

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (17)
  • yuliaa07

    real anak tengah sering terabaikan tanpa ortunya sadarii

    Comment on chapter Bagian 4: Sebuah Kabar Baik
  • pradiftaaw

    part damai tapi terjleb ke hati

    Comment on chapter Bagian 18: Teman yang Bernama Cemas
  • langitkelabu

    tidak terang tapi juga tidak redup:)

    Comment on chapter PROLOG
  • jinggadaraa

    gak cuman diceritain capeknya anak tengah ya, tapi juga ada selip2an anak sulung dan bungsunya:) the best cerita ini adil

    Comment on chapter Bagian 10: Tentang si Sulung yang Selalu Diandalkan dan Tentang Anxiety Disorder
  • rolandoadrijaya

    makasih Tara sudah kuat, makasih juga aku

    Comment on chapter Bagian 10: Tentang si Sulung yang Selalu Diandalkan dan Tentang Anxiety Disorder
  • rolandoadrijaya

    gimana gak ngalamin trauma digunjang gempa sendirian:('(

    Comment on chapter Bagian 10: Tentang si Sulung yang Selalu Diandalkan dan Tentang Anxiety Disorder
  • rayanaaa

    seruu banget

    Comment on chapter EPILOG
  • rayanaaa

    Oke, jadi Tara itu nulis kisahnya sendiri ya huhuu

    Comment on chapter EPILOG
  • auroramine

    ENDING YANG SANGAT MEMUASKAN DAN KEREN

    Comment on chapter EPILOG
  • jisungaa0

    nangis banget scene inii

    Comment on chapter Bagian 30: Renungan
Similar Tags
Heya! That Stalker Boy
582      354     2     
Short Story
Levinka Maharani seorang balerina penggemar musik metallica yang juga seorang mahasiswi di salah satu universitas di Jakarta menghadapi masalah besar saat seorang stalker gila datang dan mengacaukan hidupnya. Apakah Levinka bisa lepas dari jeratan Stalkernya itu? Dan apakah menjadi penguntit adalah cara yang benar untuk mencintai seseorang? Simak kisahnya di Heya! That Stalker Boy
Bunga Hortensia
1643      97     0     
Mystery
Nathaniel adalah laki-laki penyendiri. Ia lebih suka aroma buku di perpustakaan ketimbang teman perempuan di sekolahnya. Tapi suatu waktu, ada gadis aneh masuk ke dalam lingkarannya yang tenang itu. Gadis yang sulit dikendalikan, memaksanya ini dan itu, maniak misteri dan teka-teki, yang menurut Nate itu tidak penting. Namun kemudian, ketika mereka sudah bisa menerima satu sama lain dan mulai m...
Stars Apart
638      446     2     
Romance
James Helen, 23, struggling with student loans Dakota Grace, 22, struggling with living...forever As fates intertwine,drama ensues, heartbreak and chaos are bound to follow
Little Spoiler
1089      661     0     
Romance
hanya dengan tatapannya saja, dia tahu apa yang kupikirkan. tanpa kubicarakan dia tahu apa yang kuinginkan. yah, bukankah itu yang namanya "sahabat", katanya. dia tidak pernah menyembunyikan apapun dariku, rahasianya, cinta pertamanya, masalah pribadinya bahkan ukuran kaos kakinya sekalipun. dia tidak pernah menyembunyikan sesuatu dariku, tapi aku yang menyembunyikan sesuatu dariny...
Jalan Tuhan
548      387     3     
Short Story
Percayalah kalau Tuhan selalu memberi jalan terbaik untuk kita jejaki. Aku Fiona Darmawan, biasa dipanggil fia, mahasiswi kedokteran di salah satu universitas terkemuka. Dan dia, lelaki tampan dengan tubuh tinggi dan atletis adalah Ray, pacar yang terkadang menjengkelkan, dia selalu menyuruhku untuk menonton dirinya bermain futsal padahal dia tahu, aku sangat tidak suka menonton sepak bola ata...
Keep Your Eyes Open
494      339     0     
Short Story
Ketika mata tak lagi bisa melihat secara sempurna, biarkan hati yang menilainya. Maka pada akhirnya, mereka akan beradu secara sempurna.
#SedikitCemasBanyakRindunya
3317      1218     0     
Romance
Sebuah novel fiksi yang terinspirasi dari 4 lagu band "Payung Teduh"; Menuju Senja, Perempuan Yang Sedang dalam Pelukan, Resah dan Berdua Saja.
Replika
1719      793     17     
Romance
Ada orang pernah berkata bahwa di dunia ini ada 7 manusia yang mirip satu sama lain? Ada juga yang pernah berkata tentang adanya reinkarnasi? Aku hanya berharap salah satu hal itu terjadi padamu
Behind The Scene
1354      606     6     
Romance
Hidup dengan kecantikan dan popularitas tak membuat Han Bora bahagia begitu saja. Bagaimana pun juga dia tetap harus menghadapi kejamnya dunia hiburan. Gosip tidak sedap mengalir deras bagai hujan, membuatnya tebal mata dan telinga. Belum lagi, permasalahannya selama hampir 6 tahun belum juga terselesaikan hingga kini dan terus menghantui malamnya.
Teacher's Love Story
3246      1104     11     
Romance
"Dia terlihat bahagia ketika sedang bersamaku, tapi ternyata ia memikirkan hal lainnya." "Dia memberi tahu apa yang tidak kuketahui, namun sesungguhnya ia hanya menjalankan kewajibannya." Jika semua orang berkata bahwa Mr. James guru idaman, yeah... Byanca pun berpikir seperti itu. Mr. James, guru yang baru saja menjadi wali kelas Byanca sekaligus guru fisikanya, adalah gu...