Loading...
Logo TinLit
Read Story - Mimpi & Co.
MENU
About Us  

Dengan berat hati, Ami pulang ke rumah diantar Aidan. Padahal, dalam lubuk hati terdalamnya, Ami belum ingin pulang. Dia ingin memanfaatkan waktu terakhir mimpinya untuk setidaknya membuat Aidan merasa dihargai–karena telah menyukainya. Malam ini, sebelum mimpi berakhir, Ami ingin mengatakan segalanya dengan sejujur-jujurnya–itulah yang selama ini ia inginkan jika memiliki pendengar yang tidak menghakimi.

“Kak Ai–”

Belum selesai Ami bicara, Aidan sudah menyodorkan sebungkus cokelat di hadapannya. Ami lekas semringah dan menerimanya. Dia paling suka hadiah dari Aidan–apakah karena dia bukan mimpi?

Ami refleks menceletuk, “Cokelat terakhir di mimpi.”

“Mimpi?” tanya Aidan.

Ami hanya menanggapi dengan senyuman penuh rahasia. “Kak Ai udah nggak marah?” tanyanya–sengaja mengalihkan pembicaraan.

“Masih. Dikit. Takut tiba-tiba kamu pergi sama cowok lain lagi padahal udah jadi punyaku.”

Punyaku. Ami tersenyum gemas mendengarnya–semakin gemas saat mendengar jantungnya sendiri berdebar-debar.

“Walaupun aku belum ngomong langsung, tapi sebenarnya aku udah nolak mereka semua lho, Kak,” kata Ami.

“Oh ya?” Aidan tampak tak percaya.

Ami mengangguk. “Meskipun mereka belum aku kasih tahu karena aku takut nyakitin mereka, tapi aku tetap ngerasa aman–soalnya, mereka semua akan segera pergi.”

“Pergi kemana?”

Ami menjawab seraya membuka bungkus cokelat dan dengan gestur bercanda. “Ke dunia nyata.

Aidan makin heran. Ami tersenyum diam-diam seraya makan cokelat. Saat mereka melewati pintu Mimpi & Co., Ami melihat Pak Guska melalui kaca pintu. Pria tua ramah itu berdiri di balik pintu seraya melambaikan tangan padanya. Ami tertawa kecil. Tampaknya Pak Guska tahu bahwa malam ini, Ami akan mengakhiri mimpinya dengan bahagia.

“Kamu ngelihatin apa, Ami?” tanya Aidan.

Ami segera memalingkan pandangan ke arah langit. “Ngelihatin bulan,” dustanya.

“Tapi tadi kamu kayak ngelihatin gang kosong yang kita lewatin tadi. Ngaku! Kamu bisa ngelihat penampakan, ya?”

Aidan benar. Ami baru saja melihat penampakan Mimpi & Co. dan Pak Guska yang tidak bisa dilihat siapapun selain dirinya. Tiba-tiba, Ami sedih lagi. Tidak disangka, Mimpi & Co. ternyata akan mengingatkannya pada perpisahan.

“Ami,” panggil Aidan. “Dari tadi kamu senyum sama ketawa, tapi kamu nggak kelihatan bahagia.”

Ketahuan. Alih-alih menjawab, Ami hanya tersenyum seraya mengunyah cokelat. Namun, senyumnya kali ini berbeda. Dia tersenyum untuk menutupi sesuatu, tapi tampaknya, Aidan tahu apa yang tersembunyi di balik senyum itu.

“Sampai kapan mau kamu sembunyiin? Aku pacar kamu sekarang. Kamu boleh cerita apapun ke aku. Aku bisa kok jadi pendengar yang baik. Apa yang lagi kamu pikirin, Ami?”

Ami menyimpan sisa cokelatnya ke dalam tas sebelum menjadi. “Aku lagi mikirin perasaan Cinderella waktu tahu kalau udah tengah malam, terus dia harus pergi dari istana buat ninggalin pangeran.”

“Habis itu sepatu kacanya ketinggalan, terus pangeran jadiin sepatu itu buat nyari Cinderella?” sambung Aidan.

Ami menggeleng. “Pangeran lupa.”

“Pangeran amnesia? Cerita Cinderella versi baru?”

“Nggak juga, tapi emang aku yang ngarang sih.”

“Yang jadi Cinderella-nya siapa?”

Ami menunjuk dirinya sendiri. “Aku.”

“Pangerannya?”

Ami menunjuk Aidan. “Kak Ai.”

Aidan protes. “Mana ada aku lupain kamu?! Kamu bikin cerita itu terinspirasi dari mana sih?”

Ami menjawab mantap, “Based on a true story.

“Kisah nyata yang mana? Kamu pernah dilupain seseorang?”

“Pernah.”

“Siapa?”

“Mama.”

Aidan seketika diam dan berusaha menahan diri untuk tidak bertanya lebih jauh. Mungkin akan lebih melegakan jika Ami yang mengeluarkan segalanya tanpa diminta. Namun, setelah diam berlangsung beberapa lama, yang Ami lakukan selanjutnya hanyalah memeriksa waktu di ponsel. Pukul setengah sepuluh malam. Waktu mimpi yang tersisa kurang dari tiga jam lagi.

Aidan akhirnya bertanya, “Lupa secara harfiah? Atau lupa tanggung jawab?”

Ami menoleh. “Yang kedua. Dia udah punya keluarga baru. Tanggung jawabnya udah nggak ke aku lagi.” Dia menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. “Ayah sering bilang ke aku: ditinggalin mama buka berarti orang-orang bakal ninggalin aku juga. Dulu, aku sulit percaya karena … kayaknya emang aku yang udah trust issue–soalnya ayah juga sering ninggalin aku buat kerja. Tapi sekarang aku sadar kok. Pekerjaan ayah itu mulia. Ayah sering ninggalin aku, tapi dia selalu balik lagi. Tapi, itu juga yang bikin aku cuma mau percaya sama ayah dan sulit percaya orang lain. Gara-gara itu juga aku nggak punya teman.”

Seluruh senyum di wajah Ami, luruh.

“Kamu punya aku sekarang,” kata Aidan.

Ami menatap Aidan yang tersenyum tulus padanya. Ami mencoba membalas dengan senyum yang sama meskipun dia tahu bahwa Aidan akan mengingkari janjinya secara tidak sengaja. Karena itu bukanlah kesalahan Aidan, maka tak apa.

Ami bertanya, “Kak, kalau misalnya Kak Ai beneran lupa sama aku–lupa secara harfiah–Kak Ai bakal gimana?”

“Oh. Kirain kamu bakal tanya soal kalau kamu jadi cacing, aku bakal tetap suka kamu apa nggak,” canda Aidan.

Ami tertawa.

Aidan menjawab pertanyaan Ami semasuk akal mungkin. “Hm … kalau aku udah ditakdirin sama kamu, mau amnesia pun kayaknya aku bakal tetap cari kamu. Cuma ya bakal lebih struggle aja soalnya nyari kamunya di memori aku sendiri.”

“Kalau misalnya aku nggak pernah ada di memorinya Kak Ai?”

Aidan memberi jawaban sefiktif cerita Ami, “Banyak kok opsinya. Aku bakal kejar memori aku sendiri yang kabur, biar bisa jadi milik aku lagi, terus aku bakal ingat kamu lagi. Aku percaya kok. Semua orang pasti bakal nemuin jalan buat capai apa yang mereka mau. Nanti, kalau misalnya aku tiba-tiba ngelupain kamu dan aku nggak punya daya apapun, aku yakin semesta yang bakal bantuin aku buat ketemu kamu lagi.”

Meskipun itu tidak mungkin, tapi Ami suka jawaban itu. Terakhir, Ami punya permintaan.

“Kak? Ajak aku jalan-jalan dong? Sampai tengah malem aja. Habis itu pulang.”

Itu adalah permintaan terakhir Ami kepada malam terakhir ini. Meskipun Ami tidak tahu ingin jalan-jalan kemana, Aidan tetap bersedia. Karena Aidan tidak bawa motor, Ami bersedia kembali dan menunggu di minimarket yang buka duapuluh empat jam, sementara Aidan pergi mengambil motor di kost.

Aidan hanya menghabiskan waktu sekitar lima belas menit sampai akhirnya datang lagi, tapi rasanya sayang sekali. Durasi mimpi yang tersisa kini tinggal sejam saja. Ami naik, membonceng Aidan. Motor pun melaju di jalan raya menuju kota yang masih cukup ramai. Mereka melewati banyak bangunan komersil yang tutup, tapi lampu yang berwarna-warni membuat kota seakan terjaga. Kira-kira kapan lagi Ami akan bertemu malam yang seperti ini?

Selama perjalanan, Ami terus menerka waktu. Kontraknya dengan Mimpi & Co. mungkin hanya tersisa kurang dari tiga puluh menit saja. Di tengah perjalanan, Aidan tiba-tiba menepikan motornya dan berhenti. Katanya, dia ingin mengambil foto suasana kota malam hari dengan ponselnya. Ami menggunakan kesempatan itu untuk menanyakan waktu.

“Jam berapa, Kak?”

Aidan menjawab setelah memeriksa jam di ponsel. “Seperempat jam lagi tengah malam.”

Ami kecewa mendengarnya. Waktu yang tersisa ternyata lebih kecil dari perkiraan. Setelah mengambil foto suasana kota, Aidan tiba-tiba mengarahkan kameranya ke Ami. Ami mendengar suara kamera yang artinya Aidan benar-benar mengambil fotonya.

“Kenapa ngefoto aku?” tanya Ami.

“Biar kalau memori aku hilang, aku bakal langsung ingat kamu setelah cek galeri,” jawab Aidan seraya tersenyum.

Ami harap itu benar. Senyum Ami mengembang tipis namun pilu. Perjalanan pun dilanjutkan. Aidan mengajak Ami melewati jalan yang hampir tidak pernah Ami lewati. Ada jalan terobosan yang dikelilingi kafe-kafe outdoor dengan meja dan kursi yang dibiarkan berada di luar. Mereka tertawa saat Aidan mengitari air mancur kota sebanyak tiga kali.

“Gabut banget,” ejek Ami disela tawa.

“Ya emang niatnya mau buang waktu, kan?”

Mereka berhenti di lampu merah yang sepi. Meskipun sepi, Aidan tetap patuh dan tidak menerobos. Di jalan raya yang berada di pusat kota itu, Ami melihat jam digital besar di salah satu sisi bangunan tinggi yang menunjukkan pukul 23:59.

Sebentar lagi …

Motor Aidan kembali melaju setelah lampu hijau menyala. Namun, suara nyaring klakson mengejutkan mereka. Ami menoleh ke kanan dan mendapati ada truk besar yang tengah melaju menuju mereka. Sorot lampunya sangat menyilaukan sampai memenuhi pandangan. Kemudian … dunia … secara tiba-tiba … menjadi … hitam pekat.

[]

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Mapel di Musim Gugur
498      363     0     
Short Story
Tidak ada yang berbeda dari musim gugur tahun ini dengan tahun-tahun sebelumnya, kecuali senyuman terindah. Sebuah senyuman yang tidak mampu lagi kuraih.
Sahara
24091      3874     6     
Romance
Bagi Yura, mimpi adalah angan yang cuman buang-buang waktu. Untuk apa punya mimpi kalau yang menang cuman orang-orang yang berbakat? Bagi Hara, mimpi adalah sesuatu yang membuatnya semangat tiap hari. Nggak peduli sebanyak apapun dia kalah, yang penting dia harus terus berlatih dan semangat. Dia percaya, bahwa usaha gak pernah menghianati hasil. Buktinya, meski tubuh dia pendek, dia dapat menja...
PATANGGA
1044      708     1     
Fantasy
Suatu malam ada kejadian aneh yang menimpa Yumi. Sebuah sapu terbang yang tiba-tiba masuk ke kamarnya melalui jendela. Muncul pula Eiden, lelaki tampan dengan jubah hitam panjang, pemilik sapu terbang itu. Patangga, nama sapu terbang milik Eiden. Satu fakta mengejutkan, Patangga akan hidup bersama orang yang didatanginya sesuai dengan kebijakan dari Kementerian Sihir di dunia Eiden. Yumi ingin...
CHERRY & BAKERY (PART 1)
4533      1312     2     
Romance
Vella Amerta—pindah ke Jakarta sebagai siswi SMA 45. Tanpa ia duga kehidupannya menjadi rumit sejak awal semester di tahun keduanya. Setiap hari dia harus bertemu dengan Yoshinaga Febriyan alias Aga. Tidak disangka, cowok cuek yang juga saingan abadinya sejak jaman SMP itu justru menjadi tetangga barunya. Kehidupan Vella semakin kompleks saat Indra mengajaknya untuk mengikuti les membuat cu...
Hideaway Space
348      241     0     
Fantasy
Seumur hidup, Evelyn selalu mengikuti kemauan ayah ibunya. Entah soal sekolah, atau kemampuan khusus yang dimilikinya. Dalam hal ini, kedua orang tuanya sangat bertentangan hingga bercerai. evelyn yang ingin kabur, sengaja memesan penginapan lebih lama dari yang dia laporkan. Tanpa mengetahui jika penginapan bernama Hideaway Space benar-benar diluar harapannya. Tempat dimana dia tidak bisa bersan...
Di Bawah Langit Bumi
4277      2031     87     
Romance
Awal 2000-an. Era pre-medsos. Nama buruk menyebar bukan lewat unggahan tapi lewat mulut ke mulut, dan Bumi tahu betul rasanya jadi legenda yang tak diinginkan. Saat masuk SMA, ia hanya punya satu misi: jangan bikin masalah. Satu janji pada ibunya dan satu-satunya cara agar ia tak dipindahkan lagi, seperti saat SMP dulu, ketika sebuah insiden membuatnya dicap berbahaya. Tapi sekolah barunya...
Rose The Valiant
4523      1554     4     
Mystery
Semua tidak baik-baik saja saat aku menemukan sejarah yang tidak ditulis.
A.P.I (A Perfect Imaginer)
205      175     1     
Fantasy
Seorang pelajar biasa dan pemalas, Robert, diharuskan melakukan petualangan diluar nalarnya ketika seseorang datang ke kamarnya dan mengatakan dia adalah penduduk Dunia Antarklan yang menjemput Robert untuk kembali ke dunia asli Robert. Misi penjemputan ini bersamaan dengan rencana Si Jubah Hitam, sang penguasa Klan Kegelapan, yang akan mencuri sebuah bongkahan dari Klan Api.
Let me be cruel
12155      4846     545     
Inspirational
Menjadi people pleaser itu melelahkan terutama saat kau adalah anak sulung. Terbiasa memendam, terbiasa mengalah, dan terlalu sering bilang iya meski hati sebenarnya ingin menolak. Lara Serina Pratama tahu rasanya. Dikenal sebagai anak baik, tapi tak pernah ditanya apakah ia bahagia menjalaninya. Semua sibuk menerima senyumnya, tak ada yang sadar kalau ia mulai kehilangan dirinya sendiri.
Monokrom
202      173     1     
Science Fiction
Tergerogoti wabah yang mendekonstruksi tubuh menjadi serpihan tak terpulihkan, Ra hanya ingin menjalani kehidupan rapuh bersama keluarganya tanpa memikirkan masa depan. Namun, saat sosok misterius bertopeng burung muncul dan mengaku mampu menyembuhkan penyakitnya, dunia yang Ra kenal mendadak memudar. Tidak banyak yang Ra tahu tentang sosok di balik kedok berparuh panjang itu, tidak banyak ju...