Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kaca yang Berdebu
MENU
About Us  

Langkah Reiji terhenti di depan pagar, matanya masih mengintip ke arah rumah sahabatnya, mencari asal suara tawa yang begitu asing namun membuatnya penasaran. 

 

Reiji belum sempat melangkah lagi sebelum akhirnya bayangan kecil melesat dari balik pintu rumah tetangganya. 

 

Seseorang berlari dengan kaki kecil  yang tergesa, tanpa melihat ke arah jalanan di depan rumah. 

 

"Heh!" 

 

Suara Reiji tertahan karena kalah cepat dengan bayangan mungil yang kini semakin mendekat. 

 

Gadis pemilik suara tawa tadi yang Reiji cari itu nyaris terpeleset karena kucing kecil yang tiba-tiba melintas di bawah langkahnya. 

 

"Kak Cana!"

 

"A–ah!" Gadis itu terpekik pelan. 

 

Tubuhnya miring ke arah kanan, panik karena hampir saja dia tersandung, namun dalam seperkian detik, Reiji dengan cepat menangkap pergelangan gadis itu,  menarik tubuhnya agar tidak  jatuh menghantam tanah. 

 

Buk! 

 

Reiji merengkuh gadis itu dengan baik, namun dia sedikit meringis karena tanpa sadar kakinya kembali ngilu. 

 

"Heh, gak liat ada kucing di bawah lo?!" tanya Reiji kesal sambil menarik napas berat. 

 

Gadis itu–Meera, terlihat masih terkejut. Meera mengerjapkan matanya beberapa kali. Tatapanya naik, bertemu dengan mata Reiji yang sempat terlihat cemas. 

 

"Uhmm, maaf ... Meera–Meera gak lihat, hiks," jelas Meera mulai menangis. 

 

Reiji shock, melihat gadis di rengkuhannya itu menangis. Raut wajah kesalnya berubah panik, takut orang lain mengira dia sudah menyakiti Meera. 

 

"Shhut, kok nangis sih?! Jangan nangis, kayak bokem lo ntar." Reiji menghela napas pelan, lalu melepas paksa rengkuhannya. 

 

Meera ingin protes, dia tak terima di katai bokem, "kok bokem?! Meera aduin ke Kak Cana nih!"

 

"Lah, kan lo yang aneh duluan, kok gue yang diaduin?!" balas Reiji, apa-apaan gadis cengeng di depannya ini. 

 

"Aduin aja sana!" lanjut Reiji. 

 

Meera mengusap pipinya yang basah, wajahnya cemberut, "iiih! Kak Cana!!! Ada orang gila di sini huhu, Meera dijahatin Kak!!" 

 

Reiji bersungut, pemuda itu ingin membalas tangisan Meera namun suara pemuda yang sangat amat dia kenal membatalkan niatnya. 

 

"Kenapa sih, Ra?" tanya Cana yang baru saja sampai. 

 

Reiji hendak menjawab, namun suara berisik Meera menghalangi niatnya. "Kak Cana, ada orang gembel huhu, Meera dijahatin," adanya penuh drama. 

 

Tangan Reiji benar-benar sudah gatal ingin menyumpal mulut menyebalkan milik gadis mungil yang entah Reiji tak tahu ia siapa, namun raut wajah terkejut Cana yang berubah menghangat saat dipeluk gadis itu membuat Reiji kembali bertanya-tanya. 

 

Ewh, pacarnya ya?

 

"Siapa sih Ca? Ni anak berisik banget, drama banget, gue salah apa coba," tanya Reiji seraya mengelus kakinya yang pegal, jangan sampai Reiji kembali di gendong Indy masuk ke rumah sakit. 

 

"Haha, sepupu aku ini, Rei. Eh, gimana kabar kamu?" Cana menarik sudut bibirnya, mata kucingnya semakin menyipit saat dia tersenyum. 

 

Reiji menganga, kini rasa penasarannya terbayarkan saat tahu siapa gadis di pelukan Cana itu. 

 

"Gue pikir pacar lo, tumben ada yang mau sama lo," balas Reiji. 

 

Cana mendengus, pemuda itu sedikit mendekat ke arah sahabatnya, lalu menarik pelan rambut Reiji yang punya tubuh lebih tinggi darinya. 

 

"Shhht, apa sih Ca!" gerutu Reiji. 

 

"Mulut kamu tuh mirip bokem, segala ngomong Meera bokem," ucap Cana.

 

Reiji mencibir, menyingkirkan tangan Cana dari rambutnya. "Lo ikutan manggil bokem? Ini bocil nangis aja udah bikin kepala gue sakit."

 

Meera yang masih mendekap tangan Cana mengangkat kepala, mata dan hidungnya tampak merah karena menangis. "Tuh kan, Kak Cana bela Meera!"

 

"Astaga ... itu bukan pembelaan buat lo, Cil." Reiji melotot kesal. 

 

"Meera! Panggil Meera bukan bocil!" 

 

Cana mengusap pelan kepala Meera, lalu menoleh ke Reiji yang wajahnya makin kusut. "Sini deh, kalian ribut di luar terus. Masuk dulu, nanti tetangga mikirnya aku buka sanggar drama anak-anak."

 

***

 

Reiji dengan santai menyeruput teh lemon buatan sahabatnya. Pemuda itu jadi teringat dulu tak suka teh, tapi saat dulu Cana membuatkannya teh lemon, entah mengapa sejak saat itu Reiji jadi tergila-gila dengan teh lemon. 

 

"Masih sama ya rasanya," ucap Reiji yang dibalas kekehan ringan oleh Cana. 

 

"Syukur kalau gitu, eh, sekarang kamu lanjut kuliah di mana?" tanya Cana. 

 

"Gue gak kuliah, sekarang lagi kerja jadi ilustrator aja sih, lo?" balas Reiji. 

 

"Oh? Aku ... lagi nunda juga, hmmm mungkin tahun depan bisa lanjut," sahut Cana. 

 

Meera yang sedari tadi duduk di samping Cana merasa diabaikan, gadis itu mengerucutkan bibirnya, namun tangannya mulai meraih sketchbook yang ada di atas meja. 

 

"Tu anak mau di sini terus, Ca? Lo yakin mau bawa bocah SMP tinggal di rumah lo?" tanya Reiji heran, padahal dulu dia sempat mendengar gerutuan Cana yang tak suka dengan anak kecil. Sekarang justru membawa si Meera-Meera itu ke rumahnya?

 

Cana tertawa kecil, sedangkan Meera yang kembali menjadi bahan pembicaraan mulai merengut tak Terima dengan ucapan Reiji. 

 

"Meera bukan anak SMP!" teriaknya sebal. 

 

Cana buru-buru menenangkan sepupunya yang masih suka emosi itu. Beberapa kali pemuda itu mengelus sayang pucuk kepala Meera. Tapi Meera bukannya tenang justru semakin ingin menangis, gadis itu melepas paksa sentuhan Cana, lalu pergi berlari masuk ke dalam. 

 

"Mama huhuhu, Mama ...."

 

Langkah-langkah kecil Meera terdengar semakin menjauh, disusul suara pintu kamar yang ditutup pelan, nyaris tanpa suara. Namun hening yang tertinggal membuat Reiji ikut diam. Tatapannya melirik sejenak ke arah Cana yang kini tak lagi tersenyum.

 

"Dia nyari mamanya?" tanya Reiji pelan.

 

Cana mengangguk, napasnya terdengar berat seolah sedang menahan sesuatu yang enggan ia ucapkan. "Nyari Mamaku itu, sekarang nempel banget." 

 

"Sejak Ibunya ninggal, Meera jadi gampang panik ... kadang kalau lagi sedih atau takut, dia suka manggil-manggil Mamaku." Suaranya merendah. 

 

Reiji mengerutkan dahinya, memang efek ditinggal Ibunya se berpengaruh itu ya? Sampai kondisi Meera terlihat seperti anak kecil, menurutnya Meera terlalu berlebihan. 

 

"Rei, dia terlahir punya down syndrome, jadi ya ... gak usah kaget liat dia begitu," lanjutnya. 

 

Reiji ikut terdiam. Wajah kesalnya tadi perlahan memudar, ada yang mencubit rasa bersalah di dadanya. Pikirannya yang bilang Meera berlebihan itu Reiji tarik, pantas saja tingkah Meera berbeda tidak seperti gadis seumurannya. 

 

"Meera udah sembilan belas tahun, Rei. Kita beda setahun aja sama dia, Meera juga udah lulus SLB kok. Sekarang nganggur, sok sibuk gitu deh~" ucap Cana.

 

"Ah, dia jualan juga gambar-gambar yang menurutku kalau dijual paling gak seberapa, tapi lihat dia masih mau berjuang aja, aku udah bangga kok." Cana terkekeh kecil sembari mengingat tingkah sepupunya yang menghibur hari-harinya. Menurutnya, Meera tergolong aktif dan ceria. 

 

Reiji menunduk, merasa sedikit bersalah sudah banyak asal bicara. 

 

"Maaf Ca, gue kayaknya udah berlebihan ngomong ke Meera tadi," ucapnya. 

 

Cana menggeleng pelan, seraya tersenyum kecil, "ah, aku gak masalah. Gak apa-apa, Rei. Gak semua orang ngerti sejak awal gimana kondisi Meera."

 

Reiji mengangguk, dia sedikit memiringkan kepala mulai berpikir, "hmmm tapi dia jago gambar kayaknya, tadi gue lihat dia pegang sketchbook."

 

"Jago dong," jawab Cana sambil tersenyum. 

 

"Ya, tapi gambarnya khas dunia dia sih," lanjut Cana. 

 

"Hah? Maksudnya gimana?" 

 

Cana meraih Sketchbook yang tadi sempat Meera pegang, Ia membukanya perlahan, halaman pertama memperlihatkan gambar manusia lidi berkepala kucing lalu, di lembar berikutnya ada gambar bunga yang sedang memancing. 

 

"Itu namanya pericat, hahaha, yang mancing ini namanya Blossfisher!katanya sih bisa hidup pas tengah malam," jelas Cana tak bisa menahan tawa. 

 

"Gila, ini lucu banget sih, hahaha," gumam Reiji ikut tertawa. 

 

"Meera punya dunia sendiri di kepalanya. Kadang aneh, tapi ... itu cara dia bikin hidupnya lebih cerah. Terus, itu juga jadi cara dia buat nyembuhin dirinya sendiri," jelas Cana.

 

Reiji menarik sudut bibirnya, senyumnya semakin lebar, pemuda itu tiba-tiba merasa ingin melihat Meera terus tersenyum setelah mengetahui semuanya. 

 

Mungkin ... dunia kecil yang dimiliki Meera tak seburuk itu. Mungkin, di dunia itu, semua luka bisa sembuh dengan warna-warna dan nama-nama ajaib buatan Meera. 

 

Dan mungkin, Reiji juga bisa jadi bagian kecil dari dunia itu.

 

"Eh, dia jualan di mana? Gue mau beli," tanya Reiji. 

 

Cana yang mendengarnya sontak ingin tertawa keras namun ia tahan, "astaga Rei, serius kamu? Hahaha, kalau mau beli lewat nomor dia aja, Rei. Mau minta nomornya?" tawar Cana yang diangguki Reiji penuh semangat. 

 

***

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 1 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • naabastala

    Huhuhu

    Comment on chapter Chapter 2 Meera
  • naabastala

    SMNGTTT BESTT

    Comment on chapter Chapter 1 Reiji
Similar Tags
Jadi Diri Sendiri Itu Capek, Tapi Lucu
2447      917     5     
Humor
Jadi Diri Sendiri Itu Capek, Tapi Lucu Buku ini adalah pelukan hangat sekaligus lelucon internal untuk semua orang yang pernah duduk di pojok kamar, nanya ke diri sendiri: Aku ini siapa, sih? atau lebih parah: Kenapa aku begini banget ya? Lewat 47 bab pendek yang renyah tapi penuh makna, buku ini mengajak kamu untuk tertawa di tengah overthinking, menghela napas saat hidup rasanya terlalu pad...
The Call(er)
1782      1031     10     
Fantasy
Ketika cinta bukan sekadar perasaan, tapi menjadi sumber kekuatan yang bisa menyelamatkan atau bahkan menghancurkan segalanya. Freya Amethys, seorang Match Breaker, hidup untuk menghancurkan ikatan yang dianggap salah. Raka Aditama, seorang siswa SMA, yang selama ini merahasiakan kekuatan sebagai Match Maker, diciptakan untuk menyatukan pasangan yang ditakdirkan. Mereka seharusnya saling bert...
May I be Happy?
630      380     0     
Inspirational
Mencari arti kebahagian dalam kehidupan yang serba tidak pasti, itulah kehidupan yang dijalani oleh Maya. Maya merupakan seseorang yang pemalu, selalu berada didalam zona nyamannya, takut untuk mengambil keputusan, karena dia merasa keluarganya sendiri tidak menaruh kepercayaan kepada dirinya sejak kecil. Hal itu membuat Maya tumbuh menjadi seperti itu, dia tersiksa memiliki sifat itu sedangka...
Kini Hidup Kembali
80      70     1     
Inspirational
Sebenarnya apa makna rumah bagi seorang anak? Tempat mengadu luka? Bangunan yang selalu ada ketika kamu lelah dengan dunia? Atau jelmaan neraka? Barangkali, Lesta pikir pilihan terakhir adalah yang paling mendekati dunianya. Rumah adalah tempat yang inginnya selalu dihindari. Namun, ia tidak bisa pergi ke mana-mana lagi.
Batas Sunyi
1985      898     108     
Romance
"Hargai setiap momen bersama orang yang kita sayangi karena mati itu pasti dan kita gak tahu kapan tepatnya. Soalnya menyesal karena terlambat menyadari sesuatu berharga saat sudah enggak ada itu sangat menyakitkan." - Sabda Raka Handoko. "Tidak apa-apa kalau tidak sehebat orang lain dan menjadi manusia biasa-biasa saja. Masih hidup saja sudah sebuah achievement yang perlu dirayakan setiap har...
In Her Place
1003      657     21     
Mystery
Rei hanya ingin menyampaikan kebenaran—bahwa Ema, gadis yang wajahnya sangat mirip dengannya, telah dibunuh. Namun, niat baiknya disalahartikan. Keluarga Ema mengira Rei mengalami trauma dan membawanya pulang, yakin bahwa dia adalah Ema yang hilang. Terjebak dalam kesalahpahaman dan godaan kehidupan mewah, Rei memilih untuk tetap diam dan menjalani peran barunya sebagai putri keluarga konglomer...
Spektrum Amalia
805      541     1     
Fantasy
Amalia hidup dalam dunia yang sunyi bukan karena ia tak ingin bicara, tapi karena setiap emosi orang lain muncul begitu nyata di matanya : sebagai warna, bentuk, dan kadang suara yang menghantui. Sebagai mahasiswi seni yang hidup dari beasiswa dan kenangan kelabu, Amalia mencoba bertahan. Sampai suatu hari, ia terlibat dalam proyek rahasia kampus yang mengubah cara pandangnya terhadap diri sendi...
A Sky Between Us
47      42     2     
Romance
Sejak kecil, Mentari selalu hidup di dalam sangkar besar bernama rumah. Kehidupannya ditentukan dari ia memulai hari hingga bagaimana harinya berakhir. Persis sebuah boneka. Suatu hari, Mentari diberikan jalan untuk mendapat kebebasan. Jalan itu dilabeli dengan sebutan 'pernikahan'. Menukar kehidupan yang ia jalani dengan rutinitas baru yang tak bisa ia terawang akhirnya benar-benar sebuah taruha...
Di Antara Luka dan Mimpi
773      440     66     
Inspirational
Aira tidak pernah mengira bahwa langkah kecilnya ke dalam dunia pondok akan membuka pintu menuju mimpi yang penuh luka dan luka yang menyimpan mimpi. Ia hanya ingin belajar menggapai mimpi dan tumbuh, namun di perjalanan mengejar mimpi itu ia di uji dengan rasa sakit yang perlahan merampas warna dari pandangannya dan menghapus sebagian ingatannya. Hari-harinya dilalui dengan tubuh yang lemah dan ...
Seharusnya Aku Yang Menyerah
136      115     0     
Inspirational
"Aku ingin menyerah. Tapi dunia tak membiarkanku pergi dan keluarga tak pernah benar-benar menginginkanku tinggal." Menjadi anak bungsu katanya menyenangkan dimanja, dicintai, dan selalu dimaafkan. Tapi bagi Mutia, dongeng itu tak pernah berlaku. Sejak kecil, bayang-bayang sang kakak, Asmara, terus menghantuinya: cantik, pintar, hafidzah, dan kebanggaan keluarga. Sementara Mutia? Ia hanya mer...