Loading...
Logo TinLit
Read Story - Heavenly Project
MENU
About Us  

"Kha? Sakha?" 

Nick menepuk pipi sahabatnya itu berulang kali. Pandangannya terlihat gusar, memperhatikan sekeliling ruangan rumah. Tidak ada yang perlu dicemaskan apabila melihat betapa pedulinya Sakha akan kebersihan, tetapi percayalah sahabatnya itu benar-benar tidak ahli dalam menjaga kesehatan diri sendiri. Niat Nick ingin menelpon Sakha untuk mengajak reuni malah harus dikejutkan dengan tangisan kencang dari anak berusia empat tahun ini. Ingin rasanya ia mematikan ponsel begitu saja, tapi instingnya mengatakan ada yang tidak baik-baik saja. 

Kesadaran yang rendah, denyut nadi melambat, dan ... ayolah! Siapa sebenarnya yang menjadi dokter sekarang! 

Kurang ajar lo, Sakha. Lo kenapa, hah? umpat Nick dalam hati. Ia mengibaskan blanket yang menyelimuti tubuh Sakha, memperhatikan kondisi barangkali dapat menemukan petunjuk. Sampai pada akhirnya Nick membalikkan punggung Sakha, menemukan sesuatu di celah sofa. 

"Om Gondrong, Bunda Ray yang manggil Om ke sini?" tanya Ray mendongakkan kepala mengingat tinggi yang begitu timpang. Mata yang tampak berair memerah itu mengerjap dengan polos, sesekali mengelap hidungnya dengan tisu.

Nick menoleh ke arah foto yang terpajang di lemari, lalu tersenyum tipis. "Mungkin."

Melihat anak kecil itu ingin menangis, buru-buru Nick mendekapnya sembari mengeluarkan ponsel di saku celana. Belum sempat menelpon sontak saja pintu rumah terbuka lebar, membuat keduanya tersentak seketika. Seorang wanita dengan blazer yang menyelimuti kemeja cokelatnya itu menarik napas terengah, sesekali membenarkan sandangan tas, begitu juga dengan tas plastik yang berisi berkas. "Nick! Anaknya ...."

Nick hanya menjawab dengan sudut matanya, sembari menepuk pundak kecil yang kini kembali memeluknya. "Jagain!" ucap Nick tanpa mengeluarkan suara. 

Sisil. Ya, kini wanita itu melepaskan heels-nya, memperhatikan kondisi dalam rumah sejenak sembari menggigit bibir bawahnya. Sakha yang tidak sadarkan diri, anak kecil yang berada di pelukan Nick, dan ... wanita itu menoleh ke arah foto, tersenyum hambar.  

"Hm? Om Gondrong, tante ini ada di foto Bunda," ucap Ray tiba-tiba, menoleh ke arah Sisil. 

Sisil mengangguk, duduk di lantai vinyl itu, secepat mungkin mengusap sudut matanya begitu merasakan cairan bening ingin berkumpul di sana. "Sama Tante dulu, ya. Biar Om Nick yang jaga ayah kamu, boleh?" 

"Ayah?" Anak laki-laki itu menoleh ke arah ayahnya sejenak, memperhatikan penuh harap dengan bibir bawahnya yang terangkat. "Ayah Ray sakit?" 

Sisil tersenyum, lalu memperhatikan Nick yang berusaha sebisa mungkin menutupi kegusarannya, sembari menelepon, sengaja memberi jarak jauh. "Ayahnya Ray mau istirahat dulu. Sambil nunggu Ayah Ray bangun, Ray mau temani Tante kerja? Nanti setelah itu kita beli es krim, gimana?" 

Kedua alis anak laki-laki itu menurun, tampak bingung sekaligus cemas. "Ya. Ray ganti baju dulu." 

"Thanks, Sil. Gue udah ketemu penyebabnya, tapi buat pastikan lagi nggak ada salahnya panggil dokter untuk cek kesehatan dia," ucap Nick, begitu langkah kecil anak laki-laki itu menuju kamar dan menutup pintu. Tubuhnya ia daratkan ke lantai, bersandar di sisi bawah sofa, menatap jauh dengan pandangan menerawang. 

Nick kira ia sudah mengerti seperti apa sosok Sakha sebenarnya, tapi pada akhirnya? Ya, selama apa pun ia mengenal, pada akhirnya akan ada sisi kecil yang dihilangkan. Sialnya, kali ini Sakha menghilangkan sisi penting yang seharusnya sangat diperlukan dalam kondisi seperti ini. 

"Sakha kenapa?" tanya Sisil, meminta penjelasan lebih, seakan berusaha meluruskan jalan pikirannya yang kusut. Namun nihil, dunia memang sepertinya tidak berbaik hati untuk membiarkan seseorang berpikiran positif, kenyataan dan harapan selalu bertabrakan. Menghancurkan kehidupan seseorang. 

Tanpa ekspresi, Nick mengeluarkan botol kecil yang sengaja ia letak di saku celana. "Dia bisa gila juga ternyata," ucap Nick, menelan ludah, memberi jalur napas pada tenggorokkannya yang tercekat. "Mengecewakan." 

Sisil tertegun sejenak, lonjakan jelas terlihat menahan keterkejutannya. "Meskipun dulu gue memang melihatnya sebagai orang payah, tapi dia nggak pernah berpikiran sebodoh ini." 

"Ya." Nick tertawa miris, tanpa suara. "Kadang gue berharap kutukan Reina nggak sampai di dia. Meskipun gue nggak bisa nyalahin Reina sepenuhnya. Ralat, setelah gue pikir lagi Reina sebenarnya menjauhkan kutukannya dari Sakha." 

Sama halnya dengan Nick, Sisil tertawa hambar, memperhatikan objek wanita dari foto pigura yang terpajang. Senyuman cerah yang lebar, begitu juga dengan cahaya mata yang berbinar. Wanita itu sudah jelas bukan Reina, kan? "Kalau Reina tau, dia bakal marah besar." 

Nick mengangguk pelan, menyetujui. "Apa kita harus lihat cuaca hari ini?" 

Sisil menoleh, memperhatikan halaman belakang rumah dari pintu geser kaca yang lebar. "Gue harap bukan hujan petir, Nick."

 

***

 

"Sakha gila! Pergi ke mana dia!" 

"Nick! Itu suaranya Reina! Bantuin saya haduh, Nick! Bisa mampus ini!" Di dalam ruang seni satu, buru-buru Sakha merebahkan kain besar. Bukan untuk menyelimuti diri atau berlindung di baliknya, melainkan menyelimuti canvas besar yang baru ia lukis seperempat bagian. 

Berbagai kuas lukis ia letakkan ke ember berisi air, lalu menyembunyikannya di sisi lemari. Tidak hanya itu, jendela ruangan ia tutup, begitu juga gorden disibakkan kembali hingga berhasil membuat ruangan yang tadinya cerah kini terlihat remang. 

"Urus-urusan lo sendiri! Ogah gue!" Nick menyembunyikan komik di balik seragam putihnya, secepat mungkin ia ingin keluar ruangan, tetapi nahas sudah ditarik Sakha kembali ke dalam ruangan. 

"Please. Saya tau benar tipikal Reina, dia jalan ke sini, pasti sudah mengira kalau saya lagi melukis. Kali ini tolong buat pikirannya salah, ya?" Sakha menyatukan kedua telapak tangan, tidak peduli Nick melihatnya seperti apa tapi yang pasti ia hanya teman sebangkunya itu menyetujui permintaannya. 

"Jadi maksud lo, biar gue yang ketangkap basah sama Reina gitu ada di ruang lukis?" Nick menggeleng, tersenyum sinis. "Gue kasih tau, Kha. Satu angkatan tau gue penggila anime, komik atau apalah. Tapi gara-gara event di sekolah, yang gue sesali, mereka juga jadi tau betapa jeleknya lukisan gue!" 

"Tolong saya sekali aja, Nick." Sakha memelas. "Nanti saya lukis karakter favorit kamu, ya? Benar, saya semalam lupa kalau Reina ajak ke perpustakaan kota. Baru ingat pas udah malam." 

Nick mendesis. "Lo cari gara-gara bener sama manusia temperamen kayak dia. Gue nggak mau dilukisin lagi! Tanggung jawab lo, jangan bawa-bawa gue." 

"Saya bellin komik, gimana?" bujuk Sakha langsung, wajahnya berusaha menantang, tetapi raut takut malah lebih jelas terlihat. Nick menghentikan langkah, menoleh ke belakang. "Berapa yang Reina ambil, saya ganti." 

Sebelah sudut bibir Nick terangkat, menatap meremehkan. "Nyaris dua puluh, yakin?" 

Sakha mengangguk. "Saya cicil." 

Usaha Sakha yang menyebalkan. Entah mengapa, keteguhan itu datang ketika di saat yang tidak tepat. Meskipun begitu, pada akhirnya Nick memejamkan mata, mempersiapkan diri. "Ya udah, gue harus ngapain?" 

"Kamu duduk di tengah-tengah sini, sambil baca komik. Sementara saya sembunyi di belakang pintu. Nah, waktu Reina hampiri dan fokusnya ke kamu, saya kabur, gimana?" 

Nick mendelik. "Bukan ide bagus." 

"Sakha! Lo di sini, kan?" 

Pintu ruang seni digebrak begitu saja, meskipun sisi kira pintu terbuka, tetapi sisi kanan yang tadinya tertutup kini terbuka lebar begitu dihentak oleh Reina. Bola mata cokelat gelapnya mengedar sekeliling ruangan, seakan berusaha menemukan setiap kejanggalan yang ada. "Lo ngapain di sini!" 

Nick yang duduk memunggungi, tersentak. Melancarkan perannya dengan buru-buru menyembunyikan komik yang dipegang, tetapi sudah dipastikan dapat diambil oleh Reina. 

Gadis itu berdecak sebal, lagi-lagi melintarkan kalimat begitu panjang dan membuat Nick harus menunduk dalam-dalam untuk menyelamatkan telinga. Ya, sementara dari sudut matanya Nick dapat melihat Sakha yang berada di balik pintu, kini berjalan mengendap, keluar dari ruangan. 

Kurang aja lo, Sakha! batin Nick, mengumpat.

How do you feel about this chapter?

0 1 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
DREAM
839      527     1     
Romance
Bagaimana jadinya jika seorang pembenci matematika bertemu dengan seorang penggila matematika? Apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah ia akan menerima tantangan dari orang itu? Inilah kisahnya. Tentang mereka yang bermimpi dan tentang semuanya.
Negaraku Hancur, Hatiku Pecah, Tapi Aku Masih Bisa Memasak Nasi Goreng
714      357     1     
Romance
Ketika Arya menginjakkan kaki di Tokyo, niat awalnya hanya melarikan diri sebentar dari kehidupannya di Indonesia. Ia tak menyangka pelariannya berubah jadi pengasingan permanen. Sendirian, lapar, dan nyaris ilegal. Hidupnya berubah saat ia bertemu Sakura, gadis pendiam di taman bunga yang ternyata menyimpan luka dan mimpi yang tak kalah rumit. Dalam bahasa yang tak sepenuhnya mereka kuasai, k...
Mendadak Pacar
9383      1903     1     
Romance
Rio adalah seorang pelajar yang jatuh cinta pada teman sekelasnya, Rena. Suatu hari, suatu peristiwa mengubah jalannya hari-hari Rio di tahun terakhirnya sebagai siswa SMA
Tic Tac Toe
482      384     2     
Mystery
"Wo do you want to die today?" Kikan hanya seorang gadis biasa yang tidak punya selera humor, tetapi bagi teman-temannya, dia menyenangkan. Menyenangkan untuk dimainkan. Berulang kali Kikan mencoba bunuh diri karena tidak tahan dengan perundungannya. Akan tetapi, pikirannya berubah ketika menemukan sebuah aplikasi game Tic Tac Toe (SOS) di smartphone-nya. Tak disangka, ternyata aplikasi itu b...
Singlelillah
0      0     0     
Romance
Entah seperti apa luka yang sedang kau alami sekarang, pada kisah seperti apa yang pernah kau lalui sendirian. Pada akhirnya semua akan membuatmu kembali untuk bisa belajar lebih dewasa lagi. Menerima bahwa lukamu adalah bentuk terbaik untuk membuatmu lebih mengerti, bahawa tidak semua harapan akan baik jika kau turuti apalagi membuatmu semakin kehilangan kendali diri. Belajar bahwa lukamu adalah...
REMEMBER
4665      1395     3     
Inspirational
Perjuangan seorang gadis SMA bernama Gita, demi mempertahankan sebuah organisasi kepemudaan bentukan kakaknya yang menghilang. Tempat tersebut dulunya sangat berjasa dalam membangun potensi-potensi para pemuda dan pernah membanggakan nama desa. Singkat cerita, seorang remaja lelaki bernama Ferdy, yang dulunya pernah menjadi anak didik tempat tersebut tengah pulang ke kampung halaman untuk cuti...
Imajinasi si Anak Tengah
2411      1304     16     
Inspirational
Sebagai anak tengah, Tara terbiasa berada di posisi "di antara" Di antara sorotan dan pujian untuk kakaknya. Dan, di antara perhatian untuk adiknya yang selalu dimanjakan. Ia disayang. Dipedulikan. Tapi ada ruang sunyi dalam dirinya yang tak terjamah. Ruang yang sering bertanya, "Kenapa aku merasa sedikit berbeda?" Di usia dua puluh, Tara berhadapan dengan kecemasan yang tak bisa ia jel...
Solita Residen
1937      953     11     
Mystery
Kalau kamu bisa melihat hal-hal yang orang lain tidak bisa... bukan berarti kau harus menunjukkannya pada semua orang. Dunia ini belum tentu siap untuk itu. Rembulan tidak memilih untuk menjadi berbeda. Sejak kecil, ia bisa melihat yang tak kasatmata, mendengar yang tak bersuara, dan memahami sunyi lebih dari siapa pun. Dunia menolaknya, menertawakannya, menyebutnya aneh. Tapi semua berubah seja...
A Missing Piece of Harmony
316      242     3     
Inspirational
Namaku Takasaki Ruriko, seorang gadis yang sangat menyukai musik. Seorang piano yang mempunyai mimpi besar ingin menjadi pianis dari grup orkestera Jepang. Namun mimpiku pupus ketika duniaku berubah tiba-tiba kehilangan suara dan tak lagi memiliki warna. Aku... kehilangan hampir semua indraku... Satu sore yang cerah selepas pulang sekolah, aku tak sengaja bertemu seorang gadis yang hampir terbunu...
Cinta Semi
2497      1026     2     
Romance
Ketika sahabat baik Deon menyarankannya berpacaran, Deon menolak mentah-mentah. Ada hal yang lebih penting daripada pacaran. Karena itulah dia belajar terus-menerus tanpa kenal lelah mengejar impiannya untuk menjadi seorang dokter. Sebuah ambisi yang tidak banyak orang tahu. Namun takdir berkata lain. Seorang gadis yang selalu tidur di perpustakaan menarik perhatiannya. Gadis misterius serta peny...