Mbak Regina
Juanda ini gawat. Ya ampun gue baru bisa chat lo sekarang karena tadinya gue pura-pura kehilangan hp biar pihak agensi nggak selidiki hp gue buat nyari keberadaan Faye. Juan, gue mohon sama lo, ambil sekarang juga hp Fayena. Jangan sampai tuh anak buka sosmed atau buka aplikasi chat. Ini parah banget, Juan. Ayahnya Fayena bikin postingan dirinya yang lagi mabuk terus masuk rumah Fayena. Warganet gempar banget mengetahui fakta bokapnya Fayena pemabuk, pemain wanita, dan nggak lama tabrak orang dan nggak tanggung jawab sama sekali. Agensi juga lagi marah banget. Jadi gue mohon lo ... lo aturlah ya jangan sampai kabar ini Fayena denger. Jangan biarin dia liat TV juga. Bisa stress dia. Tunggu lebih lama lagi di sana sampai suasan reda.
Juanda malam-malam terkejut dengan pesan yang dikirim oleh Regina. Buru-buru Juanda keluar dari kamarnya. Namun terlambat, ternyata Fayena sedang duduk di sofa dengan tatapan lurus menatap televisi yang menayangkan ayahnya sedang mabuk dan mengatakan yang tidak-tidak pada pada rekaman video yang ayahnya posting di akun sosial media. Fayena membeku di tempatnya dengan mata berkaca-kaca tanpa berkedip sekalipun. Juanda yang melihatnya sangat lemas, ia gagal menjaga perasaan Fayena.
"Faye--"
"Karir gue hancur, Juan. Karir gue bener-bener hancur tanpa sisa. B-Bokap gue udah ungkap aib gue yang pernah minum, yang nggak ngasih duit ke orang tua, dan pernah ngusir dia dari rumah. G-gua harus gimana, Juanda? Gue harus gimana?" Fayena langsung menangis di akhir kalimatnya.
Juanda berjalan lesu menuju Fayena, lalu duduk di sampingnya. "Tadinya gue mau laksanain permintaan Mbak Regina biar lo nggak buka hp dan nggak liat tv. Tapi kayaknya gue yang kurang gercep buat lindungin perasaan lo, Faye. Maafin gue,"cetus Juanda merasa sangat bersalah.
Fayena menangis di pelukan Juanda hingga tersedu-sedu. Beruntung Imran dan istrinya sedang berada di rumah warga yang sedang mengadakan selamatan malam ini, hingga Fayena bisa menumpahkan semua kesedihannya. Juanda pun mengelus rambut gadis itu dengan lembut untuk menenangkan.
"Gue nggak sanggup hidup kayak gini, Juan. Mending gue jadi Yena yang lo ceritain. Nggak usah terkenal, nggak usah cantik, dan nggak usah kaya. Tapi dia punya nenek yang sayang banget sama dia dan punya lo yang cinta banget sama dia. Nggak kayak gue, keluarga gue hancur, karir gue hancur, dan hubungan gue dengan Alfino juga hancur. Apa yang tersisa buat gue, Juan? Apa yang bisa gue lakukan buat bertahan hidup, hah?!" racau Fayena nyaris seperti orang yang mengamuk. Juanda benar-benar panik dan bingung harus memperlakukan gadis itu bagaimana.
"Ush ush ush! Udah Faye, udah, ya. Lo nggak bakal dapat hasil apa-apa dengan ngamuk kayak gini. Yang ada lo bakal capek, mata lo sakit, terus orang-orang pada datang ke sini dan bikin lo tambah malu. Ngamuk nggak akan ngasih solusi, Faye. Jadi lo mau kan diskusi sama gue buat pemecahan masalah ini? Diskusi sama gue, Faye. Siapa tahu kita nemu jalan keluar yang terbaik buat masalah lo," ujar Juanda menenangkan.
Barulah Fayena meredakan tangisannya walau sesekali terdengar isak tangis yang memilukan. Sepertinya mata gadis itu tak bisa untuk berhenti menangis walau ia sudah berusaha sekuat mungkin. Nyatanya kesedihan dan yang alami saat ini lebih dashyat dari sebelumnya. Fayena nyaris tak bisa mengendalikan dirinya sendiri jikalau tak ada Juanda di sampingnya.
"Sekarang gue harus gimana, Juan? Coba lo kasih solusi apapun ke gue. Gue bakal terima. Gue udah buntu banget sama hidup gue sendiri. Apapun saran dari lo bakal gue ambil. Serius," ucap Fayena mencoba untuk tegar. Ia menatap Juanda penuh harap.
"Serius?"
Fayena mengangguk yakin. "Gue serius," ujarnya menghapus sisa-sisa air matanya.
"Lo harus berani, Faye. Lo nggak bisa ngumpet dan rela diselubungi sama pemikiran lo sendiri. Lo harus berani tampil dan jelasin semuanya ke publik. Oke kita emang nggak tau tanggapan publik gimana, tapi setidaknya lo nggak jadi pecundang dengan sembunyi doang, kan? Please, Faye. Percaya kali ini sama gue. Gue yakin lo bisa," lontar Juanda dengan tatapan penuh keyakinan pada Fayena. Walau tatapan mata gadis itu tampak liar akan rasa takut dan meragu, tetapi begitu melihat mata Juanda untuk kedua kalinya ia pun mengangguk.
"Oke. Gue setuju sama saran lo. Sesuai apa yang gue bilang kalau gue udah buntu. Terserah mau hasilnya kayak gimana, yang penting gue udah coba. Walau karir gue bakal luluhlantak pun gue terima, Juan. Please, lo selalu dukung gue, ya?"
Juanda tersenyum sambil mengacak pelan rambut Fayena. "Pasti. Gue bakal dukung lo sebisa gue. Ya udah. Sekarang lo tidur dan istirahat yang cukup. Gue bakal bikinin teks urutan topik yang bakal lo bahas di acara konferensi pers besok. Gue juga bakal bilang ke Regina buat urus semuanya. Dah, masuk gih!"
Fayena pun beranjak dari duduknya menuju kamar. Sedangkan Juanda masuk ke dalam gudang yang ia jadikan kamar sementara menginap di rumah ini.
***
Pagi-pagi sekali Fayena dan Juanda berangkat ke Jakarta untuk acara konferensi pers yang telah pihak agensi siapkan. Berita tentang munculnya Fayena ke depan publik pun trending di berbagai situs web dan sosial media. Mereka sengaja tak singgah ke rumah terlebih dahulu untuk menghindari wartawan. Bahkan Juanda memilih jalur masuk belakang untuk sampai ke tempat acara konferensi tersebut. Para bodyguard dan Regina pun telah stand by untuk mengawal Fayena.
Pada acara konferensi itu dihadiri oleh Fayena dan juga Gabriel. Alfino tak ada tanda-tanda kedatangannya. Meski begitu acara konferensi tersebut tetap dilaksanakan sebagai mana mestinya. Dimulai dari Gabriel yang memberikan pernyataan tentang penganiayaan dirinya yang dilakukan oleh Alfino.
"Gue menegaskan di sini bahwa kejadian waktu itu bukan kesalahan Fayena. Sama sekali bukan. Fayena berakting sama gue dengan baik dan profesional. Dia nggak ada ungkit bahwa pacarnya si Alfino larang dia jadi pasangan gue. Nggak ada. Jadi waktu itu Alfino datang dan langsung hentiin proses syuting. Kami sempat debat dikit sampe akhirnya Alfino pukul gue. Udah gitu, Fayena juga tampaknya nggak tau Alfino bakal datang. Iya kan, Faye, ya?"
Fayena mengangguk. "Apa yang dikatakan Gabriel bener. Saya sama sekali nggak tau Alfino bakal datang dan bertindak senekat itu. Memang benar Alfino sempat menentang saya buat jadi lawan main Gabriel. Tapi saya udah tandatangan kontrak dan harusnya profesional dong, ya. Kami juga akting buat drama doang, bukan beneran. Tapi karena Alfino punya problem pribadi mungkin, jadi dia nggak suka kalau saya dipasangin sama Gabriel. Itu sih yang menjadi pemicu utamanya," tutur Fayena menjelaskan.
Lalu, salah satu reporter pun bertanya pada Fayena. "Lalu, bagaimana hubungan Faye dengan Alfino sekarang?"
Sebelum Fayena menjawab, ada satu reporter muda yang menyela dengan mengangkat tangannya. "Bisa dijelaskan kemana perginya Fayena selama ini? Apakah sesuai dengan yang diberitakan bahwa Fayena melarikan diri dari masalah?
Fayena mengembuskan napas pelan. Ia tak suka dengan pertanyaan yang beruntun seperti itu. Namun, ia harus bersikap baik dengan menunjukkan raut wajah ramahnya.
"Soal itu ... saya belum ada interaksi sama dia semenjak kejadian tempo lalu. Saya pergi bersama asisten saya ke sebuah desa dan ganti nomor saya. Jadi ... saya bener-bener tenangin diri di sana tanpa mau diganggu siapapun. Saya putusin untuk tampil di publik seperti saat ini ketika saya benar-benar sudah siap secara mental dan kesehatan fisik saya," ujar Fayena menjelaskan.
"Baik, saya ingin bertanya dengan Gabriel. Bagaimana kondisi Anda sekarang setelah menjalani pengobatan di rumah sakit? Lalu, apakah tanggapan pihak keluarga mengenai insiden ini?"
Gabriel pun mengangkat mic kembali. "Jujur saya itu kalau luka emang agak lebay nyerinya. Haha. Jadi saya sempat nangis pas diobatin. Soalnya pukulan Alfino waktu itu lumayan, tulang pipi saya ngilu banget. Tapi karena pengobatan terbaik yang saya dapatkan, sekarang saya jauh lebih baik. Orang tua saya tentu nggak terima awalnya. Cuma bakal ada pembicaraan secara kekeluargaan sih karena ayahnya Alfino juga salah satu rekan bisnis papah saya," tuturnya menjelaskan.
"Bagaimana tentang drama series kalian? Apakah ada kemungkinan akan dilanjutkan proses syutingnya?"
Fayena dan Gabriel sama-sama menoleh dengan tawa hambar. Mereka bingung harus membahasnya bagaimana. Akhirnya Gabriel yang angkat bicara lebih dulu.
"Soal syuting belum ada keputusan yang resmi, ya. Intinya pihak produksi film juga bakal segera mengumumkan soal lanjut atau ... ya ada keputusan lainnya. Tunggu ajalah, ya. Haha."
Usai acara konferensi tersebut, Fayena dan Gabriel memiliki waktu untuk ngobrol secara pribadi di belakang kamera. Tampak Fayena sangat tak enak dengan kondisi Gabriel sekarang yang masih terlihat bekas luka.
"Riel, gue beneran minta maaf ya atas kejadiaan waktu itu. Gue juga main nyelonong pergi aja saking stressnya dengan keadaan. Gue bener-bener nggak siap ngadepin Alfino dan pertanyaan wartawan,"ujar Fayena penuh penyesalan.
"Gapapa kali, Fay. Sesuai apa yang gue bilang tadi di depan kamera, kalau lo itu nggak salah. Yang salah ya Alfino yang possesif banget sampai nggak ngerti arti profesional sebagai publik figur. Udah tau akting, malah dianggap serius. Tapi serius gue gapapa. Jadi lo nggak usah nyimpen rasa bersalah. Gue juga ngerti kenapa kamu nggak muncul dan pilih tenangin diri dulu. Jangan khawatir, Okay?" ujar Gabriel dengan ramah.
Senyuman Fayena mengembang mendengarnya. "Thanks banget pokoknya. Semoga lukanya cepat sembuh, ya. Gue duluan ya, Riel."
"Oke. Hati-hati, Fay!"
Fayena segera menghampiri Juanda san Regina yang telah menunggu mereka bersama beberapa bodyguard. Ketika mereka keluar gedung, blitz kamera pun menyapa. Fayena menoleh pada Juanda, lalu pemuda itu mengangguk sambil tersenyum. Fayena pun membentuk senyuman tulus di hadapan kamera. Ia menunjukkan sisi ramahnya seperti biasa.