Loading...
Logo TinLit
Read Story - Imajinasi si Anak Tengah
MENU
About Us  

Pagi itu, Tara berangkat bekerja dengan langkah yang tak seberat biasanya. Langit kelihatan cerah, sorotnya memantulkan warna tersendiri diantara langkah Tara sewaktu ia berjalan kaki dari rumah menuju jalan raya, angin meniup lembut wajahnya lewat jendela angkot yang ditumpanginya, dan ia berharap, semoga hari ini bukan hari sendirian lagi.

Sesampainya di kantor, Tara melihat Mbak Susi dan Pak Yandi sudah bersiap-siap, masing-masing tampak sibuk mengatur barang bawaan dan laptop. Ia berdiri sejenak di ambang pintu, menatap dua rekan kerjanya yang tampak akan pergi.

"Jangan-jangan… aku ditinggal lagi," pikir Tara, mulai merasa gugup.

Namun, suara langkah dari lantai dua mengalihkan pikirannya. Bu Sopia menuruni tangga dengan jaket abu-abu dan tas selempang kecil. Begitu melihat Tara, ekspresinya berubah cerah.

"Tara, hari ini ikut kita ya. Laptopnya dibawa aja, kamu bisa kerja di sana nanti," ucap Bu Sopia tanpa basa-basi.

Tara berkedip pelan, mencerna kalimat itu sambil mengulum bibir. "Ke resto, Bu?" tanyanya hati-hati.

"Iya, ke Resto Cipta Rasa. Tapi hari ini kita ke cabang yang di Bogor, bukan Jakarta. Tempatnya lebih lega, lebih adem juga. Kamu bisa kerja santai di sana."

Tara hampir tersenyum lebar. Di pikirannya, tempat itu langsung muncul. Sebelum diterima kerja di sini, Ia pernah baca artikel internal perusahaan tentang ketiga cabang Resto Cipta Rasa diantaranya Jakarta, Bogor, dan Bandung. Cabang Jakarta bernuansa modern minimalis, sementara cabang Bogor dan Bandung memakai konsep garden pegunungan. Tara selalu penasaran pada suasana yang ditulis menghadap langsung ke sawah dan gunung itu.

Tanpa pikir panjang, ia langsung memasukkan laptop, charger, dan mouse ke dalam satu tas. Detak jantungnya naik setengah ketukan dari biasanya bukan karena cemas, tapi karena semangat.

Perjalanan mereka menempuh sekitar dua jam. Mobil melaju melewati jalan tol yang panjang, berganti dengan jalan raya biasa yang dipenuhi pepohonan, dan akhirnya menelusuri gang kecil yang cukup rusak dengan lubang di sana-sini.

Tara mengintip dari balik jendela, sampai akhirnya mobil berhenti di depan bangunan yang sedikit tersembunyi. Ada tangga menurun, dan di sekelilingnya terbentang hamparan sawah yang menguning dan pegunungan yang menjulang jauh di belakangnya. Udara terasa segar, seolah baru pertama kali ia menghirup oksigen yang benar-benar alami.

Mereka turun satu per satu. Tara memperhatikan sekitar, kagum dengan keindahan tempat itu. Resto-nya seperti tersembunyi di balik alam, penuh tanaman hias, bangku kayu, dan jendela besar yang memantulkan cahaya ke tanaman gantung yang menghiasi ventilasi dan tanaman mini di sudut-sudut ruangan.

Tara tiba-tiba merasa ingin duduk di kursi paling dekat jendela. Ada cahaya mentari yang menyorot lembut di sana, menyinari meja kerja kayu dan vas kaca kecil berisi bunga anggrek ungu.

Keinginannya itu seakan langsung terjawab.

"Tara dan Mbak Susi langsung duduk di tempat ternyaman aja ya, kerja seperti biasa. Aku mau ngobrol dulu sama Pak Yandi," kata Bu Sopia.

Tara dan Mbak Susi mengangguk. Tanpa menunggu, Tara langsung berjalan cepat—hampir seperti anak kecil yang berlari ke bangku favoritnya di taman. Ia memilih kursi dekat jendela yang tadi ia incar.

"Tara tau aja nih, tempat paling aesthetic," ledek Mbak Susi sambil tersenyum.

Tara hanya tertawa kecil. "Mata seniman, Mbak. Sekali lihat cahaya bagus langsung terhipnotis."

Mereka duduk bersebelahan, dan Tara mulai menyalakan laptopnya. Namun, berbeda dari hari-hari biasanya, pagi ini ia merasa damai. Seolah tempat itu memberinya ruang untuk bernapas, berpikir, dan… mungkin, perlahan-lahan, pulih.

 

                                     ***

 

Sebelumnya siang itu, mereka sempat duduk bersama dalam sebuah ruangan semi-outdoor yang terhubung langsung dengan area taman resto. Di sanalah Tara pertama kali mengenal sosok kepala cabang Bogor yang bernama Pak Sultan. Pria berusia sekitar awal empat puluhan itu tampak ramah dan santai, dengan logat Sunda yang kental dan senyum hangat.

Pertemuan itu berjalan cukup dinamis. Mereka membahas banyak hal tentang strategi konten yang perlu dibuat lebih atraktif agar bisa menggaet pengunjung media sosial, tentang kebutuhan akan visual yang konsisten, dan tentang cara menyesuaikan konten dengan konsep garden resto cabang Bogor.

Bu Sopia juga menyampaikan beberapa ide promo baru yang akan digabungkan dengan momen liburan mendatang. Mbak Susi melaporkan data keuangan yang sudah ia cocokkan dengan laporan dari Bu Cici, dan mendapat apresiasi dari Pak Sultan.

Lalu, tibalah giliran Tara.

"Tara, untuk sementara kamu pegang dulu sosial media Jakarta dan Bogor ya," ujar Bu Sopia, menatap Tara dengan serius namun lembut. "Admin kita di Bogor baru resign, dan kamu masih ada waktu luang untuk handle dua-duanya, kan?"

Tara mengangguk. "Bisa, Bu. Nanti saya koordinasi sama Pak Yandi untuk kontennya."

"Bagus. Yang penting kamu tetap aktif membalas komentar dan pesan yang masuk. Kita harus jaga engagement. Kalau ada yang butuh dijelaskan, langsung balas aja dengan gaya bahasa kita yang biasa—sopan, tapi hangat."

Tara mencatat semuanya di aplikasinya. Meeting itu ditutup dengan kesepakatan beberapa rencana ke depan, dan mereka kembali ke meja masing-masing.

Di tempat semula, Tara dan Mbak Susi kembali menekuni laptop masing-masing. Tara membuka kalender konten dan menjadwalkan postingan untuk sore ini. Dua konten: satu untuk cabang Jakarta dengan tema "Rekomendasi Menu Best Seller Minggu Ini" dan satu lagi untuk Bogor yang menampilkan foto-foto suasana alam dengan caption: "Sore yang tenang, semangkuk kenangan."

Langit di luar mulai menguning, seperti dicelupkan perlahan oleh tinta senja. Tara melirik ke arah pegunungan. Pantulan cahaya yang menyinari tanaman di pinggir jendela tak sekuat saat pagi, namun tetap memberi kesan tenang. Ada keindahan yang berbeda, yang membuat batinnya lebih lapang.

Maka, begitu jadwal konten selesai dan semua balasan komentar sudah ia tangani, Tara memutuskan membuka aplikasi menulisnya.

Cerita Tomorrow. Angka views-nya sudah menyentuh 50 ribu. Bab ke-39 sudah publish tiga hari lalu, dan komentar-komentar pembaca mulai menanyakan: "Ending-nya kapan, Kak?" atau "Jangan selesai dulu dong!"

Tara tersenyum. Ia tahu cerita ini sebentar lagi selesai.

Dan ia ingin menyelesaikannya… di sini. Di tempat yang sunyi namun penuh napas.

Kalimat-kalimatnya mulai mengalir. Imajinasi seperti mendapat dorongan lembut dari alam. Kata demi kata menari seolah menyesuaikan irama hati dan suara dedaunan yang berbisik pelan di luar jendela.

Di antara layar yang bersinar, musik yang menenangkan, dan aroma teh melati dari gelas Mbak Susi yang sudah setengah habis, Tara merasa damai. Seolah semua rasa cemas yang ia pendam kemarin… mulai menemukan jalan keluar.

"Kadang, yang kita butuhkan hanyalah tempat sunyi, pemandangan yang jujur, dan hati yang tak lagi takut dibiarkan sendiri," batin Tara

 

                                     ***

 

Langit malam telah gelap sempurna, hanya cahaya bulan dan lampu jalan yang mengantar perjalanan mereka kembali ke Jakarta. Usai salat Magrib, sekitar pukul tujuh malam, mereka berempat meninggalkan resto garden dengan tubuh yang dibalut lelah namun puas. Hari itu terasa panjang, namun menyenangkan. Banyak hal dikerjakan, banyak pula pemandangan yang memberi ruang pada pikiran.

Mobil hitam milik Bu Sopia kembali melaju, kali ini menyusuri jalan yang berliku dan sunyi menuju ibu kota.

Di kursi paling belakang, Tara dan Mbak Susi duduk berdampingan. Tak lama setelah mobil mulai berjalan, keduanya tertidur pulas. Tubuh mereka sedikit miring ke sisi jendela, kepala Tara bersandar ke tas laptop yang ia pangku, sementara Mbak Susi sudah tenggelam di balik scarf-nya.

Pak Yandi, yang duduk di kursi tengah, masih terjaga. Tangannya sibuk memindahkan file dari kameranya ke laptop, sesekali mengedit video yang tadi ia rekam saat matahari mulai turun di resto Bogor. Cahaya layar laptop-nya memantul samar ke jendela mobil, menyatu dengan kabut kecil yang mengembun.

Di depan, Bu Sopia mengobrol kecil dengan sopir pribadinya. Suaranya rendah, terkadang tertawa pelan, membahas hal-hal ringan yang membuat suasana tidak terlalu sunyi. Ia sesekali menoleh ke belakang, memastikan semua dalam keadaan baik.

Sekitar pukul setengah sembilan malam, mobil akhirnya berhenti perlahan di depan rumah Bu Sopia. Lampu pekarangan menyala hangat, menyambut kedatangan mereka yang lelah.

Mbak Susi terbangun lebih dulu, dibangunkan lembut oleh suara Bu Sopia. Ia menggeliat sebentar, lalu mengangkat tasnya dan turun dari mobil. Di depan pagar, seorang pria muda menunggunya dengan motor.

"Dijemput pacarnya?" tanya Tara pelan, sambil tersenyum setengah mengantuk.

Mbak Susi mengangguk lalu berpamitan cepat, "Tara, Bu… Pak Yandi, aku duluan yaa…"

"Hati-hati, Mbak Sus," jawab Bu Sopia sambil melambaikan tangan.

Pak Yandi kemudian turun, mengambil helm dari gantungan motor miliknya yang terparkir di halaman. Ia juga berpamitan, menyalakan motornya dan pergi tanpa banyak bicara.

Tinggalah Tara yang kini berdiri sendirian di halaman rumah bu Sopia. Ia membuka aplikasi ojek online dari ponselnya, lalu mengetik alamat. Dalam hitungan menit, pengemudi pun didapat.

"Masih semangat, Tara?" tanya Bu Sopia. Tara menyadari ternyata wanita itu masih mengawasinya dari dalam rumah. 

Tara tersenyum sambil merapikan rambutnya yang kusut karena tidur. "Masih, Bu. Tapi habis ini langsung tepar kayaknya…"

Bu Sopia tertawa kecil. "Istirahat yang cukup ya, besok kerja lagi."

"Iya, Bu. Terima kasih hari ini."

Tak lama, motor ojek datang. Tara pamit dengan sopan, lalu melangkah pelan menuju motor. Angin malam menyentuh wajahnya lembut, seperti menghapus sisa-sisa letih. Hari itu ditutup dengan senyum kecil dan hati yang diam-diam bersyukur. Karena hari yang penuh cerita dan rasa nyaman, karena tempat baru yang memberi inspirasi, dan karena pekerjaan yang pelan-pelan… terasa seperti bagian dari dirinya.

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (17)
  • kyungsoo12

    relate banget, gak berlebihan cerita ini (emot nangis)

    Comment on chapter PROLOG
  • asmira24

    anxiety emang semenakutkan itu ya:)

    Comment on chapter PROLOG
  • asmira24

    suka banget iiiii

    Comment on chapter PROLOG
  • asmira24

    Baru prolog dah menggambarkan anak tengah wkwk

    Comment on chapter PROLOG
  • rakasyanuka

    tos dulu anak tengah

    Comment on chapter PROLOG
  • rakasyanuka

    ceritanya sederhana, konfliknya gak berat, tapi ngena di hati

    Comment on chapter PROLOG
  • kuinchi_

    Seruuu bingitssss, ditunggu chapter selanjutnya ka intannaw😁

    Comment on chapter Bagian 23: Laut Biru Di Atas Sampul
Similar Tags
CTRL+Z : Menghapus Diri Sendiri
137      122     1     
Inspirational
Di SMA Nirwana Utama, gagal bukan sekadar nilai merah, tapi ancaman untuk dilupakan. Nawasena Adikara atau Sen dikirim ke Room Delete, kelas rahasia bagi siswa "gagal", "bermasalah", atau "tidak cocok dengan sistem" dihari pertamanya karena membuat kekacauan. Di sana, nama mereka dihapus, diganti angka. Mereka diberi waktu untuk membuktikan diri lewat sistem bernama R.E.S.E.T. Akan tetapi, ...
Mimpi Membawaku Kembali Bersamamu
623      439     4     
Short Story
Aku akan menceritakan tentang kisahku yang bertemu dengan seorang lelaki melalui mimpi dan lelaki itu membuatku jatuh cinta padanya. Kuharap cerita ini tidak membosankan.
Sepi Tak Ingin Pergi
659      399     3     
Short Story
Dunia hanya satu. Namun, aku hidup di dua dunia. Katanya surga dan neraka ada di alam baka. Namun, aku merasakan keduanya. Orang bilang tak ada yang lebih menyakitkan daripada kehilangan. Namun, bagiku sakit adalah tentang merelakan.
Cinta Tiga Meter
734      458     0     
Romance
Fika sudah jengah! Dia lelah dengan berbagai sikap tidak adil CEO kantor yang terus membela adik kandungnya dibanding bekerja dengan benar. Di tengah kemelut pekerjaan, leadernya malah memutuskan resign. Kini dirinya menjadi leader baru yang bertugas membimbing cowok baru dengan kegantengan bak artis ibu kota. Ketika tuntutan menikah mulai dilayangkan, dan si anak baru menyambut setiap langkah...
Semoga Kebahagiaan Senantiasa Tercurah Padamu,Kasi
640      449     0     
Short Story
Kamu adalah sahabat terbaik yang perna kumiliki,Harris Kamu adalah orang paling sempurna yang pernah kitemui,Ales Semoga kebahagiaan senantiasa tercurah pada kalian,bagaimanapun jalan yang kalian pilih
Abnormal Metamorfosa
2368      851     2     
Romance
Rosaline tidak pernah menyangka, setelah sembilan tahun lamanya berpisah, dia bertemu kembali dengan Grey sahabat masa kecilnya. Tapi Rosaline akhirnya menyadari kalau Grey yang sekarang ternyata bukan lagi Grey yang dulu, Grey sudah berubah...Selang sembilan tahun ternyata banyak cerita kelam yang dilalui Grey sehingga pemuda itu jatuh ke jurang Bipolar Disorder.... Rosaline jatuh simpati...
Blue Rose
298      246     1     
Romance
Selly Anandita mengambil resiko terlalu besar dengan mencintai Rey Atmaja. Faktanya jalinan kasih tidak bisa bertahan di atas pondasi kebohongan. "Mungkin selamanya kamu akan menganggapku buruk. Menjadi orang yang tak pantas kamu kenang. Tapi rasaku tak pernah berbohong." -Selly Anandita "Kamu seperti mawar biru, terlalu banyak menyimpan misteri. Nyatanya mendapatkan membuat ...
Kejutan
471      260     3     
Short Story
Cerita ini didedikasikan untuk lomba tinlit x loka media
BUNGA DESEMBER
544      376     0     
Short Story
Sebuah cerita tentang bunga.
Je te Vois
807      540     0     
Romance
Dow dan Oi sudah berteman sejak mereka dalam kandunganklaim kedua Mom. Jadi tidak mengherankan kalau Oi memutuskan ikut mengadopsi anjing, Teri, yang merupakan teman baik anjing adopsi Dow, Sans. Bukan hanya perihal anjing, dalam segala hal keduanya hampir selalu sama. Mungkin satu-satunya yang berbeda adalah perihal cita-cita dan hobi. Dow menari sejak usia 8 tahun, tapi bercita-cita menjadi ...