Loading...
Logo TinLit
Read Story - Yang Tertinggal dari Rika
MENU
About Us  

Bab 7 -Tekanan

---

 

Sudah satu bulan sejak aku masuk Elitara HighSchool. Aku senang, sungguh. Sekolah ini impianku sejak lama. Tapi ya, seperti yang sering disebut orang-orang: tidak ada yang sempurna. Jadwalnya padat, dan aku mulai menginginkannya.

Setiap hari aku pulang jam 5 sore, kecuali Sabtu yang lebih singkat—pulang jam 12 siang. Tapi tetap saja, ritme yang padat membuat badanku terasa seperti mesin yang dipaksa jalan terus.

Belum lagi di rumah. Masalah seperti tak pernah absen. Ibu selalu menyuruh ini, seolah-olah aku satu-satunya anak di rumah. Padahal, Raka juga ada. Waktu itu aku sedang ngerjain tugas sekolah, dan ketika aku bilang tidak bisa membantu dulu, Ibu langsung marah. Katanya aku keras kepala. Tapi Raka? Dia lagi main game di dalam ruangan loh.

Aku bisa menulis keluhan ini sampai 100 halaman, tapi tetap saja, Ibu takkan mengerti.

Hari libur pun sama saja. Ibu tetap menyuruhku beres-beres, mencuci piring, sapu lantai, pel rumah, jemur baju—setiap hari. Aku lelah. Sangat lelah.

Tapi ya sudah. Kadang-kadang lebih baik diameter telinga ini meledak karena terus mendengar omelan. Hari-hariku? Tetap saja menyebalkan.

 

~

“Kak Rika…?” suara kecil Reza memanggil pelan dari balik pintu kamarku, terdengar ragu.

Aku sedang menulis diari ketika mendengar suaranya. Aku menoleh dan tersenyum.

"Ada apa, Reza? Butuh sesuatu?" tanyaku lembut. Ia membuka pintu dengan hati-hati, lalu masuk ke dalam sambil tersenyum riang. “Aku pengen main sama Kakak. Apa aja deh… bosan.”

Aku menutup buku diari dan jongkok agar sejajar dengannya.

“Ada abang Raka, kenapa nggak ajak dia aja?” tanyaku.

Reza langsung menyarankan. "Aku lagi marahan. Abang akhir-akhir ini pekerjaannya cuma main game online." Aku mengangguk. Iya sih, benar juga.

"Yasudah, sebentar ya. Mau main apa? Mau keluar rumah?" tawarku. Reza mengangguk cepat. Tapi belum sempat aku ajak dia keluar...

“RIKA! SINI SEBENTAR!!” Ibu memanggil. Ah. Lagi-lagi disuruh.

'Sebentar' ala Ibu biasanya satu jam lebih di dapur. Aku menghela napas. Reza langsung menunduk lesu. Aku mengusap kepalanya pelan. “Sebentar ya. Kakak janji gak bakal lama,” ucapku. Ia mengangguk meski sorot matanya masih kecewa.

Aku pun pergi ke arah suara Ibu. Ternyata, dia sedang menyetrika dan mencuci baju. Aku segera membantu memasak masakan yang belum selesai.

“Habis ini, cuci piring, masak nasi, sapu, dan pel rumah,” katanya sambil tetap sibuk menyetrika. Aku sempat ingin menolak, tapi Ibu sudah melihat tajam.

“Jangan banyak alasan. Kamu di rumah kantor hanya HP utama terus, di kamar terus!” bentaknya. Aku menunduk. Pelan, aku mengangguk. Lelah...lelah sekali.

Aku menyelesaikan semua tugas secepat mungkin. Ibu menyuruhku melakukan banyak hal, padahal PR sekolah masih menumpuk.

Dia bilang aku di rumah nggak ngapa-ngapain? Hei, aku sekolah dari pagi sampai sore. Habis itu mandi, beres-beres kamar, bantu masak, makan malam, lalu lanjut ngerjain PR.

Apa itu masih disebut 'nggak bantu'? Nggak kerja? Apa dia tak melihat? Atau tak dengar? Tapi ya, dia ibuku. Aku harus tetap sopan, meski kadang... aku merindukan versi dirinya yang dulu.

Aku kembali ke kamar. Reza duduk di kasur, mengayun-ayunkan kaki.

“Reza, yuk. Kakak udah selesai,” ajakku. Ia menoleh dan tersenyum lebar. "Yey! Ayo Kak! Kita main di halaman depan!" Ah, bocah ini. Selalu berhasil mencairkan hatiku.

Kami baru mau keluar kamar, tapi Raka tiba-tiba masuk dengan wajah kesal.

"Kak! Bantuin ngerjain PR IPS, dong! Susah banget!" Nada suaranya tinggi, seenaknya.

Aku menatap dengan tegas. "Nggak. Kerjakan sendiri. Sesekali kamu harus belajar mandiri. Nilai matematikamu bisa 92, masa IPS nggak bisa?"

Raka melotot. “Ck, tumben Kakak jawabnya begini. Mau aku aduin ke Ibu?”

Dia bersedekap, jadi bertenaga. Kalau bukan adikku, sudah kulempar ke depan rumah. Sebelum aku menjawab, Reza langsung angkat suara.

"Kak! Bang! Udah-udah, kenapa sih ribut terus? Abang kenapa sih gangguin Kakak? Aku lagi pengen main sama Kak Rika... Abang di kamar aja, main game online abang itu!"

Matanya mulai berkaca-kaca. Aku menarik Reza ke dekatku. “Keluar, Raka. Belajar mandiri, jangan manja terus. Apalagi sama Ibu. Kamu sudah besar.”

Raka tampak terkejut. Ia mundur, lalu lari ke dalam ruangan. Aku menghela nafas dan mengusap kepala Reza. "Udah ya, jangan nangis. Kakak di sini. Masih mau main?" Ia mengangguk pelan, menyeka matanya.

Kami pun keluar kamar.

 

~

 

Makan Malam

Seperti biasa, aku datang terakhir. Ibu terlihat tajam. Raka duduk di sana dengan ekspresi sinis. Ayah lembur di kantor. Hanya ada aku, Reza, Ibu, dan Raka.

"Rika, kamu itu udah besar. Jangan bikin adikmu nangis terus. Tadi Raka bilang kamu bentak dia hanya karena dia minta dibantuin PR. Katanya kamu bilang dia manja."

“Maksudnya… Bu?” tanyaku bingung. Aku benar-benar tidak tahu apa yang sedang dibicarakan. Ibu malah menghentakkan piring ke meja dengan kasar.

"Jangan pura-pura bingung! Kamu itu masih muda, masa udah amnesia? Pikun?"

“Anak muda zaman sekarang, kebanyakan HP utama, makanya otaknya bebal. Dikit-dikit lupa, dikit-dikit ngeyel sama orang tua!” ocehnya lagi, tajam dan menyakitkan.

Aku mengerutkan kening, menarik napas panjang untuk menahan diri.

Aku membiarkan ibu terus mengomel dengan menusuknya. Raka di seberang meja malah tampak tersenyum puas, seolah menikmati saat aku dimarahi.

Reza menoleh ke arahku. Dia ingin bicara, ingin membela, tapi aku tahu dia bingung harus mulai dari mana.

Aku mencoba tetap makan meski rasanya... mual. Ada sensasi mencekik di tenggorokan. Mataku perih—seperti habis ditampar angin badai berkali-kali.

Suapan demi suapan, aku paksakan masuk ke mulut. Ingin rasanya membalik meja ini, melempar semua piring. Karena, bahkan ketika aku mencoba diam dan makan, Ibu tetap memarahiku.

Entah dosa apa yang kubawa hari ini. Aku rela dimarahi, kapan pun, di mana pun. Asal jangan saat aku makan.

Hanya itu permintaanku—sekecil itu. Tapi tetap saja tidak bisa terpenuhi. Dengan nafas berburu, aku bangkit dari kursi. Gerakanku kasar. Piringku masih tersisa sekitar tiga per empat.

Aku tidak peduli. Aku pergi, meninggalkan meja makan tanpa kata. Teriakan ibu mengiringi langkahku. Aku mendengar namaku dipanggil berkali-kali. Tapi semua suara itu berubah seperti dengungan kosong.

Aku hanya ingin... hilang. Aku masuk kamar dan mengunci pintu. Untuk sementara waktu, aku menutup telingaku dengan bantal.

Aku cuma ingin tidur. Lupa. Hening. Perutku masih bergemuruh. Lapar. Tapi kupilih menahan. Lebih baik tidak makan, daripada harus makan sambil dimaki.

Kadang-kadang, untuk bertahan, kita harus belajar menolak racun yang dikemas sebagai perhatian.

Ibu...

Sebenarnya, siapa aku di matamu sekarang? Aku tahu Raka juga anakmu.

Tapi aku—aku anakmu yang pertama. Lalu kenapa, sekarang kau melihatnya dengan marah?

Bukan dengan cinta... seperti dulu?

 

[Bersambung]

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Melihat Tanpamu
141      115     1     
Fantasy
Ashley Gizella lahir tanpa penglihatan dan tumbuh dalam dunia yang tak pernah memberinya cahaya, bahkan dalam bentuk cinta. Setelah ibunya meninggal saat ia masih kecil, hidupnya perlahan runtuh. Ayahnya dulu sosok yang hangat tapi kini berubah menjadi pria keras yang memperlakukannya seperti beban, bahkan budak. Di sekolah, ia duduk sendiri. Anak-anak lain takut padanya. Katanya, kebutaannya...
Diary of Rana
183      155     1     
Fan Fiction
“Broken home isn’t broken kids.” Kalimat itulah yang akhirnya mengubah hidup Nara, seorang remaja SMA yang tumbuh di tengah kehancuran rumah tangga orang tuanya. Tiap malam, ia harus mendengar teriakan dan pecahan benda-benda di dalam rumah yang dulu terasa hangat. Tak ada tempat aman selain sebuah buku diary yang ia jadikan tempat untuk melarikan segala rasa: kecewa, takut, marah. Hidu...
Layar Surya
1303      795     17     
Romance
Lokasi tersembunyi: panggung auditorium SMA Surya Cendekia di saat musim liburan, atau saat jam bimbel palsu. Pemeran: sejumlah remaja yang berkutat dengan ekspektasi, terutama Soya yang gagal memenuhi janji kepada orang tuanya! Gara-gara ini, Soya dipaksa mengabdikan seluruh waktunya untuk belajar. Namun, Teater Layar Surya justru menculiknya untuk menjadi peserta terakhir demi kuota ikut lomb...
Liontin Semanggi
1398      864     3     
Inspirational
Binar dan Ersa sama-sama cowok most wanted di sekolah. Mereka terkenal selain karena good looking, juga karena persaingan prestasi merebutkan ranking 1 paralel. Binar itu ramah meski hidupnya tidak mudah. Ersa itu dingin, hatinya dipenuhi dengki pada Binar. Sampai Ersa tidak sengaja melihat kalung dengan liontin Semanggi yang dipakai oleh Binar, sama persis dengan miliknya. Sejak saat...
Fragmen Tanpa Titik
42      38     0     
Inspirational
"Kita tidak perlu menjadi masterpiece cukup menjadi fragmen yang bermakna" Shia menganggap dirinya seperti fragmen - tidak utuh dan penuh kekurangan, meski ia berusaha tampak sempurna di mata orang lain. Sebagai anak pertama, perempuan, ia selalu ingin menonjolkan diri bahwa ia baik-baik saja dalam segala kondisi, bahwa ia bisa melakukan segalanya sendiri tanpa bantuan siapa pun, bahwa ia bis...
No Longer the Same
340      258     1     
True Story
Sejak ibunya pergi, dunia Hafa terasa runtuh pelan-pelan. Rumah yang dulu hangat dan penuh tawa kini hanya menyisakan gema langkah yang dingin. Ayah tirinya membawa perempuan lain ke dalam rumah, seolah menghapus jejak kenangan yang pernah hidup bersama ibunya yang wafat karena kanker. Kakak dan abang yang dulu ia andalkan kini sibuk dengan urusan mereka sendiri, dan ayah kandungnya terlalu jauh ...
Halo Benalu
827      403     0     
Romance
Tiba-tiba Rhesya terlibat perjodohan aneh dengan seorang kakak kelas bernama Gentala Mahda. Laki-laki itu semacam parasit yang menempel di antara mereka. Namun, Rhesya telah memiliki pujaan hatinya sebelum mengenal Genta, yaitu Ethan Aditama.
Anikala
897      426     2     
Romance
Kala lelah terus berjuang, tapi tidak pernah dihargai. Kala lelah harus jadi anak yang dituntut harapan orang tua Kala lelah tidak pernah mendapat dukungan Dan ia lelah harus bersaing dengan saudaranya sendiri Jika Bunda membanggakan Aksa dan Ayah menyayangi Ara. Lantas siapa yang membanggakan dan menyanggi Kala? Tidak ada yang tersisa. Ya tentu dirinya sendiri. Seharusnya begitu. Na...
Sweet Like Bubble Gum
1065      765     2     
Romance
Selama ini Sora tahu Rai bermain kucing-kucingan dengannya. Dengan Sora sebagai si pengejar dan Rai yang bersembunyi. Alasan Rai yang menjauh dan bersembunyi darinya adalah teka-teki yang harus segera dia pecahkan. Mendekati Rai adalah misinya agar Rai membuka mulut dan memberikan alasan mengapa bersembunyi dan menjauhinya. Rai begitu percaya diri bahwa dirinya tak akan pernah tertangkap oleh ...
Semesta Berbicara
1045      644     10     
Romance
Suci adalah wanita sederhana yang bekerja sebagai office girl di PT RumahWaktu, perusahaan di bidang restorasi gedung tua. Karena suatu kejadian, ia menjauh dari Tougo, calon tunangannya sejak kecil. Pada suatu malam Suci memergoki Tougo berselingkuh dengan Anya di suatu klub malam. Secara kebetulan Fabian, arsitek asal Belanda yang juga bekerja di RumahWaktu, ada di tempat yang sama. Ia bersedia...