Loading...
Logo TinLit
Read Story - JUST RIGHT
MENU
About Us  

Kalau ada lomba siapa yang paling jago nunggu orang, yang nggak main hape, nggak ngelirik jam terus, apalagi yang duduknya udah kayak orang lagi bisulan... kenalin deh, gue Alina Zahra, pemenang lomba itu.

Pfft, nggak juga sih. Aslinya kalau battery phone gue masih ada 50%, sekarang gue pasti lagi nyicil makalah penjas.

Cuma di sekolah gue kayaknya yang pelajaran olahraga bukannya lari kek, senam, atau minimal disuruh main bola, lah malah disuruh bikin makalah. Heran, adaa aja.

Masalahnya ini udah 20%, ultra battery saver-nya juga udah gue nyalain. Takutnya nanti orang yang lagi nggak pengen gue sapa mau lewat, rencananya gue mau pura-pura balesin chat.

Bukan karena gue merasa paling oke, tapi gue nggak mau aja bersosialisasi sama manusia lagi. Karena... capek nggak sih, cengangas-cengenges nggak jelas seharian, abis KBM pun masih harus pura-pura? Duh, nggak dulu.

 

Baru empat bulan jadi murid baru, gue udah mulai bisa nebak kebiasaan temen-temen kelas gue. Cuma beberapa orang yang gue rasa gue bisa akrab sama mereka, anak pendiem, setipe sama gue. Ya seenggaknya temen buat ditanya 'bawa rautan ga?'.

Nggak berarti gue nganggap yang lain bad ya, gue cuma merasa nggak harus deket sama mereka kalau bukan urusan sekolah. Even anaknya ramah, pengikut media sosialnya bejibun, dan oh, dari yang sering gue dengar dari kakel pas ngantri es di kantin, mereka yang dianggap jadi pengganggu hubungan orang karena berusaha temenan sama pacarnya. Ah, buat gue yang penting itu belajar, ujian, dan lulus dengan kemampuan gue sendiri, selain itu terserah.

 

Entah karena gue kelihatan kalem, nggak sadar gue ada di sana, atau mereka percaya gue nggak bakal kayak ember bocor, gue sering banget dengar anak kelas lain maki-maki temen gue karena dianggap centil ke cowoknya. Untuk opsi terakhir, gue memang nggak ada rencana buat ngadu atau apapun, menurut gue hal kayak gini mending nggak usah dikasih tahu dan biarin aja mereka bicara sampai berbusa. Kalaupun memang benar adanya, gue nggak begitu peduli, cinta itu bukan sesuatu yang bisa dikendaliin bahkan sama orang itu sendiri, bisa aja jam satu naksir, jam setengah dua udah ilfeel.

Dan maaf aja ya, menurut gue, mereka bukan centil, tapi memang lagi jadi diri sendiri. Temen-temen kelas gue cantik, versi mereka sendiri.

 

Gue kepikiran, gimana jadinya ya kalau kelas gue yang semuanya pakai rok itu kebagian jadi petugas upacara, kayaknya udah bukan sindir-sindiran di status lagi, langsung dilabrak kali. Hahaha.

Baru masuk SMK aja temen-temen gue udah jadi hot topic. Hebat juga. Tapi jangan salah, kelas tercinta gue ini menerapkan nakal-cerdas balance, namun karena masih baru, nilai nakal kami baru sampai dijemur di depan tiang bendera, dan untungnya itu bukan gue. Gue kayaknya stripnya deh, ngga nakal juga nggak cerdas.

 

Stereotip mengenai anak perkantoran khusus buat cewek, pintar, kalem, gampang diatur, nggak pandai olahraga, bisa bikin bekal sendiri, kelasnya wangi nan bersih, bisa dandan sendiri, dan lain sebagainya membuat tekanan tersendiri bagi kami. Untung aja bukan ketua kelas, pasti capek banget dengar komentar tiap guru dan gimana nyampein itu semua dengan bahasa yang nggak bikin kami sakit hati.

Kebetulan gue bukan ketua kelas, dan gue nggak begitu ambil pusing sama stereotip kayak gitu. Entah dari mana asalnya semua pemikiran kolot itu, gue cuma berharap orang lain juga sama nggak pedulinya sama gue. Gue nggak tahu orang menganggap gue sebagai beban atau justru nggak dianggap sama sekali, nggak masalah. Nggak bakal bikin mati kok.

 

Kepribadian dan kebiasaan tiap orang itu nggak bisa main pukul rata, karena yang namanya manusia pasti unik. Justru itu seninya, itu tantangannya. Semua punya caranya masing-masing buat nunjukin siapa diri mereka, dan itu sah-sah aja. Orang-orang dulu berusaha bikin cewek selalu bisa disetir, biar ngerasa punya kuasa. Menurut internet, itu namanya patriarki, sistem yang udah lama banget ngebentuk standar gak masuk akal tentang gimana cewek 'seharusnya' bersikap. Tai kucing.

 

Bagus kalau dilihat dari luarnya aja. Kelas gue selalu jadi patokan buat kelas lain, kadang bagus, kadang juga nggak. Bagusnya guru-guru selalu kasih nilai lebih, nggaknya jadi banyak yang benci. Mereka juga lelah disuruh sejajar sama kelas kami, 'nggak usah cari muka deh, kita nih yang kena imbasnya' bla bla bla. Kita semua tertekan di sini, kata gue nggak usah jadi paling tersakiti.

 

Ini baru sekolah, baru kelas sepuluh. Entah bagaimana nasib gue nanti, apakah--

 

Beep!

 

Sampai kaget gue. "Belum pulang, Neng...." Oh, itu guru yang ngajarin penjas di kelas gue. Beliau melanin laju motornya. Nggak ngajar anak futsal atau memang udah selesai?

"Hehehe... belum, Pak. Nunggu pacar lagi futsal." Nggak, gue bagian nyengirnya aja. Kalau dari gayanya sih ini kakak kelas yang ngomong. Gue ikut berdiri bareng yang lain terus nyamperin beliau buat salim. "Woh! Itu mah dari tadi juga udah selesaai. Tadi Bapak lewat lagi pada miring hapenya tuh anak-anak cowok, Bapak suruh udahan, bentar lagi paling. Kalau gitu Bapak duluan ya!" Gue nyengir terus nunduk, duh kebiasaan nonton drakor.

Setelah mastiin guru itu udah agak jauh, gue kembali duduk di dekat gapura sekolah. Untungnya nggak kelihatan nelangsa banget karena memang ramean-- lagi nunggu jemputan juga, pada sibuk gadget masing-masing.

 

Akhirnya gue buka hape, lihat jam. 17.13, hari ini ekskul mulai jam setengah tiga. Jadi, ini dari tadi gue lagi nunggu Raden main game apa betulsn habis futsal nih?

 

"Na! Cowok lu dari tadi nungguin di tangga tuh, samperin gih. Emang nggak di-call? Musuhan ya? DEEN WOI! CEWEK LU NIIIH! Eh, atau mau balik bareng gue? Gue masih inget rumah lu kok." Mentang-mentang suaranya bagus, teriak aja pakai nada. Padahal ngebut, tapi jeli juga matanya bisa nemuin gue, itu temen PAUD gue di tahun pertama. 

Memang dasarnya cengangas-cengenges, gue ngegeleng sambil nyengir. Benar aja dugaan gue, si Wen cuma basa-basi sambil nungguin temennya lari ngejar dia. Dia ngeklakson pendek terus ngebut lagi.

 

Gue berdiri, terus ngelangkah masuk ke sekolah lagi, mau nyamperin Raden yang katanya nungguin gue di tangga biasa gue ke kelas. Eh beneran ada astaga, gue curiganya baterai hapenya juga low habis dipakai mabar. Dia nguasain satu anak tangga buat ngelurusin kakinya, matanya merem, tangannya sedekap. Gue tahu banget dia nggak lagi tidur.

"Eh, pulang ayo." Gue narik beberapa helai rambutnya biar dia bangun.

"Lah? Lo tuh habis praktek apa ngapain sih, lama bener dah. Mateng gue mateng, Na." Raden ngedongak, berdiri terus nepuk debu di pantatnya.

"Lah, siapa yang prakteeek. Gue dari tadi nunggu di depan dari jam setengah tiga, nungguin lo futsal!" Kesel, akhirnya gue jalan duluan.

 

"Oohh, yang tadi bolak-balik anak kelas lain berarti ya? Lagian lo juga nggak ada kabar. Malah sama-sama nunggu, kan. Ke depan dulu aja, Na, gue ambil motor." Gue bisa rasain dia ngambil minum dari dalem tas gue, dari pada dia keburu-buru terus keselek air, gue berhenti lagi.

 

Kalau sama Raden gue nggak pernah bisa marah lama-lama.

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Tok! Tok! Magazine!
97      85     1     
Fantasy
"Let the magic flow into your veins." ••• Marie tidak pernah menyangka ia akan bisa menjadi siswa sekolah sihir di usianya yang ke-8. Bermodal rasa senang dan penasaran, Marie mulai menjalani harinya sebagai siswa di dua dimensi berbeda. Seiring bertambah usia, Marie mulai menguasai banyak pengetahuan khususnya tentang ramuan sihir. Ia juga mampu melakukan telepati dengan benda mat...
Can You Hear My Heart?
488      285     11     
Romance
Pertemuan Kara dengan gadis remaja bernama Cinta di rumah sakit, berhasil mengulik masa lalu Kara sewaktu SMA. Jordan mungkin yang datang pertama membawa selaksa rasa yang entah pantas disebut cinta atau tidak? Tapi Trein membuatnya mengenal lebih dalam makna cinta dan persahabatan. Lebih baik mencintai atau dicintai? Kehidupan Kara yang masih belia menjadi bergejolak saat mengenal ras...
That's Why He My Man
922      602     9     
Romance
Jika ada penghargaan untuk perempuan paling sukar didekati, mungkin Arabella bisa saja masuk jajan orang yang patut dinominasikan. Perempuan berumur 27 tahun itu tidak pernah terlihat sedang menjalin asmara dengan laki-laki manapun. Rutinitasnya hanya bangun-bekerja-pulang-tidur. Tidak ada hal istimewa yang bisa ia lakukan di akhir pekan, kecuali rebahan seharian dan terbebas dari beban kerja. ...
Let Me be a Star for You During the Day
1008      534     16     
Inspirational
Asia Hardjono memiliki rencana hidup yang rapi, yakni berprestasi di kampus dan membahagiakan ibunya. Tetapi semuanya mulai berantakan sejak semester pertama, saat ia harus satu kelompok dengan Aria, si paling santai dan penuh kejutan. Bagi Asia, Aria hanyalah pengganggu ritme dan ambisi. Namun semakin lama mereka bekerjasama, semakin banyak sisi Aria yang tidak bisa ia abaikan. Apalagi setelah A...
Je te Vois
712      463     0     
Romance
Dow dan Oi sudah berteman sejak mereka dalam kandunganklaim kedua Mom. Jadi tidak mengherankan kalau Oi memutuskan ikut mengadopsi anjing, Teri, yang merupakan teman baik anjing adopsi Dow, Sans. Bukan hanya perihal anjing, dalam segala hal keduanya hampir selalu sama. Mungkin satu-satunya yang berbeda adalah perihal cita-cita dan hobi. Dow menari sejak usia 8 tahun, tapi bercita-cita menjadi ...
Tic Tac Toe
418      336     2     
Mystery
"Wo do you want to die today?" Kikan hanya seorang gadis biasa yang tidak punya selera humor, tetapi bagi teman-temannya, dia menyenangkan. Menyenangkan untuk dimainkan. Berulang kali Kikan mencoba bunuh diri karena tidak tahan dengan perundungannya. Akan tetapi, pikirannya berubah ketika menemukan sebuah aplikasi game Tic Tac Toe (SOS) di smartphone-nya. Tak disangka, ternyata aplikasi itu b...
Kacamata Monita
975      439     4     
Romance
Dapat kado dari Dirga bikin Monita besar kepala. Soalnya, Dirga itu cowok paling populer di sekolah, dan rival karibnya terlihat cemburu total! Namun, semua mendadak runyam karena kado itu tiba-tiba menghilang, bahkan Monita belum sempat membukanya. Karena telanjur pamer dan termakan gengsi, Monita berlagak bijaksana di depan teman dan rivalnya. Katanya, pemberian dari Dirga terlalu istimewa u...
Maju Terus Pantang Kurus
1133      646     3     
Romance
Kalau bukan untuk menyelamatkan nilai mata pelajaran olahraganya yang jeblok, Griss tidak akan mau menjadi Teman Makan Juna, anak guru olahraganya yang kurus dan tidak bisa makan sendirian. Dasar bayi! Padahal Juna satu tahun lebih tua dari Griss. Sejak saat itu, kehidupan sekolah Griss berubah. Cewek pemalu, tidak punya banyak teman, dan minderan itu tiba-tiba jadi incaran penggemar-penggemar...
The Best Gift
40      38     1     
Inspirational
Tidak ada cinta, tidak ada keluarga yang selalu ada, tidak ada pekerjaan yang pasti, dan juga teman dekat. Nada Naira, gadis 20 tahun yang merasa tidak pernah beruntung dalam hal apapun. Hidupnya hanya dipenuhi dengan tokoh-tokoh fiksi dalam  novel-novel dan drama  kesukaannya. Tak seperti manusia yang lain, hidup Ara sangat monoton seakan tak punya mimpi dan ambisi. Hingga pertemuan dengan ...
Imajinasi si Anak Tengah
2094      1199     16     
Inspirational
Sebagai anak tengah, Tara terbiasa berada di posisi "di antara" Di antara sorotan dan pujian untuk kakaknya. Dan, di antara perhatian untuk adiknya yang selalu dimanjakan. Ia disayang. Dipedulikan. Tapi ada ruang sunyi dalam dirinya yang tak terjamah. Ruang yang sering bertanya, "Kenapa aku merasa sedikit berbeda?" Di usia dua puluh, Tara berhadapan dengan kecemasan yang tak bisa ia jel...