Loading...
Logo TinLit
Read Story - Switch Career, Switch Life
MENU
About Us  

Sore itu aku mengedarkan pandanganku di ruangan divisi Estimate, kantor kontraktor PT Agung Prakarsa Engineering (PT APE). Semua karyawan sibuk di mejanya masing-masing dan mengerjakan pekerjaan mereka dengan serius. Aku hanya menghela napas dan menengadahkan kepala, menatap plafon kantor.

            Kenapa sih hari libur cuma Sabtu Minggu? Mana Sabtunya sering lembur lagi disini. Jadi ingat kemarin nonton film Godzilla. Enak kali ya ada Godzilla masuk kota, kantor bisa libur…

            “Therra,” sebuah suara membuyarkan lamunan liarku. Aku menoleh dan melihat Devan berdiri di belakang mejaku.

            Kenapa nih, si karyawan kesayangan bos manggil gue, si anak bawang ini?

            “Iya, Van?”

            “Dipanggil Pak Jansen ke ruangannya,” ujar Devan yang langsung pergi ke ruangan Kepala Estimate itu.

            Waduh, ada apa lagi nih? Bukannya 3 hari yang lalu juga gue habis dimarah-marahin ya? Please banget.. semoga aja gak ada perhitungan gue yang salah lagi…

            Aku berdoa sebentar, lalu menguatkan hatiku dan menyusul Devan ke ruangan Pak Jansen. Langkah kakiku berat dan sempat rasanya ingin kabur keluar kantor aja, tapi nggak boleh kan ya? Kenapa sih bolos kerja itu nggak segampang bolos sekolah?

            “Ya, Pak Jansen?” Aku memaksakan senyum ketika masuk ruangan bosku itu. Devan sudah tiba lebih dulu disana.

            Ruangan Pak Jansen berbentuk ruangan kecil terbuka di pojok ruangan besar divisi Estimate. Namun dari ruangan inilah atasan kami yang terkenal galak luar biasa itu mengawasi divisi Estimate dengan mata elangnya.

            Pak Jansen, bosku yang bertubuh tambun dan tinggi itu bangkit dari kursinya. Dia memicingkan matanya dan menatapku tajam, “Kata Devan, kamu salah perhitungan lagi kemarin ya?”

            “Iya Pak, tapi udah dibantu Devan buat dikoreksi dan perhitungannya udah bener kok. Ya kan Van?”

            Aku melirik ke Devan meminta persetujuannya dan dia pun mengangguk.

            Pak Jansen melipat tangannya di depan dada. “Kamu tau nggak bulan ini udah berapa kali kamu salah hitung di BoQ?”

            Bill of Quantity (BoQ) itu daftar detail semua bahan, pekerjaan, dan biaya yang dibutuhkan buat bangun proyek dari awal sampai akhir. Biasanya kami tim Estimator junior mengirimkan hasil perhitungan kami ke Devan untuk diperiksa, baru di cek oleh Pak Jansen dan dikirimkan ke tender proyek konstruksi.

            Aku berusaha mengingat berapa kali aku dimarahi dan dipanggil seperti ini, “Hm… Tiga kali, Pak.”

            Pak Jansen menunjuk ke arahku dan berkata dengan nada yang lebih tinggi, “Hampir tiap tender kamu itu ada salah hitungnya! Yang cek ulang itu selalu Devan! Kamu nggak kasian bikin dia lembur terus?”

            Aku menoleh dan menatap Devan dengan bingung. “Tapi, Pak.. kalau ada kerjaan yang salah selalu saya benerin, kok.”

            “Kadang udah mepet deadline,” ujar Devan dengan wajah datarnya. “Jadinya saya perbaikin lagi.”

            Aku menunduk dan bingung harus berkata apa.

            Pak Jansen menghela napas berat lalu dia berkata dengan nada yang lebih tinggi lagi, “Minggu ini kita ada tender penting! Ingat, Therra! Jangan sampai salah lagi ya! Kerjaan Devan udah berat, jangan kamu tambah-tambahin lagi!”

            “Maaf, Pak… Baik, Pak,” hanya itu yang keluar dari mulutku.

            “Yasudah sana! Kerja lagi!” gerutu Pak Jansen.

            Aku dan Devan melangkah keluar ruangan Pak Jansen. Beberapa karyawan terlihat melirik ke arahku dengan tatapan iba. Aku tau dari beberapa waktu lalu pasti mereka sudah pasang kuping mendengarkan pembicaraan kami, apalagi suara Pak Jansen menggelegar sampai bisa terdengar ke ujung ruangan.

            Devan duduk di mejanya yang tak jauh dari ruangan Pak Jansen, aku pun menghampirinya.

            “Sorry ya, Van…” ujarku lirih.

            “Iya, lebih teliti ya,” balas Devan pelan sambil tak melepas pandangannya dari komputer.

            Aku berjalan ke mejaku yang terletak di pojok ruangan sambil melirik ke meja Tasya. Gadis itu memberikan isyarat yang menyemangatiku. Begitu sampai di meja kerjaku, aku pun mengirimkan WA kepadanya.

            Therra: Tas, sorry ya.. kayaknya kita gak jadi nonton nanti malem. Gue harus nyelesaiin buat deadline besok malam ini.

            Tasya: Semangat ya Raa!! Weekend nanti juga bisa kok kita nontonnya, Hwaiting!!

            Aku bertekad harus lembur di kantor sampai jam 12 malam sekalipun supaya semua pekerjaanku bisa selesai sebelum deadline besok. Tapi nyatanya baru jam 7 malam, kepalaku terasa sakit dan asam lambungku naik. Inilah dampak dari gaya hidupku yang sering lupa makan tapi banyak minum kopi. Habis gimana lagi dong supaya kuat lembur berbulan-bulan?

            Aku mengemasi barang-barangku, termasuk laptop dan beberapa lembar gambar proyek. Nanti lemburnya aku teruskan di rumah aja, yang penting harus makan dan minum obat dulu.

            Ruangan kantorku sudah sepi karena kebanyakan orang memang sudah mensubmit hasil perhitungan mereka ke Devan. Apa ini berarti aku yang progres kerjanya paling lamakah? Ya soalnya aku juga banyak mengoreksi perhitungan sebelumnya.

            Area luar kantor masih ramai dan penuh dengan orang-orang yang baru pulang kerja. Ada yang naik kendaraan pribadi, banyak juga yang naik gojek dan busway. Kantorku yang terletak di Kuningan, Jakarta Selatan ini memang lokasi yang sangat strategis.

            Aku melangkah gontai menaiki jembatan busway. Jam segini memang lagi penuh-penuhnya, menungu busway pun harus mengantri panjang begini. Nggak mau ambil pusing, aku pun membuka handphone dan melihat Instagram.

            Hah? Temen SMA gue ada yang nikah lagi minggu ini… Malah ada yang udah punya anak. Ini Rani yang dulu cupu banget pas SMP kerja di luar negeri sekarang? Gila keren banget… Hah, si Doni yang dulu suka berantem udah beli rumah sendiri. Oh iya dia kan bapaknya Direktur Bank, wajarlah…

            Kok hidup orang pada keren-keren banget ya… Ya Allah… kayaknya aku sejak setahun kerja gini-gini aja…

            Aku terus scrolling Instagram sambil melihat pencapaian-pencapaian orang-orang yang dulu kukenal. Sampai akhirnya aku menaiki busway dan pulang ke rumah.

           

            Sesampainya di rumahku yang berlokasi di Jakarta Timur, aku sudah akan berniat akan langsung makan, minum obat dan tidur setengah jam sebelum akan lembur lagi. Namun di halaman depan, aku melihat ada 2 pasang sepatu laki-laki dan perempuan. Ada tamu siapa malam-malam gini…?

            Begitu membuka pintu rumah, di ruang tamu aku melihat Om Sofyan dan  Tante Nur, adik Bunda dari Jawa Timur. Aku pun mencium tangan mereka pertanda hormat dan duduk di sofa ruang tamu.

            “Udah besar ya, Therra.. cantik lho!” puji Tante Nur.

            “Sekarang kerja dimana, Therra?” tanya Om Sofyan.

            “Di perusahaan konstruksi besar di Jakarta!” bukan aku yang menjawab, tapi Bunda.

            “Oh… keren banget, cewek tapi kerja Teknik ya. Kayak Mas Dirga juga ya?”

            “Iya, kalau Dirga kan kerja di perusahaan penerbangan, kalau Therra di perusahaan konstruksi.”

            “Dirga itu ya gitu… sibuk banget! Pulangnya kadang cuma sebulan dua kali,” ujar Bapak yang tiba-tiba muncul dari kamar ke ruang tamu.

            “Pinter-pinter ya Dirga dan Therra… Therra, kasih taulah ke sepupumu biar kuliah yang rajin! Pusing Tante kalo nilainya turun terus,” keluh Tante Nur.

            Aku hanya meringis mengingat momen-momen saat aku dimarahin bos selama 5 tahun aku kerja. Kayaknya aku bukan orang yang tepat deh buat kasih saran itu…

            Tapi ya keluargaku mana tau kondisiku di kantor kayak apa. Sesering apa aku dimarahin, segalau apa aku, sehampa apa aku kerja disana sampai sering ke Psikolog. Mereka taunya ya… aku dan Mas Dirga anak-anak kebanggaan orangtua kami.

            Aku pernah tanya ke Mas Dirga apakah dia enjoy dengan pekerjaannya, dan jawabannya sama seperti Tasya.

            “Ya namanya juga kerja, Ra. Semuanya ya nggak enak, enaknya pas gajian doang.”

            Tapi… masa’ sih kita semua harus kerja seumur hidup… menikmatinya pas gajian doang… Aku menolaknya, pasti makna hidup lebih dari itu kan…?

            “Bun, Therra ijin ke kamar duluan ya… mau makan terus lanjut lembur lagi,” ujarku ke Bunda.

            “Oh yaudah gak apa-apa. Makanan diatas meja ya, malam ini Bunda masak kesukaan kamu, Gurame asam manis!”

            Maka aku pun meninggalkan ruang tamu dan memasuki kamar. Pikiranku masih berputar pada aku dan Mas Dirga, Kakakku.

            Mas Dirga memiliki nama panjang Dirgantara Rahayu Putra. Apakah itu kebetulan bahwa dia saat ini kerja di perusahaan penerbangan? Oh tentu tidak… sedari kecil, Bapak dan Bunda terus memperkenalkan dunia teknik kepada kami berdua.

            Bapakku adalah seorang Dosen di Fakultas Teknik di sebuah Universitas Swasta di Jakarta dan Ibu adalah seorang guru Fisika dan Matematika di SMP negeri di Jakarta.

            Mereka punya obsesi pada dunia STEM dan memperkenalkannya ke aku dan Mas Dirga sejak kami usia dini. Mas Dirga selalu ranking 3 besar, sementara aku bersusah payah menyusul prestasinya namun setidaknya bisa ranking 15 besar.

            Saat Mas Dirga mau masuk ke sekolah teknik penerbangan, Bapak dan Bunda luar biasa bangganya. Aku pun ingin membanggakan mereka walau belum tau persis apa yang menjadi passionku. Aku bahkan sempat berpikir tidak punya passion, jadi apa saja okelah.

            “Masuk Teknik aja, Ra. Kamu tau asal namamu dari mana? Therra Riswana Putri. Therra dari mata kuliah yang Bapak ajar, Termodinamika. Soalnya waktu Bunda ngelahirin kamu, Bapak baru pulang dari kampus ngajar mata kuliah itu,” ujar Bapak pada suatu malam saat aku SMA.

            Yup, betul. Dirga dari Dirgantara dan Therra dari Thermodynamics atau Termodinamika. Udah keliatan kan gimana cintanya keluarga kami ke STEM? (Science, Technology, Engineering, Mathematics). Kayaknya kalau kami punya adik bakal dinamain Fiska dari Fisika, Kimmy dari Kimia, dll.

            Tapi kayaknya keputusanku buat kuliah dan berkarir di bidang ini salah deh… ternyata aku nggak sepinter itu dalam bidang teknik. Aku sering salah hitung, walaupun aku sudah sering lembur dan berusaha keras seperti yang lainnya.

            Sebenarnya… aku punya bakat engga sih?

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
A Sky Between Us
78      67     2     
Romance
Sejak kecil, Mentari selalu hidup di dalam sangkar besar bernama rumah. Kehidupannya ditentukan dari ia memulai hari hingga bagaimana harinya berakhir. Persis sebuah boneka. Suatu hari, Mentari diberikan jalan untuk mendapat kebebasan. Jalan itu dilabeli dengan sebutan 'pernikahan'. Menukar kehidupan yang ia jalani dengan rutinitas baru yang tak bisa ia terawang akhirnya benar-benar sebuah taruha...
Reandra
3285      1571     67     
Inspirational
Rendra Rangga Wirabhumi Terbuang. Tertolak. Terluka. Reandra tak pernah merasa benar-benar dimiliki oleh siapa pun. Tidak oleh sang Ayah, tidak juga oleh ibunya. Ketika keluarga mereka terpecah Cakka dan Cikka dibagi, namun Reandra dibiarkan seolah keberadaanya hanya membawa repot. Dipaksa dewasa terlalu cepat, Reandra menjalani hidup yang keras. Dari memikul beras demi biaya sekolah, hi...
Aku Ibu Bipolar
59      52     1     
True Story
Indah Larasati, 30 tahun. Seorang penulis, ibu, istri, dan penyintas gangguan bipolar. Di balik namanya yang indah, tersimpan pergulatan batin yang penuh luka dan air mata. Hari-harinya dipenuhi amarah yang meledak tiba-tiba, lalu berubah menjadi tangis dan penyesalan yang mengguncang. Depresi menjadi teman akrab, sementara fase mania menjerumuskannya dalam euforia semu yang melelahkan. Namun...
Metanoia
71      61     0     
Fantasy
Aidan Aryasatya, seorang mahasiswa psikologi yang penuh keraguan dan merasa terjebak dalam hidupnya, secara tak sengaja terlempar ke dalam dimensi paralel yang mempertemukannya dengan berbagai versi dari dirinya sendiri—dari seorang seniman hingga seorang yang menyerah pada hidup. Bersama Elara, seorang gadis yang sudah lebih lama terjebak di dunia ini, Aidan menjelajahi kemungkinan-kemungkinan...
Liontin Semanggi
2489      1428     3     
Inspirational
Binar dan Ersa sama-sama cowok most wanted di sekolah. Mereka terkenal selain karena good looking, juga karena persaingan prestasi merebutkan ranking 1 paralel. Binar itu ramah meski hidupnya tidak mudah. Ersa itu dingin, hatinya dipenuhi dengki pada Binar. Sampai Ersa tidak sengaja melihat kalung dengan liontin Semanggi yang dipakai oleh Binar, sama persis dengan miliknya. Sejak saat...
Perahu Jumpa
427      336     0     
Inspirational
Jevan hanya memiliki satu impian dalam hidupnya, yaitu membawa sang ayah kembali menghidupkan masa-masa bahagia dengan berlayar, memancing, dan berbahagia sambil menikmati angin laut yang menenangkan. Jevan bahkan tidak memikirkan apapun untuk hatinya sendiri karena baginya, ayahnya adalah yang penting. Sampai pada suatu hari, sebuah kabar dari kampung halaman mengacaukan segala upayanya. Kea...
In Her Place
1591      899     21     
Mystery
Rei hanya ingin menyampaikan kebenaran—bahwa Ema, gadis yang wajahnya sangat mirip dengannya, telah dibunuh. Namun, niat baiknya disalahartikan. Keluarga Ema mengira Rei mengalami trauma dan membawanya pulang, yakin bahwa dia adalah Ema yang hilang. Terjebak dalam kesalahpahaman dan godaan kehidupan mewah, Rei memilih untuk tetap diam dan menjalani peran barunya sebagai putri keluarga konglomer...
Waktu Mati : Bukan tentang kematian, tapi tentang hari-hari yang tak terasa hidup
5300      1727     26     
Romance
Dalam dunia yang menuntut kesempurnaan, tekanan bisa datang dari tempat paling dekat: keluarga, harapan, dan bayang-bayang yang tak kita pilih sendiri. Cerita ini mengangkat isu kesehatan mental secara mendalam, tentang Obsessive Compulsive Disorder (OCD) dan anhedonia, dua kondisi yang sering luput dipahami, apalagi pada remaja. Lewat narasi yang intim dan emosional, kisah ini menyajikan perj...
Kembali ke diri kakak yang dulu
2033      1213     10     
Fantasy
Naln adalah seorang anak laki-laki yang hidup dalam penderitaan dan penolakan. Sejak kecil, ia dijauhi oleh ibunya sendiri dan penduduk desa karena sebuah retakan hitam di keningnya tanda misterius yang dianggap pertanda keburukan. Hanya sang adik, Lenard, dan sang paman yang memperlakukannya dengan kasih dan kehangatan. Ini menceritakan tentang dua saudara yang hidup di dunia penuh misteri. ...
Kertas Remuk
232      187     0     
Non Fiction
Tata bukan perempuan istimewa. Tata nya manusia biasa yang banyak salah dalam langkah dan tindakannya. Tata hanya perempuan berjiwa rapuh yang seringkali digoda oleh bencana. Dia bernama Tata, yang tidak ingin diperjelas siapa nama lengkapnya. Dia hanya ingin kehidupan yang seimbang dan selaras sebagaimana mestinya. Tata bukan tak mampu untuk melangkah lebih maju, namun alur cerita itulah yang me...