Loading...
Logo TinLit
Read Story - Imajinasi si Anak Tengah
MENU
About Us  

Malam itu, setelah makan malam bersama, Tara berdiri di dapur, mencuci piring seperti biasa. Air keran mengalir pelan, membasahi piring-piring kotor, sementara dari ruang tengah terdengar tawa ringan dan obrolan yang hidup. Ayah, Mamah, Kak Dira, dan Sekar sedang berbincang hangatdan seperti yang sering terjadi belakangan ini, topiknya adalah tentang sekolah.

Sekar baru saja memenangkan lomba memasak di sekolahnya, dan dengan semangat ia menceritakan proses lomba itu dari awal sampai akhir. Nadanya ceria, penuh percaya diri, seolah ia tahu setiap kata yang ia ucapkan akan disambut bangga. Kak Dira, yang baru pulang dari kantornya sore tadi, ikut menimpali, mengenang masa-masa ketika ia masih sekolah di tempat yang sama. SMK Harapan Utama yang kini juga menjadi sekolah Sekar.

"Aku dulu juga pernah kayak gitu, Dek," kata Kak Dira antusias. "Waktu lomba antarjurusan, aku sampai lembur bikin konsep dari nol. Tapi seru banget, asli!"

"Oh iya? Kita juga kemarin sempat lembur bareng di lab," timpal Sekar, matanya berbinar. "Tapi senang, soalnya hasilnya nggak sia-sia!"

Obrolan mereka terus bergulir, penuh semangat dan tawa yang berderai. Sebab kak Dira tiba-tiba membuka topik lucu. 

"Pak bambang kepalanya masih kinclong gak? Pas jamanan kakak dia sampai dijuluki pak kinclong." 

Sekar tertawa lepas "Iya iya bener! Teman-teman aku juga nyebut dia pak kinclong!"

"Huss, kok julid sama guru sendiri," mamah menyela tawa mereka, tapi ketika mamah ikut tertawa, tawaan mereka pun kembali mengisi rumah.

Ayah juga sesekali menimpali dengan komentar lucu, sementara Mamah diakhir kalimatnya memuji Sekar dan Kak Dira, menyebut keduanya sebagai anak-anak yang luar biasa. Semua terasa begitu hangat, begitu hidup, hanya saja, di dalam percakapan itu, tak ada nama Tara.

Tara diam. Tangannya masih bergerak di wastafel, tapi pikirannya mulai melayang. Ia bangga pada Sekar. Ia mengagumi Kak Dira. Tapi tetap saja, ada perasaan yang mengendap pelan-pelan di dadanya. Sesuatu yang sulit dijelaskan. Seperti lubang kecil yang tak bisa ditambal dengan logika.

Ia tak bisa ikut menimbrung obrolan mereka tentang percakapan bagaimana keseruan di sekolah itu, ia hanya bisa mendengarkan.

Tara jadi kembali mengingat bagaimana dulu ia juga pernah ingin masuk ke sekolah yang sama. Tapi alasan mamah yang saat itu bicara, kesulitan soal biaya pendaftaran dan mahalnya SPP setiap bulannya ia tak bisa terus kekeuh dengan keinginannya. Ia mengerti, dan berakhir di sekolah lain. Bukan sekolah favorit. Bukan sekolah yang dibicarakan dengan bangga di ruang tengah itu.

Tapi tiba-tiba kepala Tara dipenuhi pikiran yang tak bisa ia hindari. Kalau pada saat tahun itu orang tuanya mengeluh soal biaya yang lebih mahal dari masanya kak Dira. Lantas kenapa untuk memasuki Sekar ke sekolah itu di tahun yang bahkan jauh setelah Tara lulus, Mamah dan Ayahnya mampu-mampu saja?

Meski mamahnya selalu bilang bahwa biaya sekolah di SMK Pelita Bangsa tak berbeda jauh dari SMK Harapan Utama, sekolahnya kak Dira dan Sekar. tetap saja.... tetap saja Tara merasa itu berbeda. 

Tara tahu orang tuanya menyayanginya. Ia tahu Ayah dan Mamah peduli padanya. Tapi perhatian itu… kadang terasa seperti udara hangat yang lewat sebentar lalu menghilang. Tak seintens pujian untuk adiknya. Tak seterang sorotan untuk kakaknya.

Ia bukan anak sulung yang menjadi panutan. Bukan pula si bungsu yang selalu berhasil mencuri perhatian. Ia hanya Tara, yang berdiri di tengah, yang sering kali mengerti tanpa diminta, dan tumbuh tanpa banyak suara.

Namun malam itu, ketika Mamah memanggilnya dari ruang tengah hanya untuk bicara, "Tara, selimut kesayangan kamu yang kemarin ketumpahan sayur udah mamah cuci, takut nanti kamu nyariin, masih ada di keranjang jemuran ya," Tara menoleh perlahan, dan menjawab pelan, "Iya, Mah."

Lalu ia tersenyum kecil.

Mungkin kasih sayang itu memang tidak selalu hadir dalam bentuk sorotan yang terang. Mungkin ia hadir sebagai angin yang menyapa diam-diam. Lembut. Tak terasa. Tapi tetap nyata.

 

                                      ***

 

10 September 2021

Lagu K-pop dari boy group EXO mengalun pelan dari radio rumah, mengisi siang yang lengang saat Tara tengah menikmati es kelapa yang baru saja dibelikan Mamah sekalian belanja sayur. Sesekali, mulutnya sibuk mengunyah parutan kelapa yang lembut, meski beberapa terasa keras, seperti kelapa yang hampir tua.

Ponselnya tiba-tiba berdering. Ada panggilan masuk dari nomor tak dikenal. Tara mengernyit, sempat ingin menolak panggilan itu, tapi rasa takut kalau-kalau penting membuatnya mengurungkan niat. Ia pun menjawab, masih sambil menggenggam gelas plastik es kelapa.

"Halo," sapanya pelan.

"Halo, dengan Saudari Tara, betul?" suara berat seorang pria menyapa dari seberang, terdengar cukup formal.

"Iya, betul. Saya sendiri."

"Baik. Perkenalkan, saya Didi, manajer dari Resto Cipta Rasa. Kami ingin memanggil Anda untuk mulai bekerja hari Senin tanggal 13. Apakah bisa?"

Tara hampir saja tersedak es kelapanya. Jantungnya berdegup tak karuan. Panggilan ini terlalu tiba-tiba. Bahkan ia masih dalam keadaan mengunyah parutan kelapa saat menjawab. Menahan gugup, ia menarik napas dalam-dalam.

"Terima kasih sebelumnya, Pak. Saya bisa datang bekerja hari Senin," jawabnya lantang, meski terdengar sedikit kaku.

"Baik, terima kasih atas konfirmasinya, Kak Tara. Sebelumnya, boleh saya tahu apa alasan kamu ingin bekerja di resto kami?"

Tara terdiam sejenak. Ia belum siap untuk pertanyaan itu. Tapi untungnya, ia pernah menghafalkan beberapa jawaban saat persiapan wawancara, meski saat bertemu Bu Sopia kemarin, pertanyaan ini justru tidak ditanyakan. Ia masih mengingat intinya.

"Eemm… karena saya ingin bekerja dengan baik dan mengasah kemampuan saya di Resto Cipta Rasa, Pak," jawabnya sambil menggigit bibir. Ia tahu, waktu itu ia sempat menghafal jawaban yang lebih panjang, tapi sekarang hanya potongan-potongannya yang tersisa di ingatan.

Pak Didi berdeham, namun nada suaranya tetap terdengar ramah. Tara sedikit lega.

"Baik, Kak Tara. Kami tunggu kedatangannya hari Senin, ya. Terima kasih."

Telepon pun ditutup. Tara menghela napas lega. Meski dadakan, ia bersyukur bisa menjawab dengan cukup lancar.

Seketika, ia bersorak kecil. Rasanya seperti mimpi. Diterima kerja di interview pertamanya. Ia memejamkan mata sejenak dan mengucap syukur dalam hati.

"Mah!" serunya, berlari ke dapur, menghampiri Mamah yang tengah memasak.

Wanita itu menjawab dengan dehaman ringan, tapi Tara tak menunggu.

"Aku diterima kerja, dong!" serunya penuh semangat.

Mamah hampir saja menjatuhkan soletnya karena kaget dan senang. Ia langsung menaruh alat masaknya dan menatap Tara penuh.

"Alhamdulillah, Ra! Mamah senang banget. Tadi yang nelpon tuh dari resto?" tanyanya, sepertinya Mamah sempat mendengar sepintas percakapan tadi.

"Iya, Mah. Dan alhamdulillah, aku mulai kerja hari Senin."

Mamah langsung berseri-seri. Ia menunjuk ponsel Tara dengan dagunya. "Cepat kabarin Ayah. Dia pasti senang banget dengar kabar ini."

Tara mengangguk dan segera mengirim kabar gembira itu lewat WhatsApp pada Ayahnya yang sedang bekerja.

Dan saat itulah, untuk pertama kalinya Tara benar-benar merasa: Jadi begini rasanya jadi Kak Dira? Diberi respon hangat, dipercaya, dan disemangati untuk berproses.

Untuk sesaat, dunia seperti memberi ruang padanya untuk tumbuh. Dan kali ini, ia siap melangkah.

 

                                     ***

 

Malam itu seluruh keluarganya sudah terlelap tidur, hanya Tara yang masih terjaga dan tetap duduk di depan laptopnya. Ada teh manis di sisi kanan yang mulai dingin, dan playlist instrumental favoritnya dari Yiruma mengalun lembut di latar. Ia membuka aplikasi menulisnya di laptop dan membuka cerita Tomorrow yang masih berstatus on going di sana. 

Butuh waktu beberapa menit sebelum jari-jarinya mulai mengetik. Tapi saat kalimat pertama muncul, ia tahu cerita ini akan berbeda.

"Besok selalu datang tanpa jaminan. Tapi manusia tetap menaruh harap di sana."

Ia berhenti, membaca ulang. Ada desir hangat di dada. Tomorrow bukan sekadar cerita, melainkan potongan harapan yang diam-diam ia tanam selama ini—tentang hal-hal yang belum sempat ia miliki, tentang cinta yang belum tumbuh, dan tentang dirinya sendiri yang masih mencari.

Malam itu Tara menulis tanpa target halaman, tanpa tahu akan dibaca siapa. Tapi setiap katanya terasa seperti jendela kecil yang membukakan ruang baru dalam dirinya. Di dunia nyata ia sering diam, tapi dalam tulisannya, ia berani bermimpi.

Dan Tomorrow, adalah tempat semua mimpi itu hidup.

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (17)
  • yuliaa07

    real anak tengah sering terabaikan tanpa ortunya sadarii

    Comment on chapter Bagian 4: Sebuah Kabar Baik
  • pradiftaaw

    part damai tapi terjleb ke hati

    Comment on chapter Bagian 18: Teman yang Bernama Cemas
  • langitkelabu

    tidak terang tapi juga tidak redup:)

    Comment on chapter PROLOG
  • jinggadaraa

    gak cuman diceritain capeknya anak tengah ya, tapi juga ada selip2an anak sulung dan bungsunya:) the best cerita ini adil

    Comment on chapter Bagian 10: Tentang si Sulung yang Selalu Diandalkan dan Tentang Anxiety Disorder
  • rolandoadrijaya

    makasih Tara sudah kuat, makasih juga aku

    Comment on chapter Bagian 10: Tentang si Sulung yang Selalu Diandalkan dan Tentang Anxiety Disorder
  • rolandoadrijaya

    gimana gak ngalamin trauma digunjang gempa sendirian:('(

    Comment on chapter Bagian 10: Tentang si Sulung yang Selalu Diandalkan dan Tentang Anxiety Disorder
  • rayanaaa

    seruu banget

    Comment on chapter EPILOG
  • rayanaaa

    Oke, jadi Tara itu nulis kisahnya sendiri ya huhuu

    Comment on chapter EPILOG
  • auroramine

    ENDING YANG SANGAT MEMUASKAN DAN KEREN

    Comment on chapter EPILOG
  • jisungaa0

    nangis banget scene inii

    Comment on chapter Bagian 30: Renungan
Similar Tags
SI IKAN PAUS YANG MENYIMPAN SAMPAH DALAM PERUTNYA (Sudah Terbit / Open PO)
5711      1912     8     
Inspirational
(Keluarga/romansa) Ibuk menyuruhku selalu mengalah demi si Bungsu, menentang usaha makananku, sampai memaksaku melepas kisah percintaan pertamaku demi Kak Mala. Lama-lama, aku menjelma menjadi ikan paus yang meraup semua sampah uneg-uneg tanpa bisa aku keluarkan dengan bebas. Aku khawatir, semua sampah itu bakal meledak, bak perut ikan paus mati yang pecah di tengah laut. Apa aku ma...
Looking for J ( L) O ( V )( E) B
2260      923     5     
Romance
Ketika Takdir membawamu kembali pada Cinta yang lalu, pada cinta pertamamu, yang sangat kau harapkan sebelumnya tapi disaat yang bersamaan pula, kamu merasa waktu pertemuan itu tidak tepat buatmu. Kamu merasa masih banyak hal yang perlu diperbaiki dari dirimu. Sementara Dia,orang yang kamu harapkan, telah jauh lebih baik di depanmu, apakah kamu harus merasa bahagia atau tidak, akan Takdir yang da...
Hatimu jinak-jinak merpati
588      396     0     
Short Story
Cerita ini mengisahkan tentang catatan seorang gadis yang terlalu berharap pada seorang pemuda yang selalu memberi kejutan padanya. Saat si gadis berharap lebih ternyata ...
Archery Lovers
4887      2068     0     
Romance
zahra Nur ramadhanwati, siswa baru yang tidak punya niat untuk ikut ekstrakulikuler apapun karena memiliki sisi trauma saat ia masih di SMP. Akan tetapi rasa trauma itu perlahan hilang ketika berkenalan dengan Mas Darna dan panahan. "Apakah kau bisa mendengarnya mereka" "Suara?" apakah Zahra dapat melewati traumanya dan menemukan tempat yang baik baginya?
Nina and The Rivanos
10317      2497     12     
Romance
"Apa yang lebih indah dari cinta? Jawabannya cuma satu: persaudaraan." Di tahun kedua SMA-nya, Nina harus mencari kerja untuk membayar biaya sekolah. Ia sempat kesulitan. Tapi kemudian Raka -cowok yang menyukainya sejak masuk SMA- menyarankannya bekerja di Starlit, start-up yang bergerak di bidang penulisan. Mengikuti saran Raka, Nina pun melamar posisi sebagai penulis part-time. ...
DariLyanka
3048      1047     26     
Romance
"Aku memulai kisah ini denganmu,karena ingin kamu memberi warna pada duniaku,selain Hitam dan Putih yang ku tau,tapi kamu malah memberi ku Abu-abu" -Lyanka "Semua itu berawal dari ketidak jelasan, hidup mu terlalu berharga untuk ku sakiti,maka dari itu aku tak bisa memutuskan untuk memberimu warna Pink atau Biru seperti kesukaanmu" - Daril
Surat untuk Tahun 2001
5455      2199     2     
Romance
Seorang anak perempuan pertama bernama Salli, bermaksud ingin mengubah masa depan yang terjadi pada keluarganya. Untuk itu ia berupaya mengirimkan surat-surat menembus waktu menuju masa lalu melalui sebuah kotak pos merah. Sesuai rumor yang ia dengar surat-surat itu akan menuju tahun yang diinginkan pengirim surat. Isi surat berisi tentang perjalanan hidup dan harapannya. Salli tak meng...
(L)OVERTONE
2417      854     1     
Romance
Sang Dewa Gitar--Arga--tidak mau lagi memainkan ritme indah serta alunan melodi gitarnya yang terkenal membuat setiap pendengarnya melayang-layang. Ia menganggap alunan melodinya sebagai nada kutukan yang telah menyebabkan orang yang dicintainya meregang nyawa. Sampai suatu ketika, Melani hadir untuk mengembalikan feel pada permainan gitar Arga. Dapatkah Melani meluluhkan hati Arga sampai lela...
Taruhan
59      56     0     
Humor
Sasha tahu dia malas. Tapi siapa sangka, sebuah taruhan konyol membuatnya ingin menembus PTN impian—sesuatu yang bahkan tak pernah masuk daftar mimpinya. Riko terbiasa hidup dalam kekacauan. Label “bad boy madesu” melekat padanya. Tapi saat cewek malas penuh tekad itu menantangnya, Riko justru tergoda untuk berubah—bukan demi siapa-siapa, tapi demi membuktikan bahwa hidupnya belum tama...
Antara Depok dan Jatinangor
336      226     2     
Romance
"Kan waktu SMP aku pernah cerita kalau aku mau jadi PNS," katanya memulai. "Iya. Terus?" tanya Maria. Kevin menyodorkan iphone-nya ke arah Maria. "Nih baca," katanya. Kementrian Dalam Negeri Institut Pemerintahan Dalam Negeri Maria terperangah beberapa detik. Sejak kapan Kevin mendaftar ke IPDN? PrajaIPDN!Kevin × MahasiswiUI!Maria