Seperti reaksi kondensasi, ketika gas perlahan mengembun menjadi nyata, begitupula dengan rasa.
❤️❤️❤️
Sekeras apapun Alanin berusaha melupakan kejadian tadi malam, tetap saja ia kini dihadapkan dengan realita. Bertemu Hikari di kelas bukan salah satu yang ia harapkan. Oleh karena itu kini tempat duduknya bahkan berpindah tak lagi bersampingan. Kelas berjalan sesuai rencana Alanin. Namun seusai itu, ketika hendak pergi, tangannya tiba-tiba dicegat oleh Hikari. Entah apa maksud dibaliknya, Alanin terpaksa berhenti.
"Aku mau kamu dengerin penjelasan aku dulu, Nin," ujar Hikari membuka suara.
Kini beberapa pasang mata sudah mengarah kepada mereka berdua yang membuat Alanin melenggang pergi begitu saja tanpa mengindahkan Hikari. Beberapa berbisik sebab tingkah Alanin, sedangkan yang lain memilih untuk tidak peduli.
Perpustakaan. Di sinilah Alanin berada. Bukan karena ia mau membaca, tapi karena tadi malam ia disuruh untuk mengikuti pertemuan langsung untuk membahas rancangan proyek yang akan di adakan tim nya.
Siapa yang mengira tadi malam dia langsung keluar dari meet online tanpa permisi, yang akhirnya ia disuruh mengikuti pertemuan pada hari ini. Sebenarnya bukan tanpa sengaja ia menutupnya, tapi dikarenakan badannya lelah. Belum lagi kejadian yang membuat dirinya patah hati.
"Permisi, maaf terlambat," ujar Alanin yang kemudian ikut duduk memutari meja. Ia terlambat lagi!
Semua pasang mata dalam lingkaran menatap dirinya, beberapa ada yang berbisik karena kehadirannya yang telat. Sedangkan satu orang yang Alanin tebak adalah ketuanya, kini kembali menegurnya. Siapa lagi kalau bukan Argon?
"Kamu telat lagi, Alanin Mikayla?"
"Maaf, saya tadi ada perkuliahan terlebih dahulu karena saya kira pertemuannya ngga sepagi ini," jawab Alanin beralasan. Tapi memang benar itu alasannya, perkuliahan kan lebih penting daripada rapat ini?
"Okay saya maklumi, tapi sebagai gantinya saya tunjuk kamu sebagai ketua acara untuk proyek kali ini," ucap Argon santai yang malah makin membuat pertemuan ini panas.
What the hell!? - batin Alanin.
"Tapi saya baru bergabung di komunitas ini, apa ngga terlalu berlebihan ya kalau saya tiba-tiba ditunjuk jadi ketua acara?" protes Alanin dengan sopan.
Yah benar, ia saja baru bergabung ke komunitas ini satu minggu yang lalu. Bagaimana bisa dia tiba-tiba menggeser kedudukan anggota lama?
"Terserah saya mau menunjuk siapa, selagi itu merupakan anggota divisi ini, apa masalahnya?"
Alanin mengeratkan giginya, belum juga kelar masalah patah hatinya kemaren. Ia sudah harus disibukkan lagi dengan acara yang tidak jelas ini?
"Saya mau liat komitmen kamu buat komunitas, supaya kamu tau kalo komunitas ini gabisa disepelein seenak kamu."
💖💖💖
"Sialan."
Satu kata yang memang tak bermakna keluar dari mulut Alanin bersamaan dengan terlemparnya kaleng yang ia tendang. Tapi jelas itu menggambarkan perasaan Alanin saat ini. Bukan tanpa alasan ia begitu, kekesalan yang kian memuncak di hatinya membuatnya tak terkendali. Pemandangan air mancur di tengah bangunan perpustakaan tak membuatnya tenang sama sekali. Untungnya hari ini hanya ada satu perkuliahan yang membuatnya bisa duduk santai menikmati sisa hari dengan tugas yang menemani dirinya. Teringat baru saja tugas yang diberikan oleh Argon, mungkin jika ada perkuliahan tambahan bisa saja ia sudah disuruh untuk menjabat ketua divisi ketika terlambat lagi.
Alanin memang baru bergabung ke komunitas ini setelah ia tak lagi menjadi anggota di komunitas sebelumnya. Alanin pikir dengan bergabung ke komunitas anak sastra, dirinya akan lebih mudah untuk menumpang nama saja. Karena memang ia jarang mengikuti pertemuan di komunitas sebelumnya yang membuatnya satu bulan kemudian dikeluarkan dari daftar anggota. Namun tak disangkanya ia kini malah ditunjuk sebagai ketua pelaksana acara yang akan diadakan oleh para mahasiswa sastra ini? Bahkan masuk ke komunitas mahasiswa sastra saja sudah sangat aneh bagi dirinya.
"Alanin aku mau bicara."
Tiba-tiba suara yang familiar kini menginterupsinya, hendak pergi tapi Alanin tidak bisa karena ia disudutkan dan akses jalannya sudah di blok oleh orang itu.
"Aku ngga akan biarin kamu pergi sebelum kita bicara, Nin," lugas orang itu.
Alanin menghadapkan dirinya kepada orang yang menurutnya tidak tau malu itu. "Mau apalagi lo? bukannya udah jelas kan, di depan mata kepala gue sendiri lo jalan bareng sama dia," tukas Alanin kepada orang itu yang ternyata adalah pacarnya--Darwin--.
"Iyaaa maaf itu kesalahan aku."
"Ya emang," pungkas Alanin. "Jadi udah jelas kan? mau ngomong apa lagi? Udah ngga ada alasan lain buat gue mau nerima lo lagi," lanjutnya.
"Tapi aku masih mau bareng kamu, Nin," kekeh Darwin mecoba meraih tangan Alanin.
"Jauh-jauh ya lo," pekik Alanin.
Hendak saja Darwin ingin meraih tangan Alanin, beruntungnya ada yang mencegat. Argon.
"Tolong jangan buat gaduh di lingkungan kampus apalagi di perpustakaan," ujar Argon menghentikan Darwin.
Darwin mendecak sebal. "Siapa lo? Gue ngga ada bikin gaduh ya di sini," ucap Darwin menantang Argon.
"Gue juga ngga lagi negur lo, tapi dia." Dengan santai dagu Argon menunjuk Alanin.
Alanin memicingkan mata, pikirnya Argon ini memang sudah mencari gara-gara dengan dirinya. Baru saja Alanin mau protes, sirat mata Argon seperti memunculkan isyarat untuk menurutinya saja. Sedangkan Darwin kebingungan.
"Okay jadi menurut gue cari tempat lain aja, ikuti kebijakan perpus buat ga ganggu orang lain," tandas Argon.
Darwin hendak berbicara namun lagi lagi Argon menghentikannya. "Sebelum gue panggil satpam perpus sih."
"Okay, kita omongin nanti ya Nin, aku juga mau ada kelas lagi."
Akhirnya Darwin pergi dari hadapan mereka berdua. Alanin kembali melanjutkan aktivitasnya yang cuma duduk sambil melamun itu.
"Sendirian ya?" tanya Argon basa basi yang jelas emang basi banget.
Pake nanya bang! - batinnya.
"Emang ada yang bolehin lo duduk di sini?" ketusnya.
"Emang gue perlu izin buat duduk di area perpustakaan ini?" ketus Argon balik.
"Jelas-jelas tadi lo yang bilang ke Darwin begitu."
"Oh Darwin namanya." Alih-alih meladeni Alanin, Argon malah berkata seperti itu seolah-olah ia mau mencari tau tentang Darwin.
Alanin berdecak sebal, ia berdiri untuk berpindah tempat agar jauh jauh dari manusia menyebalkan itu.
"Eh di sini aja."
❤️❤️❤️