Loading...
Logo TinLit
Read Story - Ikhlas Berbuah Cinta
MENU
About Us  

Ayah dan Emak sangat bahagia ketika mendengar bahwa Bang Leo mengabarkan hendak menikah dan datang untuk memohon restu orang tua agar semuanya dimudahkan. 

Sejak seminggu lalu, Emak sudah bisa pulang ke rumah. Sekarang kondisi rumah tak seperti dulu lagi, walaupun permasalahan kedua pasangan itu belum ditemukan ujungnya, apalagi kini diambang perpisahan. Namun, aku tetap berharap agar mereka mempertahankan hubungan rumah tangga itu. Bukan cuma mereka, tetapi Ayah dan Emak juga akan merasakan beban jika anak-anak mereka harus bercerai.

Mawar datang ke rumah saat kami duduk di ruang tamu dan dia langsung menghampiriku. Jika dulu dia selalu menatap tak sudi, sekarang dari sorot matanya aku bisa melihat kalau dia membutuhkan bantuanku.

"Kak, aku mohon bujuk Bang Andan agar kami tidak bercerai. Mawar mohon, Kak," pintanya menghiba.

"Mawar!" Suara Emak meninggi, membuat kami semua terlonjak kaget.

"Itu urusanmu, rumah tanggamu. Seharusnya urus sendiri, jangan libatkan orang lain, terutama Dhira. Urus sendiri urusanmu!" Hardik Emak ketus. 

Dunia terasa terbalik, jika dulu suara tinggi itu ditujukan padaku, tetapi sekarang Mawar yang harus menerimanya. Sejak dulu dia memang tidak pernah berpikir dewasa.

"Tapi, Mak. Bang Adnan meminta bercerai karena dia menyukai Kak Dhira, bukan Ma …." 

Emak langsung memotong ucapannya.

"Makanya selesaikan bersama suamimu!" 

Setelah itu, Mawar ngambek dan masuk ke kamarnya. Aku sudah paham sifatnya yang masih kekanak-kanakan walaupun sudah menikah. Astaga. 

Emak langsung mengalihkan pembicaraan. 

"Kapan rencana mau melamar itu, Nak?" tanya Emak kepada Bang Leo dengan suaranya yang lembut. 

"Bagaimana kalau hubungan Mawar dan suaminya membaik dulu, Mak. Gak enak kalau kondisi seperti ini malah harus melamar," tanya Bang Leo. 

"Mawar jangan dipikirkan, sebentar lagi dia akan berdamai dengan suaminya. Dulu juga seperti itu, kok," ujar Emak ngotot. 

"Gimana kalau besok, Mak?" tanya Bang Leo akhirnya meminta pertimbangan. 

Aku tersenyum, makin cepat makin baik, belakangan ini Zahra sering menyendiri dan mengurung diri di kamar, aku tidak ingin dia makin tertutup.

***

Aku kembali mengunjungi Zahra dan langsung masuk ke kamarnya. Ternyata, dia masih bermanja-manja dengan kasur empuknya. Padahal hari sudah hampir menjelang Dzuhur, tetapi dia belum melakukan apa-apa. 

"Bangun, Ra, masa tidur mulu. Sarapan sana, " bujukku sambil menarik paksa tangannya. Zahra malah kembali menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya.

"Malas, Dhi!" jawabnya, singkat 

"Gimana mau jadi istri orang kalau malas gini"

"Aku gak mau nikah kalau bukan sama Bang Leo, titik!!!"

Aku terkekeh geli melihat kelakuannya yang masih kekanak-kanakan. 

"Makanya jadi orang yang rajin dulu biar dapat suami idaman!" ledekku padanya. 

Zahra langsung duduk. Astaga dia sangat acak-acakan tak tertolong.

"Malas!!!" ujarnya kembali merebahkan tubuhnya. Aku kehabisan akal membujuknya hingga akhirnya aku keluar dari kamarnya.

Di ruang tamu aku bercerita banyak hal dengan Tante Mia, bahkan sampai sekarang Beliau sebagai ibu belum tahu penyebab putrinya seperti itu karena Zahra memang gak pernah bercerita.

"Tante sudah sering bertanya, tetapi Zahra tidak pernah menjawab. Bahkan, kemarin dia hampir melempar pot bunga saat Lukman masuk ke kamarnya."

"Zahra galau karena pria, Tante," bisikku yang membuat Tante Mia melotot.

"Siapa?"

"Nah itu dia Tante, kalau Tante dan om bersedia, nanti malam Dhira bisa bawa prianya ke sini."

"Nak Dhira kenal baik prianya? Silahkan, Nak. Tante yakin pria pilihanmu pasti yang terbaik," ucap Tante Mia seolah mengandalkan pilihanku.

Aku tersenyum lega. Setidaknya sudah meminta izin pada orang tuanya walaupun Zahra tidak tau apa-apa. 

Semacam kejutan.

***

Setelah Salat Maghrib kami bersiap-siap menuju rumah Zahra. Aku belum sempat bercerita sudah berbaikan bersama keluarga karena memang Zahra sibuk galau sehingga jangan salahkan aku jika terkejut melihat ini.

"Sudah siap, Mak, juga Ayah?" tanya bang Leo yang duduk di kursi kemudi. Kami akan memakai mobil Bang Munar.

"Sudah, Nak," jawab Emak dengan aura yang memancar bahagia. 

setelahnya kami berangkat. Mobil membelah jalanan kota yang lumayan padat karena kebetulan malam Minggu.

"Emak tidak terlalu kenal dengan Zahra itu, tapi emak yakin dia adalah pilihan terbaik untuk Leo. Emak yakin pilihanmu tidak akan salah," lanjut Emak yang duduk di sampingku.

"Semoga, Mak."

Mobil telah memasuki gang ke rumah Zahra, lalu berhenti di depan sebuah rumah bercat biru.

"Wah, ini rumahnya? Emak jadi minder kalau punya menantu kaya," kata Emak terus-terang. 

Aku menggandeng tangan Emak memasuki rumah besar itu.

"Ayo masuk, Ma," ajakku ketika kulihat Emak tampak ragu-ragu. 

Ayah, Emak dan Bang Leo pun mengekor. Bisa kulihat Bang Leo tampak sangat gugup. Abangku terlihat dua kali lebih tampan saat memakai baju koko. Entah kenapa pria yang memakai baju koko terlihat lebih kharismatik.

Demikian halnya dengan Emak, yang memakai baju gamis, sepadan dengan warna baju Ayah. Sederhana, tetapi sangat elegan. Bahkan, mereka terlihat muda dibandingkan usia sebenarnya. Aku juga sudah memoleskan sedikit make-up untuk emak agar terlihat lebih segar.

Kulihat Tante Mia sudah berdiri di depan pintu, karena memang aku sudah mengatakan sebelumnya akan berkunjung ke rumah. Om Radit yang tersenyum ramah menyambut kami.

"Assalamualaikum, Tante," sapaku. Walaupun biasanya aku langsung menerobos masuk, tetapi kali ini situasinya beda. 

"Waalaikumsalam, Nak. Alhamdulillah sudah sampai."

Beliau beralih menyalami Emak dan Ayah sambil tersenyum ramah.

"Kenalkan Om, Tante, ini orang tua Dhira dan yang itu Abang Leo." 

Aku memperkenalkan ayah, emak dan bang Leo kepada orang tua Zahra. 

Tante Mia sempat sedikit bingung, tetapi akhirnya paham juga, tidak menanyakan apa-apa.

Tentu, Tante Mia tahu tentang siapa Bang Leo karena aku sudah menceritakan semua seluk-beluk keluargaku kepada mereka.

"Silakan masuk, Jeng. Mari kita ngobrol di dalam saja," sambut Tante Mia dengan ramah. 

Akhirnya, kami semua masuk, sedangkan aku terpaksa menyeret Bang Leo yang tampak sangat gugup. Bahkan, sampai tangannya teraba dingin sekali.

"Ayo, Bang. Sampai kapan akan terus berdiri di situ"

"Abang gugup, Dek. Takut mereka menolak Abang," kata Bang Leo dengan suara agak gemetar. 

"Percaya deh sama Dhira," hiburku menyemangati. 

Akhirnya Bang Leo mau masuk karena berhasil kuseret.

Sudah tidak heran lagi, Zahra pasti masih meringkuk di kamarnya. Sampai kapanpun, dia paling enggan keluar dari markasnya itu. Saat Tante Mia ingin bangkit menuju kamar Zahra, aku lebih dulu mencegah Beliau. Mungkin jadi akan lebih santai jika mereka mengobrol saja. 

Aku mengetuk pintu kamarnya yang terkunci, tumben sekali dia mengunci pintu itu. 

"Ra, bukain dong, ini Dhira!" pintaku sambil mengetuk pintu kamarnya. 

Tak menunggu lama, dia langsung membukanya. Aku melotot melihat penampilannya yang astaghfirullah sangat berantakan. Lebih mengerikan dari biasanya. Rambutnya yang panjang dibiarkan terurai dan tampak mengembang, sedangkan matanya masih sembab kurang tidur atau kebanyakan menangis bisa jadi keduanya. 

Dasternya juga entah bagaimana bentuknya. Aku langsung menyeratnya untuk membereskan penampilannya, hampir saja dia terjatuh karena tak bisa menjaga keseimbangan.

"Dengar, Ra. Kamu harus mandi. Biar nanti aku yang pilih pakaian mana yang harus kamu pakai," ucapku memberikan perintah. 

"Apaan sih, Dhi. Aku malas, mau tidur lagi!!!"

Aku tak peduli apapun perlawanan yang dilakukan Zahra. Aku dengan paksa membimbingnya berjalan menuju kamar mandi. Jika tidak begitu, bisa dipastikan dia akan tidur lagi. Setelah Zahra masuk ke kamar mandi, aku langsung menutup pintunya. 

"Dhi, ada apa ini? Aku belum mau mandi!" Teriakannya masih terdengar sangat jelas di telingaku. Namun akhirnya dia tetap mandi juga terdengar sower yang dihidupkan. Aku menuju lemarinya mencari pakaian yang sekiranya cocok dia pakai. Mataku tertuju pada sebuah gamis yang berwarna cream, gamis itu tampak mewah kalau tidak salah itu adalah kado Tante saat ulang tahunnya dua bulan lalu. Aku teringat bang Leo juga memakai baju Koko berwarna cream akan semakin serasi jika dia memakai itu. Kemudian aku beralih menuju lemari jilbabnya, aishh sangat banyak warna sehingga bingung memilih warna apa. Pilihanku jatuh pada warna abu-abu karena jika dipadukan akan tampak cocok.

Tak lama kemudian dia keluar dari kamar mandi, lalu aku menyerahkan gamis hasil pilihanku membuatnya makin heran, namun belum sempat dia bersuara sudah terlebih dahulu kudesak.

"Cepat ganti pakaiannya, habis itu duduk disini biar di dandan cantik"

Tak bertanya lagi, Zahra pasrah dengan paksaanku.

"Kenapa sih, Dhi?" Dia bertanya namun tetap melakukan yang kusuruh. Setelah selesai memakai gamis, aku menyuruhnya untuk duduk di depan meja riasnya, mengambil alat-alat untuk mempercantik wajahnya. Kebetulan dia memiliki alat makeup yang lengkap sehingga dengan mudah kupoleskan di wajahnya. Tidak terlalu menor hanya agar wajahnya tidak pucat saja. 

"Sudah! ayok ke ruang tamu" pintaku lebih terdengar paksaan. Kuambil tongkat alat bantunya berjalan lalu memegang tangannya setengah menariknya.

"Kemana sih, Dhi. Dari tadi kamu maksa terus loh" aku tak memperdulikan dia yang sedikit marah. Walaupun bertanya-tanya tetap mengekor, hingga kami tiba di ruang tamu tatapannya langsung tertuju pada bang Leo yang kebetulan posisinya menghadap kamar Zahra. Dia mematung masih tak percaya dengan apa yang dia lihat.

"Dhi, apa ini?"

"Ayok, kita juga harus bergabung"

Tampaknya Zahra masih tidak percaya, bahkan dia mengedip-ngedipkan matanya memastikan yang dia lihat itu adalah bang Leo. Tangannya dalam genggamanku makin dingin, aku yakin dia makin gugup.

Akhirnya dia mau juga setelah tangannya kutarik paksa.

Aku dan Zahra duduk di sofa samping kanan ayah dan emak, sementara Tante Mia dan om Radit duduk di seberang kami. Bang Leo duduk sendiri di sofa tepat di depan kami.

"Maaf, kami lama keluar dari kamar" ujarku tak enak. 

"Tidak apa-apa sayang, kami mengobrol banyak, kok" ujar tente Mia.

"Ini Putri kami, jeng. Dia Zahra putri pertama kami" kata Tante Mia.

"Cantik sekali nak, mama minta maaf karena tidak begitu kenal denganmu, tapi mama yakin kalian adalah sahabat yang baik" ujar Emak. Zahra makin bingung dia menatapku seolah meminta penjelasan. Aku hanya mengangguk, rupanya dia mengerti maksud kodeku.

Bahkan Zahra juga tersipu saat Mama menyebut dirinya 'Mama'.

"Jadi begini jeng, maksud kedatangan kami kesini memang untuk mempererat tali silaturahmi, sekaligus kami ingin melamar Putri kalian untuk anak kami Leo. Saya sebagai ayahnya tentu ingin dia menemukan pendamping hidup yang terbaik kami yakin nak Zahra lah orangnya"

Bang Leo menunduk, Zahra bahkan menitikkan air mata, aku mengusap punggungnya bermaksud menenangkan.

"Kami ingin mendengarkan langsung dari nak Leo jika ingin melamar Putri kami" kata om Radit tersenyum.

Bang Leo tampak makin gugup, berlahan dia menarik napas.

"Bismillahirrahmanirrahim, saya Leo Nurfin hendak menyampaikan niat tulus saya untuk memperistri Dek Nur Zahara Aizah, semoga orang tua kita dan Allah meridhoinya" ujar bang Leo lantang. Membuat Zahra langsung memelukku.

"Tapi sebelum kita mendengar jawaban dari Zahra, kami sebagai orang tua ingin menyampaikan bahwa beginilah kondisi putri kami, dia cacat dan hanya berjalan dengan alat bantunya. Apakah nak Leo bisa menerima kekurangannya?" Tanya om Radit.

"Saya tidak mempermasalahkan apapun, Om. Saya juga tidak sempurna bahkan saya tidak mencari yang sempurna karena pasti akan mustahil jika kesempurnaan yang dicari. Saya ingin menikahi dek Zahra karena Allah"

"Kami percaya padamu nak, karena kamu pilihan nak Dhira, bahkan kamu saudaranya. Karena bagi kami pilihan nak Dhira insya Allah yang terbaik. Bagaimana, Nak?" Kini om Radit bertanya pada Zahra. Dengan tidak tahu malunya dia langsung mengangguk heboh. Ahh, aku sendiri yang merinding melihat tingkahnya.

"Zahra mau, yah, ma"

"Apakah dek Zahra akan menerima kekurangan saya, dan bahkan pekerjaan saya yang hanya sebagai guru biasa"

Zahra mengangguk mantap dan cepat.

"Soal pekerjaan Zahra tidak mempermasalahkan apapun"

Aku merasa sangat bahagia melihat dia bahagia, apalagi hampir seminggu ini dia galau karena takut bang Leo menikahi gadis lain. Dan lebih terharunya lagi karena cintanya tidak bertepuk sebelah tangan.

Setelah itu lanjut pembahasan waktu pernikahan dan segala jenis yang harus dipersiapkan. Tidak ada acara pertunangan, kedua keluarga sepakat akan menikah sebulan lagi. Aku merasa bersyukur karena orang-orang yang kuasayang bahagia, terutama kenyataan keluarga kami telah berdamai semoga harmonis kedepannya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Switch Career, Switch Life
351      295     4     
Inspirational
Kadang kamu harus nyasar dulu, baru bisa menemukan diri sendiri. Therra capek banget berusaha bertahan di tahun ketiganya kerja di dunia Teknik yang bukan pilihannya. Dia pun nekat banting setir ke Digital Marketing, walaupun belum direstui orangtuanya. Perjalanan Therra menemukan dirinya sendiri ternyata penuh lika-liku dan hambatan. Tapi, apakah saat impiannya sudah terwujud ia akan baha...
Me vs Skripsi
1853      764     154     
Inspirational
Satu-satunya yang berdiri antara Kirana dan mimpinya adalah kenyataan. Penelitian yang susah payah ia susun, harus diulang dari nol? Kirana Prameswari, mahasiswi Farmasi tingkat akhir, seharusnya sudah hampir lulus. Namun, hidup tidak semulus yang dibayangkan, banyak sekali faktor penghalang seperti benang kusut yang sulit diurai. Kirana memutuskan menghilang dari kampus, baru kembali setel...
The Best Gift
39      37     1     
Inspirational
Tidak ada cinta, tidak ada keluarga yang selalu ada, tidak ada pekerjaan yang pasti, dan juga teman dekat. Nada Naira, gadis 20 tahun yang merasa tidak pernah beruntung dalam hal apapun. Hidupnya hanya dipenuhi dengan tokoh-tokoh fiksi dalam  novel-novel dan drama  kesukaannya. Tak seperti manusia yang lain, hidup Ara sangat monoton seakan tak punya mimpi dan ambisi. Hingga pertemuan dengan ...
That's Why He My Man
820      562     9     
Romance
Jika ada penghargaan untuk perempuan paling sukar didekati, mungkin Arabella bisa saja masuk jajan orang yang patut dinominasikan. Perempuan berumur 27 tahun itu tidak pernah terlihat sedang menjalin asmara dengan laki-laki manapun. Rutinitasnya hanya bangun-bekerja-pulang-tidur. Tidak ada hal istimewa yang bisa ia lakukan di akhir pekan, kecuali rebahan seharian dan terbebas dari beban kerja. ...
Happy Death Day
561      308     81     
Inspirational
"When your birthday becomes a curse you can't blow away" Meski menjadi musisi adalah impian terbesar Sebastian, bergabung dalam The Lost Seventeen, sebuah band yang pada puncak popularitasnya tiba-tiba diterpa kasus perundungan, tidak pernah ada dalam kamus hidupnya. Namun, takdir tetap membawa Sebastian ke mikrofon yang sama, panggung yang sama, dan ulang tahun yang sama ... dengan perayaan h...
BestfriEND
35      31     1     
True Story
Di tengah hedonisme kampus yang terasa asing, Iara Deanara memilih teguh pada kesederhanaannya. Berbekal mental kuat sejak sekolah. Dia tak gentar menghadapi perundungan dari teman kampusnya, Frada. Iara yakin, tanpa polesan makeup dan penampilan mewah. Dia akan menemukan orang tulus yang menerima hatinya. Keyakinannya bersemi saat bersahabat dengan Dea dan menjalin kasih dengan Emil, cowok b...
Konfigurasi Hati
459      326     4     
Inspirational
Islamia hidup dalam dunia deret angka—rapi, logis, dan selalu peringkat satu. Namun kehadiran Zaryn, siswa pindahan santai yang justru menyalip semua prestasinya membuat dunia Islamia jungkir balik. Di antara tekanan, cemburu, dan ketertarikan yang tak bisa dijelaskan, Islamia belajar bahwa hidup tak bisa diselesaikan hanya dengan logika—karena hati pun punya rumusnya sendiri.
Cinderella And The Bad Prince
1266      838     11     
Romance
Prince merasa hidupnya tidak sebebas dulu sejak kedatangan Sindy ke rumah. Pasalnya, cewek pintar di sekolahnya itu mengemban tugas dari sang mami untuk mengawasi dan memberinya les privat. Dia yang tidak suka belajar pun cari cara agar bisa mengusir Sindy dari rumahnya. Sindy pun sama saja. Dia merasa sial luar biasa karena harus ngemong bocah bertubuh besar yang bangornya nggak ketul...
Kembali ke diri kakak yang dulu
864      636     10     
Fantasy
Naln adalah seorang anak laki-laki yang hidup dalam penderitaan dan penolakan. Sejak kecil, ia dijauhi oleh ibunya sendiri dan penduduk desa karena sebuah retakan hitam di keningnya tanda misterius yang dianggap pertanda keburukan. Hanya sang adik, Lenard, dan sang paman yang memperlakukannya dengan kasih dan kehangatan. Ini menceritakan tentang dua saudara yang hidup di dunia penuh misteri. ...
Jalan Menuju Braga
391      305     4     
Romance
Berly rasa, kehidupannya baik-baik saja saat itu. Tentunya itu sebelum ia harus merasakan pahitnya kehilangan dan membuat hidupnya berubah. Hal-hal yang selalu ia dapatkan, tak bisa lagi ia genggam. Hal-hal yang sejalan dengannya, bahkan menyakitinya tanpa ragu. Segala hal yang terjadi dalam hidupnya, membuat Berly menutup mata akan perasaannya, termasuk pada Jhagad Braga Utama--Kakak kelasnya...