Loading...
Logo TinLit
Read Story - Je te Vois
MENU
About Us  

Gemuruh tepuk tangan memenuhi auditorium drama. Satu per satu yang hadir berdiri sambil terus bertepuk tangan. Standing ovation ketika presentasi? Luar biasa. Dow, Will, dan Tom sampai tersipu malu dengan reaksi para peserta rapat. Ketiganya benar-benar tidak mengira akan mendapat reaksi sedemikian heboh. 

Dow nyengir lebar ketika Oi mengacungkan kedua jempolnya dari mejanya. 

Hebat, puji Oi tanpa suara. Dow hanya mengedipkan satu matanya sebagai balasan. 

“Jadi, ada komentar?” tanya Mr. York begitu tepuk tangan reda, masing-masing peserta rapat kembali ke kursinya termasuk Dow, Will, dan Tom.

“Aku tidak paham soal tari, jadi aku hanya bisa bilang bagus. Tapi tarian kalian memang selalu bagus,” kata Mr. Buick, bapak Kepala Sekolah, yang disambut gelak tawa semuanya. “Sejujurnya aku duduk di sini menikmati review dari kalian. Satu hal yang paling penting, aku hanya ingin semua warga sekolah ikut meramaikan festival.” 

“Terima kasih atas pujiannya Mr. Buick, kami hanya berusaha untuk memberikan sesuatu yang baru, terlebih untuk ulang tahun sekolah,” kata Mr. York. “Pendapat dari guru lain?”

“Sama seperti Mr. Buick, aku pun tidak terlalu paham dengan tari,” aku Mrs. Spencer, guru sejarah yang juga menjadi penanggung jawab kostum. “Dengan gerakan kalian yang akrobatik begitu, berarti kalian mempermudah kami dalam mendesain kostum, karena aku yakin kalian tidak bisa memakai kostum yang aneh-aneh.”

“Kami masih bisa memakai kostum yang aneh, asal tidak mengganggu gerakan tari, seperti rumbai-rumbai, asal tidak terlalu panjang, saya rasa tidak masalah,” jelas Dow.

“Kurasa, untuk bahan, akan lebih aman kalau kita memakai bahan yang lentur. Jadi lebih fleksibel, dan bisa mengikuti alur gerakan,” tambah Oi. 

“Olivia benar, kita akan carikan bahan bisa beradaptasi dengan gerakan-gerakan kalian.” Mrs. Spencer mengangguk setuju, sementara Oi sibuk dengan catatannya. 

Mr. Kwan dari properti mengangkat tangan bertanya. “Mengenai penari untuk tarian ini, apa hanya kalian bertiga atau dengan anak-anak yang lain?”

“Dengan anak-anak anggota klub tari yang lain,” jawab Dow.

“Kalian yakin gerakannya tidak terlalu sulit? Aku tahu kalian bertiga adalah penari terbaik sekolah, tapi bagaimana dengan yang lain?” tambah Mr. Kwan lagi.

Will dan Tom saling pandang dan nyengir mendengar komentar Mr. Kwan. Persis seperti yang diduga Mr. York.

“Kami semua sudah berlatih tarian ini sejak beberapa minggu, jadi kami rasa tidak akan ada masalah,” kali ini Will yang angkat bicara.

“Kalian sudah berlatih walaupun belum mendapat persetujuan?” tanya Darrell.

“Kalau tidak disetujui, gerakannya bisa kita eliminasi dan digunakan untuk koreo lain. Tidak ada masalah,” kata Tom.

Untuk beberapa jam kemudian, semua nyaris sama, setiap divisi mempresentasikan konsep masing-masing, divisi lain menyampaikan pendapat atau mengoreksi, kemudian mereka mencari jalan tengah dan berkompromi. Rapat berlangsung cukup lama. melelahkan memang, tapi dengan berakhirnya rapat, ini berarti satu tugas Dow pun berakhir. 

Karena saat ini dirinya benar-benar butuh waktu untuk rehat dari semuanya.

Semuanya. 

Itulah kenapa begitu rapat selesai, Dow pulang, beruntung Oi punya ide yang sama. Mereka sama-sama butuh waktu istirahat.

Segala urusan mengenai audisi dan tawaran kontrak dari Ed Han cukup menguras emosinya. Terlebih dengan fakta bahwa Dad punya peran penting di balik ini semua. Satu-satunya hal baik yang terjadi adalah presentasi tadi sore. Selain respon positif yang mereka terima, satu tugasnya selesai, setidaknya latihan tidak sesulit menciptakan. 

Omong-omong mengenai Dad, sudah lebih satu minggu ini hubungan dirinya dan Dad masih kaku. Sepertinya baik Dad maupun Mom memberinya ruang untuk menyendiri. Apakah ada gunanya? Mungkin ada, mungkin tidak. Yang jelas, dengan saling menghindar maka tidak terjadi gesekan yang semakin memperkeruh suasana. Tapi sampai kapan?

Entah juga.

Seperti sekarang contohnya. Biasanya ketika Oi tidak bisa bersamanya, pilihan yang biasa Dow lakukan adalah bermain ke shelter atau ke galeri—dengan asumsi sesuatu yang berhubungan dengan tari off limit. Pertanyaan yang cukup menggelitik, apakah Dow tidak punya teman selain Oi? Jelas punya, tapi semuanya berada di lingkaran tari. 

Kali ini Dow tidak sedang ingin berada di shelter, karena untuk kasus Dow sekarang, shelter pun masuk ke lingkaran tari.

Sialan. 

So, Sans was the best choice for now

Come on Boy!” Dow melempar Frisbee kuat-kuat. 

Tanpa diminta kedua kali, Sans langsung melesat, menangkap Frisbee dengan mulutnya lalu berlari-lari kecil kembali dengan bangga menjatuhkan Frisbee di kaki Dow. Begitu berulang-ulang, terkadang Dow ikut berlari mengejar Frisbee. 

“Capek?” tanya Dow, ia menjatuhkan diri di tanah berumput. Sans pun ikut menjatuhkan diri dengan napas terengah-engah.

Salah satu cara mudah dan hemat untuk refreshing memang dengan bermain yang mengeluarkan tenaga bersama hewan kesayangan! Mungkinkah Sans bisa dilatih untuk mendapatkan sertifikat service dog?

Tidak lama keduanya tiduran di halaman, terdengar suara berkeretek yang membuat kedua telinga Sans sontak waspada. Bukan hanya itu, Sans bangun, melupakan kelelahannya dan menuju ke arah suara.

Pintu pagar pekarangan rumah Oi yang terbuka pelan-pelan.

Teri dan Oi.

Tentu saja, siapa lagi yang bisa mengembalikan antusiasme Sans selain Teri dan biskuit favoritnya? Sans dengan patuh menunggu Teri dengan ekor bergoyang-goyang antusias. 

Dow mendorong tubuhnya untuk bangun, ia duduk bersila sambil memperhatikan kedua anjing tersebut. Begitu Oi melepas tali tuntun Teri, keduanya langsung melesat berkejar-kejaran.

“Hei,” sapa Oi, kedua tangannya sibuk menggulung tali tuntun milik Teri.

“Kupikir kau sedang menyelesaikan jurnalmu,” ujar Dow. 

Tadi begitu keduanya sampai di rumah, Oi sudah wewanti-wanti Dow untuk tidak mengganggunya, karena targetnya ia akan menyelesaikan satu bab untuk jurnal ilmiahnya hari ini. Jadi kenapa Oi yang muncul di sini? Jadi dalam kasus Oi, istirahat yang dimaksud adalah istirahat dari bertemu orang, bukan istirahat melakukan ‘sesuatu’.

“Tadi.” Oi mengangguk. “Mataku butuh istirahat, lagipula apa kau pikir Teri akan berdiam diri ketika mendengarmu dan Sans bermain di sini?”

Dow mendongak, melihat ke arah jendela kamar Oi yang berhadapan langsung dengan halaman belakangnya. Tidak bisa menahan diri, Dow terkekeh. 

“Kau mencari teman, kan?” tanya Oi. 

Raut muka gadis itu tidak lagi kesal seperti tadi melainkan ada jejak geli di sana.

Kening Dow berkerut. 

“Teman apa?’

“Teman galau,” jawab Oi sekenanya.

Seriously?” Dow terbahak.

Oi mengangkat bahu. Gadis itu mengambil tempat di samping Dow, duduk memeluk kedua lututnya.

“Galau,” gumam Dow lebih pada dirinya sendiri seraya mengangguk-angguk. 

Boleh juga. Mungkin memang galau merupakan kata yang paling tepat untuk menggambarkan situasi dirinya belakangan ini.

“Kalau tidak, kenapa kau di sini hanya bersama Sans?”

“Apa aku nggak boleh bermain dengan anjingku?” Dow bertanya balik.

Nah, I know better. Kenapa nggak ke shelter? Emma dan Jane pasti senang kalau kau mampir ke sana, dan Sans? Dia akan senang bermain dengan teman-temannya.”

Dow tidak menjawab, cowok itu malah mengalihkan perhatiannya pada kedua anjing tersebut, mereka tengah berebut Frisbee di pojok pekarangan. Ia meraih bola tenis di sampingnya, melemparnya ke arah Sans dan Teri namun memastikan jika bola tidak mengenai keduanya, hanya untuk memecah perhatian dari perebutan Frisbee.

Baik Sans dan Teri terlonjak kaget, seketika keduanya melepaskan gigitan Frisbee. Sans menyalak riang sembari mencari bola yang sewarna rumput. Begitu menemukan bolanya, Sans dengan bangga mengembalikan si bola ke kaki Dow, diikuti Teri. 

Enaknya jadi anjing. Tidak ada hal lain yang dipikirkannya selain bermain, makan, tidur dan poop.

Dow melempar kembali bola tenisnya, kali ini ditujukan ke ujung pekarangan terjauh. Sans dan Teri kembali melesat seperti roket.

Oi menarik sebuah kertas dari saku belakang celana jinsnya lalu menyorongkan ke dada Dow. 

“Oh, ini. Tadi aku iseng mencarinya di internet.” 

“Apa ini?” tanya Dow. 

Satu alis Dow terangkat ketika membuka lipatan kertas tersebut. Informasi pribadi? Mereka sama-sama baru pulang dari sekolah dan Oi sudah mendapatkan informasi—

Lisa Kudrow.

“Siapa ini?" tanya Dow.

Ia masih tidak mengerti dengan maksud Oi memberinya cetakan informasi yang sepertinya diambil dari laman wikipedia.

“Lisa Kudrow,” jawab Oi singkat.

I can see that, I mean, why is she in here?” Dow melambaikan kertas di tangannya.

“Dibaca dulu Bos, sebelum bertanya,” Oi memutar bola matanya.

Dow memberi Oi tatapan aku-tahu-maksudmu-tapi-aku-tidak-melihat-apa-maksudmu sembari mengacungkan kertas di tangannya, memperlihatkan pada Oi jika ia membaca isinya.

Oi mengangguk ke arah kertas di tangan Dow. 

“Lisa Kudrow, pemeran Phoebe di serial Friends. Lulusan psychobiology, pernah bekerja sebagai staff penelitian yang mempelajari kemungkinan orang kidal mengalami sakit kepala cluster,” Oi membaca dengan suara lantang.

Yep, definitely wiki-info.

“Dia bukan vet,” kata Dow datar.

“Memang bukan, and for what it’s worth, Kudrow lulus college, bekerja di penelitian sebelum menjadi artis,” Oi mengangguk. 

Ketika ia berbicara lagi, gadis itu mengangkat dagunya tinggi, seolah memberi tantangan pada Dow untuk beradu argumen. 

“Tapi poinku adalah, ada banyak artis di luar sana yang merupakan lulusan sekolah medis. Tidak harus artis, orang kebanyakan yang double degree juga banyak. Jadi begini, kalau orang-orang itu mampu, kenapa kau tidak? Baiklah, ini akan seperti rekaman kaset rusak. Tapi Dow, kenapa nggak menyambar semua kesempatan yang kebetulan diberikan padamu? Anggaplah sebagai rencana cadangan. Kau masih perlu melalui banyak tes untuk masuk sekolah medis, sedangkan ini? Kau tinggal tanda tangan kontrak. Memang benar kau nggak tahu deal-nya seperti apa, tapi bukankah ini sudah 75% kau menjadi profesional?”

That’s a million-dollar question, isn’t it?”

Not exactly, kau saja yang terlalu dramatis, mempersulit dirimu sendiri.”

Dow menatap Oi tajam.

“Ayolah Dow, kau dan aku tahu kalau semua masalah ini hanya bersumber pada dirimu sendiri.”

Baiklah, yang dikatakan Oi masuk akal, dan on point. Tapi apa semudah itu untuk mengubah tujuan hidup seseorang? Mungkin mudah bagi orang lain, jadi kenapa sulit baginya? Lalu ada lagi yang lain—

“Oke, sekarang giliranku yang bertanya padamu. Kita sama-sama baru pulang dari sekolah. Hal yang baru kukerjakan adalah di sini,” Dow menunjuk dirinya dan Sans. “Dan kau sudah menguntit selebritis?”

“Umm … sebenarnya sudah kemarin malam, sih, hanya belum sempat memberikan saja,” Oi nyengir malu. 

Dow menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Oi.

All right, real question, apa yang akan kau berada diposisiku. Say, bukan jurnalmu yang membawamu ke universitas. Ada orang fashion yang tahu karyamu lalu tertarik padamu, apa kau akan menerimanya?”

Mulut Oi terbuka lalu tertutup lagi seperti ikan yang sedang bernapas tapi tidak ada kata-kata yang keluar.

My thought exactly,” ujar Dow congkak. “Jadi kenapa kau ngotot aku harus menerima kontrak ini?”

“Oke, ini alasannya, dan kenapa aku bilang kita berbeda kasus,” telapak tangan kiri Oi teracung di depan wajah Dow. Gadis itu melipat ibu jarinya, mulai menghitung. 

“Satu, karir desainku nggak sefenomenal karir tarimu, meski aku sudah menjadi bagian dari tim desain sejak dua tahun yang lalu. Kau ingat apakah ada yang pernah menawariku sesuatu atau apa aku pernah ikut dalam kejuaraan desain? TIDAK. Kau? berapa banyak piala dan medali yang kau kumpulkan dari tari?”

“Dua,” Oi melipat telunjuknya, tidak memberi waktu Dow untuk membantah. “Dibandingkan dengan karir desain, karirku dalam menulis jurnal ilmiah, esai atau semacamnya lebih membanggakan. Aku mengumpulkan medali dari tulisanku—“

“Aku bisa merekomendasikanmu pada Ed Han,” potong Dow.

Get ahead of yourself, aren’t you? And anyway, that’s lead to the third reasons. Memang kau siapa berani mengajukan syarat? Kontrak saja belum kau tanda tangani, sudah memikirkan orang lain.”

“Apakah itu tantangan?” tanya Dow dengan mata menyipit. “Karena kalau iya, I’m game.” 

Oh man, ia teramat yakin kalau dirinya akan menyesal, tapi mau bagaimana lagi, ia terlanjur buka mulut. Sedang menjilat ludah sendiri adalah pantang hukumnya. Sekarang ia paham, sepaham-pahamnya ketika membaca novel dan menemukan kalimat xxx indeed his kryptonite, karena kini ia merasakan hal yang sama.

Dow tidak tahu bagaimana, tapi Oi benar-benar kelemahannya yang paling besar. Gadis itu hanya perlu buka mulut, lalu bam

Ia menemukan dirinya masuk jebakan.

Entah bisa keluar hidup-hidup atau harus menelan kartu merah.

Out of the game.

Nah, Dow tidak akan semudah itu menyerah. Bagaimanapun ini adalah masa depannya.

Pertanyaannya adalah, apakah taruhan itu sama berharganya dengan masa depannya?

Time will tell.

“Silakan.” Oi mengangkat bahu. “Tapi, aku nggak akan memilih salah satu. Kalaupun kau berhasil membawaku ke dunia fashion, aku akan tetap mengambil antropologi atau sejarah atau apapun yang bisa membuatku menjadi arkeolog.” 

“Omong-omong soal arkeolog, bukannya minimal kau harus Master?” tanya Dow penasaran. 

Ia pernah membaca sekilas jika menjadi arkeolog tidak semudah menonton Indiana Jones. Obsesi Oi.

Oi mengangguk. 

“PhD, Master mungkin bisa, entahlah, goal-ku PhD!”

“Kau akan belajar selama itu?”

Why not?”

“Hanya memastikan, kau akan belajar sampai—minimal—Master plus internship, dan masih akan mengambil fashion?” tanya Dow ragu.

“Nggak ada yang nggak mungkin, lebih dari itu, aku selalu terbuka dengan semua kesempatan. Anggaplah kita memprediksi masa depan, lalu karir fashionku yang lebih dulu sukses. Aku mungkin nggak menjadikan arkeolog sebagai karir, melainkan belajar arkeologi untuk memuaskan rasa penasaranku. Atau, siapa tahu aku bisa menggabungkan arkeologi dan fashion,”

How?”

Oi mengangkat bahu. “Entahlah, aku belum belajar baik antropologi ataupun fashion sedalam itu. Mungkin nanti kalau aku sudah belajar lebih intensif. Who knows?”

Dow menatap Oi takjub. Tidak tahu harus merespon bagaimana karena ia juga tidak menyangka Oi bisa sedemikian dewasa. Mungkin gadis itu terdengar seperti aji mumpung. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, bukankah lebih baik begitu selagi masih muda? 

Baiklah, semakin ke sini, semakin terlihat jika yang menjadi penghalang baginya untuk melanjutkan sekolah medis bukanlah tawaran kontrak Ed Han and 3CG Ent, melainkan dirinya sendiri.

Damn.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
MERAH MUDA
511      370     0     
Short Story
Aku mengenang setiap momen kita. Aku berhenti, aku tahu semuanya telah berakhir.
Mawar Putih
1433      761     4     
Short Story
Dia seseorang yang ku kenal. Yang membuatku mengerti arti cinta. Dia yang membuat detak jantung ini terus berdebar ketika bersama dia. Dia adalah pangeran masa kecil ku.
Cute Monster
669      383     5     
Short Story
Kang In, pria tampan yang terlihat sangat normal ini sebenarnya adalah monster yang selalu memohon makanan dari Park Im zii, pekerja paruh waktu di minimarket yang selalu sepi pengunjung. Zii yang sudah mencoba berbagai cara menyingkirkan Kang In namun selalu gagal. "Apa aku harus terbiasa hidup dengan monster ini ?"
Qodrat Merancang Tuhan Karyawala
1030      693     0     
Inspirational
"Doa kami ingin terus bahagia" *** Kasih sayang dari Ibu, Ayah, Saudara, Sahabat dan Pacar adalah sesuatu yang kita inginkan, tapi bagaimana kalau 5 orang ini tidak mendapatkan kasih sayang dari mereka berlima, ditambah hidup mereka yang harus terus berjuang mencapai mimpi. Mereka juga harus berjuang mendapatkan cinta dan kasih sayang dari orang yang mereka sayangi. Apakah Zayn akan men...
Teater
22744      3183     3     
Romance
"Disembunyikan atau tidak cinta itu akan tetap ada." Aku mengenalnya sebagai seseorang yang PERNAH aku cintai dan ada juga yang perlahan aku kenal sebagai seseorang yang mencintaiku. Mencintai dan dicintai. ~ L U T H F I T A ? Plagiat adalah sebuah kejahatan.
Kentut Pembawa Petaka
354      227     1     
Short Story
Kentut bocah ini sangat berbahaya, nampaknya.
Ruang Nostalgia
354      257     1     
Short Story
Jika kita tidak ditakdirkan bersama. Jangan sesali apa pun. Jika tiba-tiba aku menghilang. Jangan bersedih, jangan tangisi aku. Aku tidak pantas kamu tangisi. Tapi satu yang harus kamu tau. Kamu akan selalu di hatiku, menempati ruang khusus di dalam hati. Dan jika rindu itu datang. Temui aku di ruang nostalgia. -Ruang Nostalgia-
Thantophobia
1397      789     2     
Romance
Semua orang tidak suka kata perpisahan. Semua orang tidak suka kata kehilangan. Apalagi kehilangan orang yang disayangi. Begitu banyak orang-orang berharga yang ditakdirkan untuk berperan dalam kehidupan Seraphine. Semakin berpengaruh orang-orang itu, semakin ia merasa takut kehilangan mereka. Keluarga, kerabat, bahkan musuh telah memberi pelajaran hidup yang berarti bagi Seraphine.
Attention Whore
239      196     0     
Romance
Kelas dua belas SMA, Arumi Kinanti duduk sebangku dengan Dirgan Askara. Arumi selalu menyulitkan Dirgan ketika sedang ada latihan, ulangan, PR, bahkan ujian. Wajar Arumi tidak mengerti pelajaran, nyatanya memperhatikan wajah tampan di sampingnya jauh lebih menyenangkan.
Lantunan Ayat Cinta Azra
814      534     3     
Romance
Perjalanan hidup seorang hafidzah yang dilema dalam menentukan pilihan hatinya. Lamaran dari dua insan terbaik dari Allah membuatnya begitu bingung. Antara Azmi Seorang hafidz yang sukses dalam berbisnis dan Zakky sepupunya yang juga merupakan seorang hafidz pemilik pesantren yang terkenal. Siapakah diantara mereka yang akan Azra pilih? Azmi atau Zakky? Mungkinkah Azra menerima Zakky sepupunya s...