Bab 41
Akal
Lala memutuskan bahwa ia hanya akan meminum obat yang mengatasi depresi saja. Ia tidak akan meminum obat yang mengatasi mania di saat-saat ia tertawa-tawa sendiri. Ia mencari akal untuk membuang obatnya tanpa sepengetahuan Mama, tetapi sulit sekali. Mama seakan-akan mengawasi Lala selama dua puluh empat jam.
Akhirnya, pucuk dicinta ulam tiba. Kesempatan itu datang ketika Lala dan keluarganya sedang makan di warung soto langganan Papa. Seorang wanita gendut yang duduk di belakang Lala dan kursinya berhimpitan dengan kursi Lala, mengeluarkan handphone dari dalam tas putihnya. Wanita itu tidak menritsleting kembali tasnya. Lalu, ia mengangkat telepon seraya berjalan ke arah toilet.
Mama melangkahkan kaki menuju wastafel untuk mencuci tangannya. Lala menoleh ke belakang dan melihat tas wanita itu yang dalam keadaan terbuka. Dimasukkannya beberapa butir obat ke dalam tas itu. Papa tidak menyadarinya karena ia sedang sibuk mengetik pesan di handphone.
Mama kembali duduk di kursinya dan bertanya, “Sudah diminum obatnya, La?”
Lala mengangguk. Mama menoleh ke arah Papa. Tanyanya, “Apakah Lala sudah minum obat, Pa?”
“Sudah,” jawab Papa, tak mengalihkan perhatiannya sedikit pun dari handphone-nya.
Hari ini, Lala pulang ke rumah dengan hati riang.