Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kembali ke diri kakak yang dulu
MENU
About Us  

Suara tanpa wujud

 

  Bel berdentang nyaring, menandakan pelajaran pertama telah usai. Pak Mat menutup pelajaran, lalu melangkahkan kakinya keluar kelas. Hampir semua murid di kelas itu langsung beranjak dari kursi mereka, keluar kelas menuju kantin. Sebagian dari mereka tertawa, melanjutkan pembicaraan lucu yang sempat terjadi selama pelajaran berlangsung. Namun, tetap saja masih ada yang berbisik-bisik membicarakan kejadian sebelum pelajaran dimulai.

  Naln tetap di tempat yang sama, yaitu di kursinya yang berada di pojok ruangan, duduk bersama tas kusam miliknya.

  Naln menundukkan kepala, menyandarkannya pada tangan yang terletak di atas meja. Tanpa disadarinya, seseorang perlahan melangkah mendekat. Saat Naln merasakan kehadiran orang itu berdiri di hadapannya, ia pun mendongakkan kepala. Senyuman tipis mengembang di bibir Naln saat ia mendapati Lenard berdiri di hadapannya.

  “Ada apa, Lenard?.” Naln menarik tubuhnya ke belakang, menyandarkan punggung pada sandaran kursi. Tatapannya kini tertuju pada anak kecil yang berdiri di hadapannya.

  “Eh...kakak mau ga nemenin aku ke kantin?.” Lenard memainkan jari. Ia berharap sang kakak menerima ajakannya. Tapi di sisi lain, Lenard tau bahwa jika kakaknya berada di kantin, suara–suara pelan itu akan di keluarkan oleh Murid–murid saat mata mereka tak sengaja tertuju pada Retakan hitam di kening Naln.

   Naln diam sejenak. Pikiraannya sekarang di penuhi oleh jawaban yang akan ia sampaikan kepada Lenard. Naln tidak ingin menjadi pusat perhatian murid-murid di kantin, terutama karena ia khawatir Lenard juga akan menjadi bahan gosip. Namun di sisi lain, ia tak ingin mengecewakan anak itu. Naln menggaruk leher bagian belakangnya yang tidak gatal.

   “Sebelum kakak jawab, kakak ingin bertanya pada mu, Lenard.” Lenard menatap kakaknya dengan wajah penasaran.

   “Kalo kamu di omongin sama murid lain gara- gara deket sama kakak gimana?.” Intonasi Naln terdengar serius. Lenard diam sejenak.

   “Gapapa, aku ga peduli bakal di omongin atau enggak, intinya aku pengen ke kantin bareng kakak.” Naln menatap mata adiknya dengan seksama, mencari kebohongan di dalamnya. Namun Naln keliru, tatapan Lenard tidak mengandung unsur kebohongan, ia mengucapkan apa yang benar-benar diinginkan oleh hatinya.

   “Ayo kak, jadinya kakak mau gak? Soal uang, kita bagi dua aja uang yang ibu kasih ke aku” Ucap Lenard yang terdengar tidak sabaran. Naln terkekeh, perlahan mulai bangkit. Lenard langsung menyambar tangan kakaknya agar cepat sampai ke kantin. Awalnya Naln kewalahan, tapi ia tak bisa melawan. Naln hanya bisa terus tertawa kecil di sepanjang perjalanan menuju kantin. Mengapa demikian? Karna anak kecil yang menarik tangan nya adalah Lenard. Anak yang berstatus sebagai adik kandungnya, dan anak itu adalah yang teratas dalam daftar orang yang harus Naln lindungi, bahkan lebih dari dirinya sendiri.

 

***

    

  Saat kaki baru beberapa Langkah menelusuri ruangan yang penuh dengan murid–murid yang sedang makan, mulailah suara–suara pelan itu terdengar, namun tidak jelas. Tetapi dari tatapan meraka sangat menyakinkan, bahwa mereka sedang membicarakan Naln yang lewat di hadapan mereka.

  Naln menunduk. Ia merasa malu dan tidak percaya diri setelah suara-suara pelan itu menggema di telinganya. Sementara itu, Lenard tampak masih terus berjalan dengan santai. Namun, yang tidak diketahui Naln, sebenarnya Lenard memikirkan perasaannya. Ia merasa bersalah karena telah mengajak Naln ke kantin. Serba salah bukan menjadi mereka berdua?

  Sesampainya di penjual yang Naln targetkan, yaitu penjual bakso, Lenard langsung memesan dua bungkus untuk dirinya dan Naln. Ternyata, selain para murid yang tidak menyukai Naln, penjual bakso pun tampak memiliki penilaian yang sama. Ia terlihat terburu-buru saat menyiapkan pesanan mereka, seolah ingin cepat-cepat menyelesaikannya. Naln dan Lenard, yang sejak tadi menyadari sikap itu, hanya diam dan menunggu pesanan mereka selesai.

  Bakso beserta topping-nya yang sudah dibungkus dimasukkan ke dalam kantong plastik. Lenard menerima kantong itu saat abang bakso menyerahkannya, lalu membayar tanpa banyak bicara.

  Naln dan Lenard, langsung beranjak keluar kantin, meninggalkan suara–suara pelan yang masih menggema di setiap sisi kantin yang luas.

  Lenard tiba-tiba menghentikan langkahnya di tengah perjalanan. Naln mengangkat alis, heran. Ia berdiri di hadapan Lenard yang menunduk. Naln berjongkok, menyamakan tinggi badannya dengan Lenard yang memang lebih pendek darinya. Tangan Naln terulur untuk memegang pundak Lenard.

  “Kenapa Lenard?.” Tanya Naln dengan wajah khawatir.

  “Kakak pasti merasa ga nyaman pas di kantin…” Lenard mendongak menatap mata sang kakak yang kenyataannya lebih indah dibanting matanya sendiri. Naln memiliki warna mata yang unik, yaitu berwarna biru muda. Meski banyak yang bermata biru, mata Naln punya kilau yang berbeda, seolah tetesan laut pagi yang menyimpan bias cahaya bintang terakhir sebelum fajar.

  “Hmm…sejujurnya memang iya, tapi kamu tidak perlu merasa khawatir denga napa yang kakak rasakan, kamu udah lama pengen baso Abang itu kan?”

  “Aku gamau beli di tukang baso itu lagi.” Intonasi Naln terdengar kesal, wajahnya juga menunjukan bahwa Leenard sedang kesal. Tetapi dengan wajah Lenard yang sedikit Chubby, membuat Naln terlihat lebih menggemaskan Ketika sedang marah atau kesal.

  “Loh, kenapa?.” Naln terkekeh melihat perubahan adiknya yang tiba–tiba.

  “Abang nya gasuka sama kakak, keliatan dari cara dia saat membuat pesanan ku, buru–buru, dasar.” Naln semakin terkekeh mendengar kritikan untuk Abang baso yang keluar dari mulut Lenard.

  “Hush, kamu ga boleh begitu, jangan berprasangka buruk sebelum kamu mengetahui kebenarannya.”

  “Kakak ga sadar? Jelas–jelas ia buru–buru karna ada kakak di situ, padahal kakak ga ngapa–ngapain, buat apa takut? Harusnya kakak mengatakan kalimat kakak tadi kepada Abang baso, bukan ke aku.” Bibir Naln mengukir sedikit seringai. Benar juga kata Lenard, batinnya.

  “Sudahlah, Lenard, biarkan itu berlalu, lebih baik kau segera makan baksonya, nanti keburu dingin, gaenak.” Naln mencubit gemas pipi Lenard.

  “Gamau, buat kakak aja.” Lenard menodorkan kantong kresek berisi 2 bungkus baso.

  “Eeh?...” Naln menggelengkan kepala, tersenyum.

  “Beneran nih kamu gak mau?” Tanya Naln memastikan. Lenard spontan mengangguk.

  “Bener ya, nanti jangan minta pas kakak makan.” Naln terkekeh seraya menerima kantong kresek berisi 2 bungkus baso. Naln bangkit.

   “Ayo jangan marah lagi, temenin kakak makan ya di kelas” Lenard membalas dengan anggukan dan senyuman.

   Saat kaki mereka menapaki lantai kelas 6A, Naln langsung duduk di kursinya. Ia memindahkan tas kusamnya ke lantai, memberi ruang agar Lenard bisa duduk tepat di sebelahnya.

   Naln mengambil sebungkus plastik berisi bakso, lalu menggigit ujungnya hingga terbentuk lubang kecil. Melalui celah itu, ia mulai memakan bakso dengan lahap, seolah lupa bahwa di sebelahnya ada Lenard yang sedari tadi menatap bakso yang akan masuk ke mulut Naln.

   Selesai bungkus pertama, selanjutnya ronde 2. Naln mengambil bungkus kedua alias terakhir. Membuat lubang, lalu mulai memakan bakso lewat celah yang ia buat. Naln menyadari tatapan Lenard tanpa kedipan itu. Iseng mendekatkan bakso tersebut ke mulut Lenard, anak itu melahap 1 baso utuh sekaligus. Naln tertawa.

 

***

 

  Kali ini berbeda. Saat tiba di depan rumah, Lenard melepas sepatunya dengan wajar, lalu meletakkannya dengan rapi di rak sepatu. Tak seperti kemarin, ketika sepatunya dibiarkan berserakan di atas tanah dalam posisi yang tak beraturan.

  Naln langsung masuk ke kamarnya yang pengap, sementara Lenard menghampiri ibunya yang sedang sibuk memasak di dapur.
  Beberapa menit berlalu. Tiba-tiba, Lenard membuka pintu kamar Naln tanpa mengetuk terlebih dahulu. Naln, yang sejak tadi melamun menatap tembok, kini mengalihkan pandangannya ke arah Lenard.

  “Eh…kakak, di suruh ibu ambil kayu bakar.” Naln mengangguk lalu segera bangkit.

  “Boleh aku temani?“ Leenard menatap Naln antusias, ia ingin sekali ikut. Naln tersenyum, tangan nya bergerak untuk membelai rambut Lenard yang sedikit berantakan dengan lembut.

  “Tidak boleh, kau bantu ibu saja di dapur.” Wajah Lenard tampak murung karena ia tidak diizinkan ikut mencari kayu bakar bersama kakaknya. Sementara itu, Naln melangkah pergi tanpa berkata apa-apa, meninggalkan Lenard yang hanya bisa menatap punggungnya dari dalam kamar.

   Sebelum pergi ke hutan mencari kayu bakar, tak lupa, Naln mengambil peralatannya terlebih dahulu di Gudang yang terletak tepat di samping rumah. Naln mengambil beberapa peralatan, seperti golok, kapak kecil, sarung tangan kasar, dan tali. Setelah semua peralatan terkumpul, Naln memulai perjalannya menuju hutan yang biasa ia kunjungi untuk mencari kayu bakar.

   Setelah beberapa menit perjalanan, Naln akhirnya sampai di tujuan. Hutan itu terletak tak jauh dari rumahnya, jadi perjalanan ke sana tidak terlalu menguras tenaga. Namun, hal itu hanya berlaku saat berangkat. Saat pulang ke rumah sambil membawa banyak kayu bakar di punggung, perjalanan singkat itu akan terasa lebih berat.

   Namun bagi Naln, itu bukanlah masalah besar. Ia sudah terbiasa melakukan hal seperti ini berulang kali. Meskipun ia hanya disuruh oleh ibunya yang seolah menganggap Naln ada hanya saat dibutuhkan, Naln tetap menerima dan menjalankan tugasnya dengan patuh. Baginya, seorang anak harus tetap berbakti kepada orang tua, karena sang ibu telah berjasa mengandungnya selama sembilan bulan.

   Naln mulai menjalankan misinya untuk mencari kayu bakar. Namun, kali ini situasinya berbeda dari biasanya. Ia kesulitan menemukan kayu yang kering karena hujan sempat turun semalam, membasahi seluruh hutan.

   Satu jam mencari kayu yang kering. Naln mendapatkan hasil yang lebih sedikit di banding biasanya. Mungkin besok ia akan disuruh mencari kayu bakar Kembali jika penghasilan yang ia dapat sedikit. Saat sedang fokus mencari kayu bakar…

   “Mau ku bantu?.” Naln hampir saja tergelincir di tanah yang licin akibat hujan, ketika tiba-tiba ia mendengar sebuah suara. Ia segera menyapu pandangannya ke sekeliling, mencari sosok pemilik suara itu. Namun, tak ada seorang pun yang terlihat di dekatnya. Hembusan angin yang menyentuh kulit membuat bulu kuduknya berdiri, ada sesuatu yang terasa tidak biasa.

   “Kenapa kau tampak bingung ‘pemilik ke 2’? Kau tidak tahu kelebihan mu yang satu ini?.” Naln tampak semakin kebingungan mendengar perkataan suara tanpa wujud itu. Dalam hatinya, ia bertanya-tanya dengan gelisah, dari mana asal suara itu? Siapa yang berbicara padanya?.

   “Siapa itu! Apa maksud perkataan mu barusan?!” Naln memberanikan diri membuka mulut untuk membalas perkataan suara tanpa wujud itu. Di saat yang sama, ia mengangkat golok yang sedari tadi digenggamnya erat, bersiap menghadapi kemungkinan serangan mendadak dari arah mana pun. Suara itu terkekeh mendengar balasan Naln.

   “Pantas saja, kejadian di kelas nya pun ia tidak mengerti. Mengapa bisa berpindah tempat? Apa maksud mata merah yang di katakana oleh Zen? Dan sekarang kau tak tau dengan siapa kau bicara? “ Intonasi suaranya terdengar sedang mengejek.

   “Sepertinya kekuatan mu ini…aktif dalam jangka waktu yang lebih lama daripada si ‘pemilik pertama’. Terlihat jauh sekali perbedaannya.” Naln mengerutkan keningnya. Dalam hatinya, berbagai pertanyaan saling bertabrakan, ingin segera ia lontarkan kepada suara tanpa wujud itu, terutama setelah kalimat misterius yang baru saja diucapkan beberapa detik lalu. Aktif dalam jangka waktu yang lebih lama? Siapa yang di maksud si ‘pemilik pertama’ ?

    “Jawab pertanyaan ku, apa maksud dari kalimat mu barusan!?” Naln sekali lagi melontarkan pertanyaan yang sama.

    “Kau sedang berbicara dengan alam, Naln.” Naln seketika terdiam. Tentu saja ia terkejut mengetaui kenyataan ia sedang berbicara dengan alam.

    “Mungkin menurutmu ini adalah hal yang menyimpang, tapi inilah kenyataan, kau harus menerima dan memercayainya.” Perasaan Naln sedikit melega, tetapi ia harus tetap waspada untuk kemungkinan serangan yang akan datang tanpa aba – aba.

    “Memangnya ada manusia yang mampu berbicara dengan alam?” Naln bertanya dengan ekspresi yang benar – benar kebingungan. Alam terkekeh.

    “Pakai otak mu keseluruhan, Naln. Tentu saja ada, contoh saja diri kamu sendiri, tapi mungkin ada yang kau tak tau. Manusia yang memiliki kelebihan mampu berbicara dengan alam, hanya ada 5 dari miliayaran penduduk di muka Bumi ini, dan salah satunya adalah kamu, Naln.” Naln diam sejenak. Berusaha menyimpulkan pernyataan yang di sampaikan oleh Alam.

   “ Ohh…Begitu…” Naln kehabisan kata – kata. Ia sebenarnya masih tidak percaya bahwa ia sedang berbicara dengan alam.

   “Mau ku bantu kau mencari kayu yang kering?” Naln mengangkat alisnya, tidak percaya dengan kalimat yang baru saja di katakana oleh Alam.

   “Serius? “ Naln bertanya. Memastikan Alam benar – benar ingin membantunya. Jika Alam bersedia membantunya mencari kayu bakar yang kering, besok ia tidak usah ke hutan mencari kayu bakar lagi.

   “Iya, Naln.” Seketika, bibir Naln membentuk senyuman lebar. Ia merasa senang karena mendapat bantuan. Tak masalah jika bukan manusia yang membantunya, dapat bantuan dari Alam terasa jauh lebih baik dan lebih mudah. Suhu ni Bos, hehe.

    Alam memberi tahu Naln di mana lokasi kayu kering berada. Dengan sigap, Naln memungut kayu-kayu itu dan membawanya ke titik awal, tempat ia mengumpulkan semua temuannya. Sesekali ia bertanya hal lain, dan Alam senantiasa menjawab dengan sabar. Keduanya cepat akrab. Naln merasa senang mendapat seseorang- , bukan, lebih tepatnya, suara yang menerimanya, yang mau mengobrol dengannya, seperti Lenard. Meski suara itu tak memiliki wujud, Naln tetap merasa nyaman. Bahkan sangat nyaman.

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
One Milligram's Love
1047      804     46     
Inspirational
Satu keluarga ribut mendapati Mili Gram ketahuan berpacaran dengan cowok chindo nonmuslim, Layden Giovani. Keluarga Mili menentang keras dan memaksa gadis itu untuk putus segera. Hanya saja, baik Mili maupun Layden bersikukuh mempertahankan hubungan mereka. Keduanya tak peduli dengan pandangan teman, keluarga, bahkan Tuhan masing-masing. Hingga kemudian, satu tragedi menimpa hidup mereka. Layden...
Jalan Menuju Braga
390      304     4     
Romance
Berly rasa, kehidupannya baik-baik saja saat itu. Tentunya itu sebelum ia harus merasakan pahitnya kehilangan dan membuat hidupnya berubah. Hal-hal yang selalu ia dapatkan, tak bisa lagi ia genggam. Hal-hal yang sejalan dengannya, bahkan menyakitinya tanpa ragu. Segala hal yang terjadi dalam hidupnya, membuat Berly menutup mata akan perasaannya, termasuk pada Jhagad Braga Utama--Kakak kelasnya...
To the Bone S2
392      285     1     
Romance
Jangan lupa baca S1 nya yah.. Udah aku upload juga .... To the Bone (untuk yang penah menjadi segalanya) > Kita tidak salah, Chris. Kita hanya salah waktu. Salah takdir. Tapi cintamu, bukan sesuatu yang ingin aku lupakan. Aku hanya ingin menyimpannya. Di tempat yang tidak mengganggu langkahku ke depan. Christian menatap mata Nafa, yang dulu selalu membuatnya merasa pulang. > Kau ...
Monday vs Sunday
112      97     0     
Romance
Bagi Nara, hidup itu dinikmati, bukan dilomba-lombakan. Meski sering dibandingkan dengan kakaknya yang nyaris sempurna, dia tetap menjadi dirinya sendiricerewet, ceria, dan ranking terakhir di sekolah. Sementara itu, Rei adalah definisi murid teladan. Selalu duduk di bangku depan, selalu ranking satu, dan selalu tampak tak peduli pada dunia luartermasuk Nara yang duduk beberapa meja di belaka...
Dalam Waktu Yang Lebih Panjang
351      262     22     
True Story
Bagi Maya hidup sebagai wanita normal sudah bukan lagi bagian dari dirinya Didiagnosa PostTraumatic Stress Disorder akibat pelecehan seksual yang ia alami membuatnya kehilangan jati diri sebagai wanita pada umumnya Namun pertemuannya dengan pasangan suami istri pemilik majalah kesenian membuatnya ingin kembali beraktivitas seperti sedia kala Kehidupannya sebagai penulis pun menjadi taruhan hidupn...
Wilted Flower
288      216     3     
Romance
Antara luka, salah paham, dan kehilangan yang sunyi, seorang gadis remaja bernama Adhira berjuang memahami arti persahabatan, cinta, dan menerima dirinya yang sebenarnya. Memiliki latar belakang keluarga miskin dengan ayah penjudi menjadikan Adhira berjuang keras untuk pendidikannya. Di sisi lain, pertemuannya dengan Bimantara membawa sesuatu hal yang tidak pernah dia kira terjadi di hidupnya...
40 Hari Terakhir
577      446     1     
Fantasy
Randy tidak pernah menyangka kalau hidupnya akan berakhir secepat ini. Setelah pertunangannya dengan Joana Dane gagal, dia dihadapkan pada kecelakaan yang mengancam nyawa. Pria itu sekarat, di tengah koma seorang malaikat maut datang dan memberinya kesempatan kedua. Randy akan dihidupkan kembali dengan catatan harus mengumpulkan permintaan maaf dari orang-orang yang telah dia sakiti selama hidup...
Hideaway Space
70      56     0     
Fantasy
Seumur hidup, Evelyn selalu mengikuti kemauan ayah ibunya. Entah soal sekolah, atau kemampuan khusus yang dimilikinya. Dalam hal ini, kedua orang tuanya sangat bertentangan hingga bercerai. evelyn yang ingin kabur, sengaja memesan penginapan lebih lama dari yang dia laporkan. Tanpa mengetahui jika penginapan bernama Hideaway Space benar-benar diluar harapannya. Tempat dimana dia tidak bisa bersan...
Tic Tac Toe
386      312     2     
Mystery
"Wo do you want to die today?" Kikan hanya seorang gadis biasa yang tidak punya selera humor, tetapi bagi teman-temannya, dia menyenangkan. Menyenangkan untuk dimainkan. Berulang kali Kikan mencoba bunuh diri karena tidak tahan dengan perundungannya. Akan tetapi, pikirannya berubah ketika menemukan sebuah aplikasi game Tic Tac Toe (SOS) di smartphone-nya. Tak disangka, ternyata aplikasi itu b...
Perahu Jumpa
248      207     0     
Inspirational
Jevan hanya memiliki satu impian dalam hidupnya, yaitu membawa sang ayah kembali menghidupkan masa-masa bahagia dengan berlayar, memancing, dan berbahagia sambil menikmati angin laut yang menenangkan. Jevan bahkan tidak memikirkan apapun untuk hatinya sendiri karena baginya, ayahnya adalah yang penting. Sampai pada suatu hari, sebuah kabar dari kampung halaman mengacaukan segala upayanya. Kea...