“Dahulu pernah sebahagia itu”
***
Para sesepuh yang telah melalui banyaknya kehidupan akan berkata bahwa masa-masa sekolah adalah masa yang menyenangkan. Mereka akan selalu berkata bahwa nikmati masa tersebut sebelum kamu melihat cara kerja dunia yang sangat menyakitkan. Tidak ada yang menyangka bahwa apa yang dikatakan oleh sesepuh itu benar adanya. Orang-orang akan mengatakan kepada anak muda untuk menikmati setiap masa yang sedang dijalani karena ketika masa tersebut telah usai, yang tersisa hanya sepucuk kenangannya.
Mendapatkan kesempatan untuk kembali melihat kampus tercinta sekaligus sedikit bernostalgia. Erilya kembali diajak dosen pembimbingnya untuk makan mie ayam di warung terdekat. Mie ayam adalah favorit dosennya. Beberapa kali dia diajak makan mie ayam bersama. Sekarang pun setelah menikah, dosennya masih suka melakukan tersebut. Kenangan yang pernah dilalui itu kini mereka rasakan kembali.
“Dulu kamu malu-malu banget kalau ditraktir, sekarang kayaknya santai-santai aja.” Dosen itu tertawa mengingat betapa sopan dan polosnya Erilya kala itu.
“Haha sekarang sudah tahu susahnya kehidupan, Mba. Jadi ditraktir adalah solusi kenyang tanpa mengeluarkan duit.”
Banyak hal yang dibicarakan oleh Erilya dan dosennya tentang karir teman-temannya, tentang pendidikan, tentang kelakuan mahasiswa-mahasiswanya, dan bahkan tentang peraturan birokat yang membuat dosen pusing. Semua itu berakhir ketika magrib tiba. Mereka berpisah. Dosennya kembali ke rumahnya dan Erilya kembali ke kosan Helena.
Erilya dan Helena berkuliah di kota yang sama tetapi universitas mereka berbeda. Erilya menikmati kota tempat dulu dia pernah singgah. Kota tersebut menjadi salah satu kota metropolitan yang ramai di Indonesia. Banyak universitas negeri maupun swasta di sana. Banyak anak sekolah juga. Erilya merasa menemukan kenangannya. Dulu dia dan temannya sering bermotoran ke bawah untuk mencari suasana segar dari rasa penat.
Setelah kembali ke tempat kos-kosan adiknya, Erilya juga mengingat dulu dia dan keluarganya tinggal semalam untuk persiapan wisudanya. Sungguh itu adalah masa-masa yang menyenangkan. Ternyata sudah lama kejadian itu berlalu, sekarang Erilya hanya bisa menjalani apa yang bisa dia jalani.
“Udah selesai kak urusannya?” Helena muncul membuka pintu dengan handuk yang melilit di kepalanya. Gadis itu selesai mandi rupanya.
“Udah sih.” Wajah adiknya terlihat sumringah mendengar jawaban kakaknya. Pasti ada rencana yang telah disusun oleh adiknya.
“Besok aku nggak ada kelas. Kita jalan-jalan yuk.”
Erilya mengingat jadwalnya. Sepertinya tidak ada jadwal yang perlu dia lakukan saat ini. Dia lalu mengangguk. Adiknya terlihat senang. “Emang mau ke mana?”
“Ke taman yang dulu nggak sih? Taman bunga itu kayaknya habis kebarakan terus direnovasi jadi bagus lagi. Banyak spotnya juga.”
“Ah capek banget kalau motoran sampai situ sih, Hel.” Erilya mengambil baju dan peralatan mandinya. Dia merasa gerah dan ingin mandi saat ini juga.
“Nanti gantian aku yang di depan deh.”
Erilya langsung menutup tasnya dengan kencang. Itu adalah pilihan terburuk dari yang pernah ada. Masalahnya ya Helena ini memang sangat-sangat dijaga di keluarga mereka. Maka dari itu, gadis itu tidak diberi fasilitas motor seperti Erilya dulu.
“Kayaknya nggak perlu deh.” Erilya langsung masuk ke kamar mandi.
Setelah selesai dengan kegiatannya Erilya keluar dan menatap adiknya yang sedang bermain ponsel. Sepertinya gadis itu sedang memberi pesan kepada pacarnya.
“Besok jadi mau pergi nggak, Kak?” tanya Helena. Erilya memincingkan matanya, sepertinya adiknya itu memiliki rencana lain jika tidak pergi dengannya. Dia berpikir ulang, daripada besok harus membusuk di kamar kosan, lebih baik dia menyetujui tawaran adiknya.
“Jadi aja, yok. Bayarin tiketnya tapi.” Helena melirik kakaknya dengan sinis. Tapi kalau dia pikir-pikir lagi, daripada kakaknya tidak mau diajak jalan dia akhirnya mengiyakannya. “Yaudah.”
“Ntar wahananya aku bayarin. Mau nyobain naik dinosaurus boleh, ngasih makan kelinci boleh, mau perosotan juga boleh deh.” Helena langsung bersemangat dan mengedipkan matanya dengan lucu. Binary-binar cahaya keluar dari sorotan adiknya. “Ish, gitu baru seneng. Tadi nggak seneng,”
“Hehe, kalau ditotal lebih mahal kalau nyoba semua wahana sih, Kak. Haha. Janji loh ya.”
“Ya. Tidur gih udah malem. Kalau nggak mau tidur yaudah, aku yang tidur. Capek. Besok harus menjadi kang ojek juga.” Erilya langsung menarik selimutnya.
Adiknya itu telihat bahagia sambil mengirim pesan kepada pacarnya. Itulah enaknya memiliki pasangan, bisa berbagi apa pun. Sedangkan dirinya tidak ada siapa pun yang dapat mendengarkan cerita dan keluh kesah dirinya. Terbiasa sendiri memang harus bertahan dalam sepi. Ada harga yang harus dibayar untuk sebuah cita-cita. Meskipun dia masih dalam proses mencari jati dirinya, tetapi dia berusaha menghindari segala hal yang menghiilangkan fokusnya. Daripada itu semua, yang terpeting dia sudah kembali dari masa-masa berat berada di rumah sakit. Dia masih ingat betapa sakitnya ketika terapi untuk kembali berjalan itu. Rasanya otot dan pembuluh darahnya berteriak bersama-sama untuk menolak. Beruntungnya semua telah terlewati sehingga Erilya bisa kembali beraktivitas seperti biasa.
***
Erilya sudah banyak berubah dari taman bunga itu. Pertama kali dia datang ke sana bersama dengan teman-temannya. Taman itu belum memiliki banyak wahana. Isinya hanya taman bunga dan beberapa hewan seperti burung jalak. Itu pun punya orang yang berjaga di sana. Sisanya hanya ada bangunan eropa mini dan tamanan bunga yang luas. Kedua kalinya dia ke sana, beberapa wahana sudah ditambahkan, ada bianglala yang masih dalam proses pemasangan, rumah-rumah kelinci yang sudah diisi, dan hewan dinosaurus di lantai dua yang dapat ditunggangi dan disewakan kepada pengunjung.
Ketiga, saat ini semua telah berubah. Setelah beberapa tahun lalu kebakaran, taman bermain itu kembali di renovasi. Restoran yang kebakaran itu telah berganti desain. Stand-stand pedagang kaki lima juga lebih banyak di tambahkan di sekitar restoran itu. Bianglala yang dulu masih dalam pemasangan sudah beroperasi, di sekitar rumah kelinci juga terdapat miniatur petualangan dino. Ada patung-patung dino yang lebih besar dari manusia dan kepalanya dapat digerakkan. Ada juga trecking untuk motoran. Semuanya sudah banyak berubah.
“Wah, makin cantik ya, Kak. Nggak nyangka bisa ke sini lagi deh. Dulu kakak masih kuliah jadi kita bisa sering jalan-jalan. Sekarang mana bisa kayak gitu.” Helena senang sekaligus sedih jika mengingat kenangan yang pernah mereka lalui. Ternyata semua itu sudah berlalu lama.
“Ya. Makin bagus kan. Banyak wahana tuh. Mau main apa aja?”
Helena berpikir dan menatap sekeliling. Dia tertarik untuk mencoba semuanya. “Nyobain seluncuran pelangi dulu kalik ya? Bener itu aja. Ayok, Kak.” Helena menginstruksikan untuk maju melalui tangan kanannya.
Erilya mengeluarkan uang untuk membayar satu sesi Helena. Perempuan itu kemudian turun ke bawah untuk merekam. Dia akan mengirimkan video rekamanan itu untuk ayah dan ibunya. Biasanya mereka memang akan menanyakan ke mana mereka seharian. Jalan-jalan dapet apa? Dan lain sebagainnya.
Sepenjang mencoba banyak permainan, Helena tidak henti-hentinya tertawa dengan kencang. Gadis itu terlihat sangat-sangat bahagia kali ini. Dia bisa merasakan seperti adik yang bisa mendapatkan apa aja dari kakaknya. Keduanya memang saling menyayangi satu sama lain.
Erilya menyadari bahwa seberat apa pun hidupnya semua akan terasa lebih ringan jika melihat orang tersayang di hidupnya bahagia. Dia ingin merasakan seperti Helena yang bersenang-senang tanpa beban. Dia ingin menjadi lebih berani menghadapi hidup dan menerima keadaan saat ini. Sekali lagi, meskipun hidupnya seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan dan percintaan, tapi dia sudah cukup bahagai. Seharusnya memang dia lebih banyak bersyukur karena ada orang-orang yang menyayanginya.
“Aku doang nih kak yang main?” tanya Helena untuk yang terakhis kalinya. Dia ingin mencoba mengikuti ‘Petualangan Dino’ yang dibuat oleh pengelola taman.
“Iya. Berapa kali kamu harus nanya sih? Udah capek banget aku jawabnya, kamu nanya setiap aku mau ngeluarin uang buat bayar.”
“Kakak sengaja nggak ikutan main biar hemat kan?” Helena menatap kakaknya dengan intens dan mengedipkan matanya berkali-kali. Erilya langsung mengalihkan pandangannya. Mata adiknya sangat berbahaya untuk menghipnotis dirinya.
“Heh, siapa yang bilang itu? Kakak nggak mau karena nggak sesuai sama umur kakak. Udahlah kamu masuk sana udah mau dimulai. Aku tunggu di restoran aja. Aku lapar.” Erilya melenggang pergi dan berjalan ke restoran. Perutnya terasa lapar. Dia melihat jam dan ternyata waktu sudah menunjukkan setengah hari. Pantas perut Erilya minta asupan gizi.