Loading...
Logo TinLit
Read Story - Mimpi & Co.
MENU
About Us  

Ami sedih. Suasana berangkat kuliah sudah mulai berbeda–dan minggu depan mungkin akan lebih berbeda lagi. Begitu keluar gang, senyum Ami mengembang karena melihat Axel di teras kafe tengah melambaikan tangan padanya. Ami pun memutuskan mampir.

Ami tidak mengkhawatirkan apapun karena Axel adalah mimpi. Ami jadi merasa bebas mengoceh karena Axel tidak akan mengerti jika dirinya membicarakan soal mimpi. Yang akan selalu Axel lakukan hanyalah menyanjungnya, memujinya dan menyampaikan perasaannya.

“Kak Axel kan ganteng. Kayaknya nggak mungkin deh kalau nggak ada yang naksir,” kata Ami yang duduk menghadap Axel seraya menggenggam secangkir kopi pagi. “Rasanya aku mau pamer ke seluruh dunia kalau ada cowok ganteng yang naksir aku–mumpung masih ada kesempatan dan mumpung kita masih kenal. Aku yakin Kak Axel bakal baik-baik aja meskipun nggak kenal aku–bahkan kalau aku nggak ada di dunia ini.”

“Jangan ngomong gitu, Ami. Kalau kamu nggak ada di dunia ini, aku sedih,” kata Axel.

Ami tidak mengelak. Ami sempat terpikirkan untuk menolak Axel hari ini juga, tapi dia sudah merasa bersalah sebelum melakukannya. Haruskah Ami membuat opsi kedua? Ami ingin membiarkan dirinya dilupakan seiring berakhirnya Mimpi & Co. Dengan begitu, Ami tidak perlu susah payah menyakiti mimpi-mimpinya.

“Kak Asel, ini terakhir kalinya aku makan gratis di sini, ya? Kalau aku kesini lagi, pokoknya aku mau bayar.”

“Berarti habis itu nge-date,” celetuk Axel. “Nggak lupa sama perjanjian kita, kan? Kalau kamu mau bayar, berarti habis itu kita nge-date.”

Ami diam sebentar menatap Axel. Perlahan senyum Ami mengembang kemudian dia mengangguk.

“Oke,” sahut Ami. Pikirnya, Mari bahagiakan mimpi. Lagipula mereka akan lupa.

Di kampus, saat Ami melewati jalanan basah karena hujan, Ami melihat Rian yang melewatinya dengan motor. Rian tampak membuang muka dan tampak masih marah gara-gara kebohongan Ami yang mengaku telah memiliki pacar. Sesuatu tak terduga tiba-tiba terjadi.

BRAK!

Suara mengejutkan itu membuat Ami lekas berlari menghampiri Rian yang terjatuh dari motor. Rian mengalami kecelakaan tunggal. Motornya tergelincir di jalan kampus yang licin. Ami jadi orang pertama yang menghampiri Rian karena memang yang terdekat. Saat ini Rian tengah tersungkur dan terpisah dari motornya yang tergelincir cukup jauh. Rian melepas helmnya dan bisa bangkit sendiri, tapi begitu dia melihat Ami, dia segera membuang muka lagi.

Rian berkata dengan kesal, “Kenapa gue harus jatuh di depan lo sih?” Lalu menatap Ami dengan mata tajam, “Gue lagi males ketemu lo! Harusnya lo ngerti! Harusnya lo nggak nyamperin gue!”

Ami diam karena tiba-tiba dimarahi. Padahal dia hanya ingin membantu. “Gue tahu lo masih marah sama gue. Gue minta maaf.”

Ami bisa mendengar Rian terkekeh. Rian kembali menatap Ami dengan senyuman kecut di balik helm. Ami tidak suka senyuman itu.

“Lo pikir bakal segampang itu maafin lo?” kata Rian. “Mentang-mentang gue naksir brutal, lo jadi ngira kalau gue bakal langsung maafin lo, gitu?”

Dia kemudian melangkah meninggalkan Ami menuju motornya. Rian memperbaiki posisi motornya yang jatuh di tengah jalan. Begitu menaiki dan menyalakan motornya, Ami pikir Rian akan langsung pergi. Ternyata Rian justru menghampiri Ami dengan motornya, mengitarinya sekali, lalu berhenti di hadapan Ami. Melalui helm yang kacanya belum ditutup, Ami melihat mata Rian menyorotnya lagi.

“Naik,” Rian meminta. Nadanya tidak memaksa dan lebih terdengar seperti permohonan.

Ami hanya menatap diam karena masih belum memutuskan–sampai Rian melontarkan kalimat berikutnya.

“Gue emang masih sakit hati, tapi gue lagi berusaha buat nggak nyalahin lo, Kak. Sumpah gue lagi males banget ngomong banyak soalnya masih bete. Boleh nggak sih kalau gue minta dihibur sama cewek yang udah nyakitin gue? Nggak tahu kenapa yang paling nyaman gue ajak jalan saat ini tuh lo.”

Ami diam sebentar menatap mata Rian yang penuh harap. Dia kemudian memberi satu syarat, “Asal lo janji nggak marahin gue lagi.”

Deal!

Rian menyempatkan pergi ke toko helm untuk membeli satu untuk Ami. Setelah Ami punya helm, mereka lebih bebas pergi kemanapun tanpa takut bertemu polisi. Sayangnya, hujan turun lagi. Cukup deras dan membuat mereka tetap basah meskipun sudah secepat mungkin menepi ke sebuah kafe sederhana di tepi jalan.

“Pinjemin handuk, tolong!” pekik Rian kepada salah satu pelayan kafe.

Padahal mereka baru masuk, tapi Rian sudah berisik. Ami menebak kalau Rian adalah tipe pria yang bisa melakukan apa saja. Dia bahkan berani meminta tolong dari seseorang yang belum dikenal–sedangkan Ami sebaliknya. Saat salah seorang pelayan datang membawakan handuk, Ami pikir Rian akan mengeringkan wajahnya lebih dulu. Ternyata Rian lebih mendahulukan Ami padahal dirinya yang lebih basah. Ami terdiam saat Rian tiba-tiba menghadap padanya dan mencoba mengeringkan ujung rambut sebahu Ami yang basah karena tidak tertutupi helm. Rian mengusak rambut Ami yang basah, leher Ami yang basah, lengan, dagu … lalu keduanya diam saat tatapan mereka bertemu.

Rian berkata lirih, “Kalau jadi pacar gue, lo pasti udah gue cium.”

Kemudian dengan usilnya, Rian menutupi seluruh wajah Ami dengan handuk lalu Ami ditinggal pergi. Ami menarik handuk di wajahnya seraya mendesis kesal dan memelototi Rian yang berjalan menuju salah satu kursi. Ami segera menyusul lalu mengoper handuknya ke Rian. Rian pun menangkapnya.

“Yang anget-anget apa, Kak?” tanya Rian kepada pelayan.

“Gue pesen es kopi, ya?” pinta Ami.

“Nggak! Udara udah dingin,” tegas Rian. “Makan nggak lo?”

“Santai, dong! Galak banget.”

“Mau gue lembut? Jadi pacar gue makanya.”

“Nggak mau.”

“Sialan. Lo nolaknya kasih waktu kek, pura-pura mikir kek, atau seenggaknya ngasih alesan ‘kamu terlalu baik buat aku’ atau apalah. Tega bener lo sama gue.”

Nyali Ami untuk bicara mendadak ciut lagi. Dia merasa keterlaluan meskipun niatnya hanya bercanda. Seorang pelayan datang membawa buku menu dan Rian segera menguasai buku menu sebelum Ami yang meraihnya lebih dulu.

Seraya memilih makanan yang akan dipesan, Rian berkata, “Kak, nanti kalau putus, kabarin gue, ya?”

Kali ini Ami tidak tahu harus membalas apa. Ami menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri. Saat Rian pergi ke kamar mandi sebelum makanan datang, entah sengaja atau tidak, Rian meninggalkan ponselnya di atas meja. Saat ponsel itu bergetar dan layarnya menyala, Ami melihat notifikasi yang sangat menguji kesabarannya.

 

Dari: Iqbal mesin

Tadi lo jatohnya kayak beneran

 

Ami menarik napas dalam-dalam. Haruskah dia marah atau pura-pura tidak tahu? Meskipun hanya mimpi, tapi Ami terharu–karena mimpinya rela menyakiti diri demi mengajaknya pergi.

[]

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
The Black Envelope
2912      1043     2     
Mystery
Berawal dari kecelakaan sepuluh tahun silam. Menyeret sembilan orang yang saling berkaitan untuk membayarkan apa yang mereka perbuatan. Nyawa, dendam, air mata, pengorbanan dan kekecewaan harus mereka bayar lunas.
Because I Love You
1464      788     2     
Romance
The Ocean Cafe napak ramai seperti biasanya. Tempat itu selalu dijadikan tongkrongan oleh para muda mudi untuk melepas lelah atau bahkan untuk menghabiskan waktu bersama sang kekasih. Termasuk pasangan yang sudah duduk saling berhadapan selama lima belas menit disana, namun tak satupun membuka suara. Hingga kemudian seorang lelaki dari pasangan itu memulai pembicaraan sepuluh menit kemudian. "K...
Anak-Anak Dunia Mangkuk
509      303     6     
Fantasy
Dunia ini seperti mangkuk yang biasa kalian pakai untuk makan dan minum. Kalian yang tinggal di lembah hidup di dasarnya, dan pegunungan batu yang mengelilingi lembah adalah dindingnya.
IMPIANKU
28097      4228     14     
Mystery
Deskripsi Setiap manusia pasti memiliki sebuah impian, dan berusaha untuk mewujudkan impiannya itu. Walau terkadang suka terjebak dengan apa yang diusahakan dalam menggapai impian tersebut. Begitu pun yang dialami oleh Satria, dalam usaha mewujudkan segala impiannya, sebagai anak Broken Home. Walau keadaan keluarganya hancur karena keegoisan sang ayah. Satria mencoba mencari jati dirinya,...
Yakini Hatiku
38      31     1     
Romance
Setelah kecelakaan yang menimpa Fathur dan dinyatakan mengidap amnesia pasca trauma, Fathur mulai mencoba untuk mengingat segala hal seperti semula. Dalam proses mengingatnya, Fathur yang kembali mengajar di pesantren Al-Ikhlas... hatinya tertambat oleh rasa kagum terhadap putri dari pemilik pesantren tersebut yang bernama Tsania. Namun, Tsania begitu membenci Fathur karena suatu alasan dan...
KEPINGAN KATA
543      345     0     
Inspirational
Ternyata jenjang SMA tuh nggak seseram apa yang dibayangkan Hanum. Dia pasti bisa melalui masa-masa SMA. Apalagi, katanya, masa-masa SMA adalah masa yang indah. Jadi, Hanum pasti bisa melaluinya. Iya, kan? Siapapun, tolong yakinkan Hanum!
Putaran Waktu
1014      629     6     
Horror
Saga adalah ketua panitia "MAKRAB", sedangkan Uniq merupakan mahasiswa baru di Universitas Ganesha. Saat jam menunjuk angka 23.59 malam, secara tiba-tiba keduanya melintasi ruang dan waktu ke tahun 2023. Peristiwa ini terjadi saat mereka mengadakan acara makrab di sebuah penginapan. Tempat itu bernama "Rumah Putih" yang ternyata sebuah rumah untuk anak-anak "spesial". Keanehan terjadi saat Saga b...
FAMILY? Apakah ini yang dimaksud keluarga, eyang?
304      245     2     
Inspirational
Kehidupan bahagia Fira di kota runtuh akibat kebangkrutan, membawanya ke rumah kuno Eyang di desa. Berpisah dari orang tua yang merantau dan menghadapi lingkungan baru yang asing, Fira mencari jawaban tentang arti "family" yang dulu terasa pasti. Dalam kehangatan Eyang dan persahabatan tulus dari Anas, Fira menemukan secercah harapan. Namun, kerinduan dan ketidakpastian terus menghantuinya, mendo...
THE DARK EYES
732      414     9     
Short Story
Mata gelapnya mampu melihat mereka yang tak kasat mata. sampai suatu hari berkat kemampuan mata gelap itu sosok hantu mendatanginya membawa misteri kematian yang menimpa sosok tersebut.
Viva La Diva
620      402     0     
Short Story
Bayang mega dalam hujan